TELUKKUANTAN – Gugatan perdata yang dilayangkan KUD Langgeng terhadap PT Citra Riau Sarana (CRS) masih bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Telukkuantan. Saat ini sudah masuk ke agenda pemeriksaan saksi-saksi.

Dalam sidang lanjutan yang dilaksanakan pada Selasa (17/1/2023), KUD Langgeng menghadirkan delapan orang saksi. Dua diantaranya merupakan saksi ahli dan enam lainnya merupakan saksi fakta.

Adapun saksi ahli yang dihadirkan tersebut yakni DR Firdaus selaku ahli perdata dan DR Muhammad Amrul Khoiri sebagai ahli perkebunan. Keduanya berasal dari Universitas Riau.

Usai sidang, Agus Margodono, SH selaku kuasa hukum KUD Langgeng, berharap majelis hakim yang dipimpin Agung R Pratama, SH, MH dapat mengabulkan permohonan pemohon.

"Ya, kita berharap, majelis hakim bisa memutuskan sesuai fakta hukum yang terungkap dalam persidangan," kata Agus Margodono.

Senada dengan itu, Ketua KUD Langgeng, H. Mukhlisin meyakini majelis hakim akan tegak lurus dalam mengadili perkara perdata ini.

"Kami yakin, majelis akan tegak lurus dalam perkara ini. Tentunya, putusan berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan," ujar Mukhlisin didampingi pengurus Aam Herbi, Kirdi dan Ashari serta badan pengawas.

Dikatakan Mukhlisin, PT CRS selaku tergugat, saat ini sahamnya dimiliki raksasa perkebunan KPN Plantation, tentunya memiliki pengaruh dan kekuasaan yang luas.

"Jadi, kita berharap majelis hakim menegakkan supremasi hukum tanpa ada pengaruh atau intervensi," ujar Mukhlisin.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, KUD Langgeng menyeret PT CRS ke meja hijau pada 6 September 2022. Setelah gagal mediasi, PN Telukkuantan mulai menyidangkan pokok perkara pada 10 November 2022.

KUD Langgeng menggugatan PT CRS sebesar Rp50 miliar, karena ingkar janji atau wanprestasi. Sebab, PT CRS tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana diatur dalam perjanjian kerja sama nomor 89 tahun 2003, selanjutnya kesepakatan tertanggal 30 Juni 2008 serta konvensi tanggal 16 Mei 2011.

Karena itu, KUD Langgeng meminta PN Telukkuantan agar dapat menyita jaminan kebun inti hak guna usaha (HGU) PT CRS yang berlokasi di Desa Bumimulya, Kecamatan Logas Tanah Darat. Kemudian, KUD Langgeng meminta majelis hakim menghukum PT CRS untuk mencukupi kekurangan lahan plasma seluas 199,33 hektare dengan cara melepaskan HGU lahan inti perusahaan. Lahan itu saat ini diduduki oleh anggota masyarakat.

Tuntutan selanjutnya, KUD Langgeng meminta supaya majelis hakim memerintahkan PT CRS mengurus sertifikat lahan plasma hasil ukur Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau.

Atas wanprestasi ini, KUD Langgeng telah menderita kerugian materiil sebesar Rp50 miliar. Perhitungan kerugian materiil tersebut didasari pada perhitungan biaya pemupukan dan perawatan kebun plasman dengan luas 6.000 hektare selama dua tahun. Kebun tersebut dinilai tidak produktif dan tidak layak. Selain itu, KUD Langgeng juga telah menderita kerugian immateriil sebesar Rp5 miliar.

Sebenarnya, perkara sengketa antara KUD Langgeng vs PT CRS sudah menjadi atensi Pemda Kuansing, Pemprov Riau dan DPRD Riau. Begitu juga dengan DPR RI.

"Kami sudah laporkan ke instansi terkait. Dalam waktu dekat, dijadwalkan ke Komisi III DPR RI, menunggu jadwal pimpinan komisi. Selain itu, kita juga akan laporkan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)," tegas Aam Herbi, SH MH, Sekretaris KUD Langgeng yang juga seorang advokat.***