JAKARTA - Istilah Sosialisasai 4 Pilar Kebangsaan sudah dilarang oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2005.

Namun begitu, tidak semua anggota MPR RI periode 2019-2024 mengetahui larangan tersebut. Salahsatunya adalah Anggota MPR RI dari Fraksi Golkar, Arsyadjuliandi Rachman.

Istilah Sosialisasai 4 Pilar Kebangsaan masih Ia gunakan saat melaksanakan Sosialisasi 4 Pilar MPR di aula Kantor Camat Sungai Sembilan, Bangsal Aceh, Dumai, Kamis, (8/4/2021) kemarin.

Bahkan tertulis jelas di baground panggung acara yang dihadiri Rektor Institut Agama Islam Tafaquh Fiddin Dumai, Roza'i Akbar.

Saat memberikan pernyataan kepada wartawan, mantan Gubernur Riau itu juga masih menyebut istilah sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan. "Sudah empat kali saya melaksanakan sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan di Dumai. Insyaallah, saya punya keinginan bisa laksanakan sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan ini di setiap kecamatan yang ada di Kota Dumai," ujarnya.

Jauh-jauh hari, Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), sudah mengingatkan kepada semua anggota MPR untuk tidak salah lagi dalam menyebutkan istilah Sosialisasi yang meliputi UUD 45, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila itu.

Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKS itu mengingatkan, saat pertama disosialisasikan pada 2005, kegiatan itu memakai istilah sosialisasi Empat Pilar berbangsa dan bernegara. Di tengah jalan penggunaan istilah tersebut dilarang oleh Mahkamah Konstitusi.

Kemudian kata HNW, Majelis Permusyawaratan Rakyat mengubah istilah tersebut menjadi Sosialisasi Empat Pilar MPR. Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa, UUD NRI Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara, NKRI sebagai bentuk negara dan Bhinneka Tunggal Ika semboyan negara. Itulah istilah yang benar dan diizinkan oleh MK sehingga digunakan sampai sekarang.

"Hati-hati dalam menggunakan istilah itu. Sekali lagi yang benar adalah Sosialisasi Empat (4) Pilar MPR, " kata Hidayat Nur Wahid.***