JAKARTA - Pemilu serentak 2019 yang menelan banyak korban jiwa sampai 500 jiwa lebih menjadi catatan buruk pada perhelatan Pemilu tahun ini.

Selain itu, Pemilu 2019 juga menjadi ajang memenjarakan orang atau pihak-pihak tertentu yang mengarah pada kriminalisasi.

"Pemilu kali ini selain banyak menelan korban jiwa petugas KPPS, tapi juga pemilu yang paling banyak memenjarakan orang," ujar Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti dalam diskusi bertajuk "Kapok Pemilu Serentak" di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/5). Ray mengaku heran dengan sikap dari aparat kepolisian yang terkesan gampang menggunakan pasal makar terhadap seseorang yang mengemukakan pendapat.

"Okelah kalau hoax itu dipenjara. Tapi kalau makar gimana? Kok dikit-dikit makar, dikit-dikt makar. Saya bukan membela si A atau si B, kita sebagai warga negara yang tinggal di negara demokrasi itu memiliki hak dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk berbicara dan berpikir secara bebas," tutur pentolan Aktivis 98 ini.

Menurut Ray, kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam sebuah negara demokrasi sejatinya adalah hal mutlak yang harus dilindungi. Termasuk, melontarkan kirtik pedas kepada pemerintah bukanlah perbuatan makar.

"Orang kalau sudah berbicara di muka umum mengkritisi atau menuding lalu disebut makar. Lho bagaimana bisa begitu. Sekali lagi saya bukan membela pihak tertentu, saya cuma concern terhadap penggunaan pasal makar," imbuhnya.

"Apalagi, dengan adanya tim hukum pemantau tokoh. Lah ini bagaimana, nanti orang-orang tidak ada lagi yang berpidato karena sulit memilih kata-kata yang aman agar tidak dijebloskan ke penjara," sebut Ray menambahkan.***