JAKARTA - Anggota Komisi bidang Transportasi di DPR RI, Bambang Haryo Soekartono menilai, wacana revisi Undang Undang (UU) nomor 17 tahun 2008 untuk membuka transportasi laut bagi perusahaan asing, merupakan suatu ketidakcermatan yang merugikan bangsa.

"Ini suatu ketidak cermatan daripada pemerintah," kata Bambang melalui sambungan telepon pada GoNews.co, Rabu (21/08/2019).

Wacana tersebut, kata Bambang mendapat protes keras dari INSA (Indonesian National Shipowners' Association), sebuah asosiasi perusahaan pelayaran Indonesia.

Protes tersebut dinilai wajar oleh Bambang, karena memang seharusnya negara melindungi laut Indonesia termasuk perusahaan-perusahaan nasionalnya.

"Dulu di zaman Pak SBY itu, sudah direncanakan betul agar semua kapal yang berlayar di Indonesia itu kapal milik Indonesia, namanya asa Kabotage. Itu sudah bagus, " kata anggota Komisi V DPR RI.

Rancangan era SBY yang tertuang dalam Perpres no 5 tahun 2005 itu, kemudian dikuatkan melalui UU 17 tahun 2008. Pasal 8 ayat (2) UU itu bahkan tegas mengamanatkan "Kapal asing dilarang mengangkut penumpang dan/atau barang antarpulau atau antarpelabuhan di wilayah perairan Indonesia,".

Lebih jauh, lanjut Bambang, Indonesia masih memiliki persoalan serius terkait transportasi laut. Pelabuhan Internasional di Indonesia yang berjumlah 141 pelabuhan dan hanya sekira 30 persen saja yang mampu didukung pengawasan kuat dari Bea Cukai, membuka peluang untuk munculnya banyak gangguan bagi negara.

Gangguan-gangguan tersebut, Bambang memaparkan, terkait dengan keamanan ataupun kedaulatan negara, dimana potensi masuknya orang-orang ilegal, senjata-senjata ilegal, semakin terbuka. Kedua, ada juga potensi kerugian devisa negara.

"Ini kan devisa, kalau transportasi laut kita dikuasi oleh armada asing, sementara armada domestik kita lemah, maka devisanya otomatis mengalir ke luar negeri," kata Bambang.

Bambang menjelaskan, buntut dari penguasaan armada asing di transportasi laut Indonesia juga bisa mengancam kedaulatan ekonomi Indonesia. "Karena ketika kita bermasalah dengan negara asing tersebut lalu mereka meninggalkan kita, bisa lumpuh perekonomian kita," kata Bambang.

Belum lagi, jika bicara ancaman masuknya selundupan-selundupan narkoba. Bambang mengibaratakan, "Jika rumah kita pintunya 20, 5 penjaganya lemah dan bisa disuap, bobol kan!".

Terkait hal ini, Bambang menilai, perampingan jumlah dermaga perlu dilakukan. Ketimbang menguatkan pengawasan di 141 dermaga tersebut, karena pertimbangan biaya gaji petugas pengawasan yang tinggi untuk kondisi perekonomian saat ini.

Toh, jika dibandingkan dengan Amerika, kata Bambang, "dermaga nasional itu cuma 5,". Selain, masih kuatnya nasionalisme di perairan Paman Sam yang mewajibkan semua kapal berlayar mesti berbendera Amerika Serikat.***