JAKARTA - Pemerintah berencana mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) pada barang kebutuhan pokok (sembako) yang penting bagi kebutuhan rakyat. Untuk saat ini, barang kebutuhan pokok itu masih bebas PPN. Rencana tersebut tertuang dalam revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Rencana pengenaan PPN barang kebutuhan pokok menuai respons Majelis Ulama Indonesia (MUI). Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas menyebut, pengenaan PPN pada kebutuhan sembako lebih banyak menimbulkan mudarat atau kerugian pada masyarakat.

"Kalau sembako akan dikenakan PPN, maka dampaknya tentu saja harga-harga sembako akan naik," ujar Anwar dalam keterangannya, Rabu (8/6/2021).

Menurutnya, kenaikan harga sembako tidak masalah, jika daya beli masyarakat meningkat. Namun yang perlu diperhatikan, usaha dan pendapatan masyarakat menurun di tengah pandemi Covid-19. "Lalu ketika pendapatan masyarakat menurun, sembako akan dikenakan PPN oleh pemerintah, ini akan sangat memukul masyarakat lapis bawah, terutama masyarakat miskin yang jumlahnya selama Covid-19 mungkin sudah mencapai 30 juta orang. Ditambah lagi dengan kelompok lapisan masyarakat yang ada sedikit di atasnya," jelasnya.

Anwar mengatakan, 50 juta orang bisa menjerit akibat ke kebijakan pengenaan PPN. Sebab, mereka tak lagi mampu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Apabila ini terjadi, akan tingkat kesejahteraan masyarakat akan menurun. Kesehatan masyarakat, termasuk anak-anak, juga terancam kekurangan gizi dan stunting. “Maka hal demikian jelas akan sangat-sangat merugikan bangsa, tidak hanya untuk hari ini tapi juga masa depan,” kata Anwar Abbas yang juga Ketua PP Muhammadiyah.

Untuk itu, ia meminta pemerintah kembali mempertimbangkan rencana pengenaan PPN pada kebutuhan pokok. Menurutnya, pemerintah seharusnya melindungi dan menyejahterahkan rakyat. "Bahkan di dalam Pasal 33 UUD 1945, negara dan atau pemerintah diminta dan dituntut menciptakan sebesar-besar kemakmuran bagi rakyat. Sementara pengenaan PPN jelas-jelas tidak kita inginkan," pungkasnya.

Sebagai informasi, dalam ketentuan draf RUU KUP, pemerintah akan menghapus dua dari empat kelompok barang yang saat ini bebas PPN. Pertama, hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk batu bara, dan barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. "Jenis barang yang tidak dikenai PPN yakni barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut (hasil pertambangan dan kebutuhan pokok) dihapus," tulis Pasal 4A ayat (2a) dan (2b) draf RUU KUP.

Sebagai informasi barang kebutuhan pokok yang bebas PPN saat ini seperti garam, beras, jagung, gabah, sagu, kedelai, telur, kedelai, hingga gula.***