PEKANBARU - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau ''mencium'' adanya dugaan penggelapan dan korupsi pada pengelolaan Hotel Aryaduta Pekanbaru, yang merupakan kerjasama Pemprov Riau dengan pihak ketiga. Aroma itu berawal dari laporan deviden yang selalu sama setiap tahun, yakni Rp200 juta.

Anggota Komisi III DPRD Riau, Ramos Teddy Sianturi kepada GoRiau.com, Senin (20/11/2017) mengatakan, dewan akan melakukan audit terhadap kinerja keuangan Aryaduta Pekanbaru, karena laporan yang diberikan ditengarai ada yang tidak balance. Selain itu, dewan juga tidak menerima laporan rugi laba dan neraca tahunan sebagai pertanggungjawaban manajemen.

''Kami meminta Pemprov Riau menggunakan jasa auditor untuk melihat kinerja keuangan Aryaduta. Kan tak mungkin setiap tahun rugi, tapi hotel itu terus berbisnis,'' ujarnya.

Apalagi, tambahnya, penerimaan sebesar Rp200 juta pertahun dari usaha joint venture itu sudah berlangsung sekitar 17 tahun. ''Tapi ini kan masih dugaan, makanya biar jernih, harus diaudit dulu. Dari hasil audit nanti kita akan melihat balancing neraca dan laporan rugi laba. Ya, mudah-mudahan bisa segera dikerjakan,'' tegasnya.

Sementara itu, dari perjanjian awal, Pemprov sebagai salah satu pemilik, seharusnya mendapat 25 persen dari laba kotor jika Aryaduta tidak rugi. Tapi jika rugi, manajemen hanya dikenakan kewajiban Rp200 juta ke Pemprov Riau.

Selama ini pendapatan kotor Aryaduta sekitar Rp24 miliar setahun dan seharusnya Pemprov mendapatkan Rp5 miliar pertahun. Namun karena manajemen memasukkan sejumlah pengeluaran, akhirnya di laporan akhir neraca dan laporan laba rugi, Aryaduta selalu rugi. ***