''JANGAN sekali-kali meninggalkan sejarah'' (versi lain mengatakan, jangan sekali-kali melupakan sejarah), demikian diingatkan Bung Karno dalam Pidato Kepresidenan pada 17 Agustus 1966. Ungkapan ini populer dengan singkatan Jasmerah.

Kenapa kita tidak boleh meninggalkan sejarah? Terus, siapa yang harus menjaga sejarah?

Dalam bukunya yang berjudul Mukaddimah, Ibnu Khaldun menulis bahwa, ''Secara hakikat, sejarah mengandung pemikirian, penelitian, dan alasan-alasan detail tentang perwujudan masyarakat dan dasar-dasarnya, sekaligus ilmu yang mendalam tentang karakter berbagai peristiwa. Karena itu sejarah adalah ilmu yang orisinil tentang hikmah dan layak dihitung sebagai ilmu-ilmu yang mengandung kebijaksanaan atau filsafat''. Lalu, dari mana kita mengetahui sejarah, mempelajari sejarah?

Arsip adalah salah satu sumber yang dapat dijadikan rujukan dalam mengungkap sejarah. Sebagai warisan budaya dan memori kolektif suatu bangsa, arsip menyimpan banyak hal yang dapat menjelaskan bagaimana suatu peristiwa terjadi, dimana terjadinya, kapan kejadiannya, juga siapa-siapa saja yang terlibat dalam peristiwa itu. Pendek kata, arsip adalah sumber informasi dan sumber ilmu pengetahuan.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1971 mengamanatkan pembentukan lembaga kearsipan yang disebut dengan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Undang-Undang ini diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yang menjadi dasar ANRI dalam melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kearsipan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Keluarnya undang-undang ini menjadi langkah awal dan strategis dalam pembenahan dan pengelolaan arsip nasional yang lebih baik, dan tentunya juga dalam rangka menjaga kebenaran sejarah bangsa. Dapat dikatakan bahwa ANRI (arsiparis) adalah salah satu bagian yang ikut menjaga sejarah agar tidak ditinggalkan. Lalu, sejauh mana kita menghargai penjaga sejarah?

Arsiparis dan Tantangannya

Kualitas sebuah arsip terletak pada autentikasi dan kontennya yang tetap terjaga dari waktu ke waktu. Kemajuan teknologi sekarang ini memungkinkan seseorang atau lembaga melakukan penggandaan suatu arsip, yang kadangkala kita tidak lagi mengetahui yang mana arsip aslinya. Di sini diperlukan kearifan, kejelian, pemahaman sejarah, dan penguasaan teknologi yang mumpuni bagi seorang arsiparis untuk mengetahuinya.

Seorang arsiparis dituntut tidak boleh terpaku bagaimana menyelamatkan arsip, tetapi juga bagaimana mengelola dan menyelamatkan informasinya.

Seiring perubahan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tantangan yang dihadapi oleh arsiparis juga semakin kompleks. Jika sebelumnya arsip itu (kebanyakan) berupa kertas atau tulisan, dewasa ini arsip sudah berubah ke bentuk digital. Tantangan arsiparis pun juga berubah. Dalam kondisi sekarang, arsiparis dituntut harus memahami dunia database, keterkaitan perangkat lunak, dan sistem perkantoran/pemerintahan berbasis elektronik (e-government). Selain itu arsiparis juga harus memahami dokumen hypermedia.

Selain diperlukan sarana dan prasarana yang mendukung perkembangan pengelolaan arsip baik dari sisi perangkat keras maupun perangkat lunaknya, ANRI sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam bidang kearsipan juga harus memikirkan bagaimana kesiapan sumber daya manusia (arsiparis) menyikapi hal ini. Tidak hanya arsiparis yang langsung berada di bawah kelembagaan ANRI, tetapi juga bagi arsiparis yang tersebar di seluruh instansi, baik instansi pusat maupun daerah, dan juga perguruan tinggi.

Pendidikan, pelatihan, dan program-program pembelajaran kearsipan diperlukan baik secara tatap muka langsung maupun secara daring, dalam rangka peningkatan kapasitas arsiparis.

Permenpan RB Nomor 28 Tahun 2019 menyebutkan bahwa untuk menciptakan birokrasi yang lebih dinamis dan profesional sebagai upaya peningkatan efektifitas dan efisiensi untuk mendukung kinerja pelayanan pemerintah kepada publik, perlu dilakukan penyederhanaan birokrasi melalui penyetaraan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional. Salah satu jabatan fungsional hasil penyetaraan adalah arsiparis. Hal ini semakin menegaskan pentingnya arsiparis dalam kegiatan pemerintahan.

Undang-undang dan peraturan pendukung telah disiapkan, tetapi ada satu elemen penting yang tidak boleh terlewatkan dalam membahas suatu jabatan (fungsional), kesejahteraannya (baca: tunjangannya). Jika kita membandingkan beberapa jabatan fungsional, terutama di bagian umum (ketatausahaan) dimana arsiparis bernaung, maka akan terlihat bahwa besaran tunjangan fungsional arsiparis termasuk dalam kelompok yang paling rendah, untuk level jabatan fungsional yang sama.

Misalnya, besaran tunjangan arsiparis ahli muda lebih kecil dibandingkan dengan tunjangan analis kepegawaian ahli muda, analis anggaran ahli muda, maupun analis pengelola keuangan APBN ahli muda.

Tidak hanya besaran tunjangan jabatan fungsionalnya saja yang lebih kecil, besaran grade tunjangan kinerjanya pun juga lebih kecil.

Belum lagi, adanya anggapan beberapa orang (terutama di pemerintahan daerah) bahwa jabatan arsiparis adalah jabatan untuk orang-orang buangan. Merubah stigma inilah yang paling sulit. Anda tidak mungkin dapat bekerja dengan baik jika anda tidak dapat menyukai pekerjaan itu.

Terakhir adalah, bagaimana arsiparis (ANRI) mensosialisasikan kepada masyarakat tentang pentingnya arsip bagi kehidupan sebagai bagian yang memperkaya khazanah budaya bangsa, bagi ilmu pengetahuan, dan bagaimana arsip ''menerangi masa depan''.

Selamat Hari Kearsipan ke-50, satukan langkah mewujudkan arsip digital.***

Gunadi, S.ST adalah arsiparis BPS Provinsi Riau.