JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengungkap kasus judi dan pornografi online (daring) jaringan internasional. Perputaran uang dalam bisnis maksiat tersebut mencapai triliunan rupiah.

Dikutip dari Kompas.com, pengungkapan kasus tersebut bermula dari adanya terungkapnya berbagai tindakan asusila terhadap sejumlah anak yang terjadi di wilayah Brebes, Jawa Tengah.

Polisi kemudian mengembangkan kasus tersebut hingga mengarah ke aplikasi online dan situs Bling2.com yang berujung penangkapan terhadap enam pegawai aplikasi dan situs tersebut.

Tiga dari enam yang ditangkap berperan sebagai penyiar daring atau host live, antara lain Intan Permata Sofyan (IPS) berusia 20 tahun dari Jakarta, Nani Suryani (MS) alias Risma usia 22 tahun dari Jawa Barat, dan Rudi (RD) usia 28 tahun dari Lebak, Banten.

Selanjutnya, Aditya Adi Putra (AAP) usia 25 tahun dari Jawa Barat yang berperan sebagai orang yang mencari rekening penadah dan Ryssen (RYSS) usia 30 tahun dari wilayah Meranti, Riau yang berperan sebagai pencuci uang dan mengalihkan, serta mentransfer dana serta Jefri bin Pui alias Koh Asan (JBPH alias KA) yang berumur 29 tahun dari Meranti, Riau dengan peran sebagai akuntan di aplikasi tersebut.

Keenam pegawai telah ditetapkan menjadi tersangka dan dijerat Pasal 281 tentang Kesusilaan, Pasal 303 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) ayat (1) tentang Perjudian. Lalu, Pasal 34 Juncto Pasal 8 dan Pasal 4 Ayat (2) huruf A, huruf B, dan huruf C Juncto Pasal 36 Juncto Pasal 10 Juncto Pasal 33 Pasal 7 Juncto Pasal 4 Ayat (2) huruf A, huruf B, dan huruf C UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Selanjutnya, Pasal 45 Ayat (1) dan Ayat (2) Juncto Pasal 27 Ayat (1) dan Ayat (2) Juncto Pasal 34 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Kemudian, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Serta, Pasal 55 dan 56 KUHP. Polri juga menyita sejumlah barang bukti di antaranya sejumlah laptop, layar komputer dan CPU, handphone, pakaian tidur, celana, alat bantu seks, hingga vibrator.

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan, penangkapan terhadap pegawai itu dilakukan di berbagai lokasi.

"Dari perkembangan ini, kami tangkap enam orang di Jawa Barat, Jakarta, maupun Riau," kata Djuhandhani dalam konferensi pers di Lobi Bareskrim, Mabes Polri, Jumat (3/2/2023).

Dituturkan Djuhandhani, modus para tersangka dalam kasus tersebut adalah menyediakan fitur siaran bermuatan asusila dan permainan judi online dalam situs dan aplikasi itu. Penyiar atau host live akan melakukan apa pun untuk mendapatkan semacam gift atau hadiah berupa koin dari para penontonnya.

"Mereka akan melakukan apa saja, baik itu awal mula dengan mempertontonkan hal yang intim sampai dengan melakukan perbuatan asusila lainnya,” kata Djuhandani.

"Nilai (koinnya) bervariasi, dari Rp30.000 sampai jutaan. Di sisi lain, streamer (penyiar daring) mendapatkan bagian 65 persen dari hasil gift yang ada," ucap Djuhandani.

Djuhandani menyebutkan, keuntungan dari para penyiar atau host live mencapai Rp1,5 juta per hari. "(Keuntungan) cukup lumayan. Rata-rata (penghasilan) streamer, kalau kita kalikan satu hari Rp 1,5 juta, berarti sebulan dia mendapatkan kurang lebih Rp 30 hingga Rp 40 juta," kata Djuhandhani.

Perputaran uang triliunan rupiah

Djuhandhani mengatakan bahwa jajarannya terus mengembangkan kasus tersebut. Sejauh ini, polisi telah memblokir 37 rekening yang nilainya mencapai ratusan miliaran rupiah.

"(Ada) 37 rekening yang saat ini kami bekukan. Jumlahnya saat ini sudah mencapai ratusan miliar. Dari rekening-rekening yang ada ini nanti tentu saja akan kami lakukan pengembangan, siapa pemiliknya dan kaitannya dalam pidana ini," kata Djuhandhani.

Nilai ratusan miliar rupiah itu, lanjut Djuhandhani, sejak aplikasi dan situs beroperasi, yakni per Oktober 2022.

Djuhandhani menambahkan, perputaran uang dalam aplikasi dan situs Bling2 mencapai triliunan rupiah.

"Dalan pengembangan kita akan lihat, apakah bisa dilaksanakan upaya penanganan melalui TPPU, karena dari hal yang kami dapatkan perputaran uang yang ada di kasus ini mencapai triliunan (rupiah)," kata dia.

"Aplikasi ini juga secara aktif dikendalikan di negara Kamboja dan Filipina," sambung. Djuhandhani.***