PEKANBARU - Sempena Hut ke 62 Provinsi Riau, 12 tokoh dari 12 Kabupaten/Kota resmi mendapat gelar Pejuang Kemerdekaan.

Gelar Pejuang Kemerdekaan tersebut diumumkan langsung Ketua DPRD Riau, Septina Primawati Rusli, dalam Rapat Paripurna yang juga dihadiri Gubernur Riau Syamsuar dan sejumlah tokoh termasuk mantan Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman, Anggota DPR RI, Jhon Erizal dan Walikota Pekanbaru, Firdaus MT.

Piagam gelar Pejuang Kemerdekaan sendiri diserahkan langsung oleh Gubernur Riau, Syamsuar kepada perwakilan Ahli Waris, yang disaksikan pimpinan DPRD Provinsi Riau, dan Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Provinsi Riau.

Salah satu ahli waris penerima piagam Pejuang Kemerdekaan, Mursalim yang mewakili keluarga Kapten Mansyurdin mengaku bersyukur atas penghargaan tersebut.

Pasalnya kata Mursalim, nama Kapten Mansyurdin sudah sejak lama diusulkan menjadi pahlawan nasional Riau.

Berikut Ini sejarah singkat perjuangan Kapten Mansyurdin dari data Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Provinsi Riau serta cerita pihak Ahli Waris.

Kapten Mansyurdin adalah termasuk tokoh yang sangat dihormati dan disegani di negeri ini. Sang Kapten merupakan pria kelahiran Pariaman 10 Januari 1923 yang lahir dari pasangan Nurdin-Balun dan wafat pada 10 Juni 1960. Sepanjang hidupnya, ia abdikan untuk kemajuan dan perjuangan di Riau.

Perjuangan Menjelang dan Sesudah Proklamasi Kemerdekaan RI di Pekanbaru

Pada saat berita kekalahan Jepang yang menyerah tanpa syarat kepada sekutu tanggal 15 Agustus 1945 tersiar di daerah Riau pada akhir Agustus 1945, menimbulkan keraguan rakyat tentang siapa yang akan menggantikan pemerintahan Jepang, apakah Belanda atau Inggris. Sementara itu penduduk bangsa Cina (Kuo Min Tang) menganggap bahwa yang berhak menggantikan pemerintahan Jepang adalah bangsa Cina karena merupakan sekutu dari Negara yang menang perang.

Penduduk bangsa Cina di Pekanbaru mengibarkan bendera Kuo Min Tang di rumah-rumah, kapal-kapal, tongkang-tongkang milik Cina, serta kapal-kapal dan perahu-perahu milik Cina tidak mau lagi diperiksa oleh Duane atau Polisi, disamping itu juga tidak mau singgah di Siak dan kampung-kampung, akibatnya terputus hubungan satu kampung ke kampung yang lain.

Demikian juga, bekas tawanan Belanda yang berjumlah ratusan telah berubah dari tawanan menjadi tentara Belanda yang bersenjata lengkap, dan bahkan sudah menyatakan bahwa Belanda lah yang akan berkuasa di Indonesia.

Kapten Mansyurdin Membawa Salinan Pamflet Teks Proklamasi dari Bukit Tinggi

Dalam suasana yang tidak menentu dan tidak ada adanya kepastian tentang keberlangsungan pemerintahan pasca Jepang kalah perang ini, terjadi selama lebih kurang setengah bulan. Beberapa utusan sudah dikirim ke Bukit Tinggi (ibu kota Sumatera Tengah pada saat itu) untuk menemui Tokoh Pergerakan di Bukit Tinggi, tetapi kepastian yang diharapkan belum juga diperoleh.

Berita yang diterima oleh Kantor PTT Pekanbaru, juga bukan dalam bentuk Teks Proklamasi lengkap, tetapi hanya kabar bahwa Indonesia sudah merdeka. Barulah pada tanggal 29 Agustus 1945Mansyurdin yang merupakan bekas anggota Gyu Gun, datang ke Pekanbaru dengan membawa dua orang rekannya yakni, Nur Rauf dan Rajab untuk membawa Salinan Pamflet Teks Proklamasi yang ditanda tangani Soekarno-Hatta yang berhasil diperolehnya dari Bukit Tinggi.

Mansyurdin merupakan bekas anggota Gyu-Gun yang diperbantukan di Pekanbaru oleh Markas Besar BO-EI-SIREI-BU Sumatera di Bukit Tinggi. Daerah pengawasan Mansyurdin adalah antara Padang dan Singapore termasuk Pekanbaru.

Selanjutnya, sesampainya di Pekanbaru dini hari tanggal 30 Agustus 1945 Salinan Pamflet Teks Proklamasi langsung ditempelkan ke berbagai tempat sehingga pagi harinya masyarakat Pekanbaru gempar, ada yang percaya dan ada yang tidak. Untuk mempermudah aksinya tersebut, Mansyurdin berupaya memperbanyak teman disamping juga guna membantu mencari kain merah putih.

Namun pada waktu itu kain tersebut sulit didapat, sehingga ‘Sang Merah Putih’ gagal dinaikkan. Pihak Kepolisian (dipimpin KEISI KARIM) yang mengetahui aksi Mansyurdin dan kedua rekannya, lalu membaslah pamflet serta menangkap kedua rekan Mansyurdin. Namun pada hari itu juga mereka dilepas, dan diperintahkan segera kembali ke Bukit Tinggi.

Kapten Mansyurdin bersama rekan-rekannya Bermawi, Ali Rasyid, Bang Ali, Bongsu, dan lain-lain, membentuk gerakan pemuda pada tanggal 1 September 1945 yang oleh Mansyurdin diberi nama "Serikat Hantu Kubur".

Gerakan pemuda tersebut berupaya mengimbangi tindakan-tindakan Belanda dan kaki tangannya, serta mengumpulkan persenjataan sebanyak mungkin yang kemudian senjata-senjata tersebut digudangkan di rumah S.R.S Abbas.

Pada saat itu begitu banyaknya pihak-pihak yang ingin agar Belanda, Jepang, dan bahkan Cina dapat berkuasa di Indonesia setelah Jepang Kalah Perang. Gerakan "SERIKAT HANTU KUBUR" merupakan gerakan tersembunyi para pemuda dengan maksud memberikan ancaman bagi mereka yang membantu Belanda dan bangsa lainnya yang ingin berkuasa di Indonesia.

"SERIKAT HANTU KUBUR" juga pernah menumpas suatu gerakan perampok yang menamakan dirinya "BLACK CAT" yang ternyata suatu organisasi gelap yang diorganisir Belanda.

Sang Merah Putih Dinaikkan di Pekanbaru

Pada tanggal 12 September 1945, pemimpin-pemimpin rakyat beserta para pemuda, antara lain: Mansyurdin, Umar Usman, Dt.Mangku, Wan Abdurrachman, Hasan Basri, Basrul Jamal, Toha Hanafi, Bermawi, Amat Suka, Rd.Yusuf, Rd.Selamat, Agus Ramadan, Abu Bakar Abduh, menaikkan bendera merah putih secara resmi di Kantor Riau SYU TJO KAN (Residen Riau). Tindakan tersebut diambil alih oleh para pemuda, karena Instruksi Penaikan Bendera Merah Putih dari Gubernur Sumatera di Medan kepada Residen Riau pada waktu itu (AMINUDDIN) tidak ditanggapi, akibat sudah dipengaruhi Belanda.

Sebelumnya Sang Merah Putih pernah dinaikkan para pemuda di Kantor Riau SYU TJO KAN, tetapi tidak lama dapat berkibar karena kedatangan tentara Sekutu dari Singapore yang dipimpin Majoor Langly, yang memerintahkan Jepang untuk menurunkan Sang Merah Putih. Para pemuda pada awalnya akan menghantam tentara Jepang tersebut, namun dibatalkan dengan pertimbangan untuk menjadikan Jepang sebagai kawan dalam melawan Belanda/sekutu.

Baca Juga: Kapten Mansyurdin, Komandan Polisi Militer Pertama di Riau Hingga Kini Belum Masuk Daftar Pahlawan Nasional, Ini Kisah Perjuangannya (Bagian-1)

Pada tanggal 12 September 1945, pemimpin-pemimpin rakyat beserta para pemuda, antara lain: Mansyurdin, Umar Usman, Dt.Mangku, Wan Abdurrachman, Hasan Basri, Basrul Jamal, Toha Hanafi, Bermawi, Amat Suka, Rd.Yusuf, Rd.Selamat, Agus Ramadan, Abu Bakar Abduh, menaikkan bendera merah putih secara resmi di Kantor Riau SYU TJO KAN (Residen Riau).

Tindakan tersebut diambil alih oleh para pemuda, karena Instruksi Penaikan Bendera Merah Putih dari Gubernur Sumatera di Medan kepada Residen Riau pada waktu itu (AMINUDDIN) tidak ditanggapi, akibat sudah dipengaruhi Belanda.

Sebelumnya Sang Merah Putih pernah dinaikkan para pemuda di Kantor Riau SYU TJO KAN, tetapi tidak lama dapat berkibar karena kedatangan tentara Sekutu dari Singapore yang dipimpin Majoor Langly, yang memerintahkan Jepang untuk menurunkan Sang Merah Putih. Para pemuda pada awalnya akan menghantam tentara Jepang tersebut, namun dibatalkan dengan pertimbangan untuk menjadikan Jepang sebagai kawan dalam melawan Belanda/sekutu.

Mansyurdin dan Bermawi, serta beberapa orang pemuda mendatangi rumah Residen Aminuddin dan Keisi Karim (Komisaris) dengan maksud menanyakan pendiriannya terkait Kemerdekaan Indonesia.

Sebenarnya, pernah juga beberapa pemimpin rakyat mendatangi mereka, akan tetapi tidak ditanggapi, akibat pengaruh dari pihak Belanda yang sering mendatangi rumah mereka.

Akibat desakan dari Mansyurdin, Bermawi, dan para pemuda, akhirnya Aminuddin melarikan diri masuk kamp Sekutu, sedangkan Keisi Karim diperintahkan meninggalkan Riau sesegera mungkin.

Baca Juga: Imbangi Gerakan Belanda di Riau, Kapten Mansyurdin Bentuk Serikat 'Hantu Kubur' dan Kibarkan Merah Putih di Pekanbaru (Bagian-2)

Mansyurdin Diangkat Sebagai Wakil Komandan Barisan Kemanan Rakyat (BKR)

Setelah pengibaran bendera merah putih di Pekanbaru, Aparat Pemerintahan, Barisan Keamanan Rakyat (BKR), Organisasi Pemuda, dan lain-lain mulai disusun, dan disebarkan ke seluruh Riau.

Saat itu Abd.Malik diangkat sebagai Residen Riau pada tanggal 14 September 1945, sementara Hasan Basri diangkat sebagai Komandan Barisan Keamanan Rakyat (BKR), dan Mansyurdin diangkat sebagai Wakil Komandan Barisan Keamanan Rakyat (BKR).

Sang Saka Merah Putih Kembali Dikibarkan "Serikat Hantu Kubur" di Pekanbaru, Usai Diturunkan Jepang

"Serikat Hantu Kunur" yang dikomandoi Mansyurdin, kembali menaikkan bendera sang Saka Merah Putih yang sudah diturunkan Tentara Jepang di Kantor Riau Syu Tjo Kan.

Saat itu, 'Sang Merah Putih' yang sudah berkibar di Kantor Syu Tjo Kan  sejak tanggal 1 September 1945, tiba-tiba diturunkan kembali oleh Tentara Jepang.

Mansyurdin bersama 4 orang rekan-rekannya, yakni  Bermawi, Miswan, Abdullah Rukun dan Adjo Udin lalu bertindak. Pada malam harinya dengan sembunyi-sembunyi dan merangkak, mereka menaikkan kembali Sang Merah Putih di Kantor Riau Syu Tju Kan yang sedang dikawal tentara Jepang.

Barangkali Tentara Jepang yang mengawal ketiduran, atau tidak melihat akibat malam yang sangat gelap, aksi tersebut tidak diketahui mereka. Pada tiang bendera itupun ditulis kalimat yang berbunyi "AWAS SIAPA YANG MENURUNKAN MAUT", di bawah kalimat itu juga ditulis "SERIKAT HANTU KUBUR".

Kemudian, pada posisi paling atas dibuat gambar tengkorak dan kalimat-kalimat yang ditulis Albanik. Dan ternyata upaya Mansyurdin tidak sia-sia. Para tentara Jepang tidak mau lagi menurunkn bendera itu.

Maka, berkibarlah terus Sang Merah Putih di Kantor Syu Tjo Kan yang akhirnya dinamakan Kantor Residen RI Riau.

Sang Merah Putih yang dinaikkan oleh Mansyurdin dan rekan-rekannya pada tengah malam buta itu, merupakan pemberian Toha Hanafi kepada "Serikat Hantu Kubur".

Baca Juga: 14 September 1945, Kapten Mansyurdin Diangkat sebagai Wakil Komandan BKR di Riau (bagian-3)

Pada tanggal 12 September 1945, pemimpin-pemimpin rakyat beserta para pemuda, antara lain: Mansyurdin, Umar Usman, Dt.Mangku, Wan Abdurrachman, Hasan Basri, Basrul Jamal, Toha Hanafi, Bermawi, Amat Suka, Rd.Yusuf, Rd.Selamat, Agus Ramadan, Abu Bakar Abduh, menaikkan bendera merah putih secara resmi di Kantor Riau SYU TJO KAN (Residen Riau).

Tindakan tersebut diambil alih oleh para pemuda, karena Instruksi Penaikan Bendera Merah Putih dari Gubernur Sumatera di Medan kepada Residen Riau pada waktu itu (AMINUDDIN) tidak ditanggapi, akibat sudah dipengaruhi Belanda.

Sebelumnya Sang Merah Putih pernah dinaikkan para pemuda di Kantor Riau SYU TJO KAN, tetapi tidak lama dapat berkibar karena kedatangan tentara Sekutu dari Singapore yang dipimpin Majoor Langly, yang memerintahkan Jepang untuk menurunkan Sang Merah Putih. Para pemuda pada awalnya akan menghantam tentara Jepang tersebut, namun dibatalkan dengan pertimbangan untuk menjadikan Jepang sebagai kawan dalam melawan Belanda/sekutu.

Mansyurdin dan Bermawi, serta beberapa orang pemuda mendatangi rumah Residen Aminuddin dan Keisi Karim (Komisaris) dengan maksud menanyakan pendiriannya terkait Kemerdekaan Indonesia.

"Serikat Hantu Kubur" yang dikomandoi Mansyurdin, kembali menaikkan bendera sang Saka Merah Putih yang sudah diturunkan Tentara Jepang di Kantor Riau Syu Tjo Kan. Saat itu, 'Sang Merah Putih' yang sudah berkibar di Kantor Syu Tjo Kan  sejak tanggal 1 September 1945, tiba-tiba diturunkan kembali oleh Tentara Jepang.

Mansyurdin bersama 4 orang rekan-rekannya, yakni  Bermawi, Miswan, Abdullah Rukun dan Adjo Udin lalu bertindak. Pada malam harinya dengan sembunyi-sembunyi dan merangkak, mereka menaikkan kembali Sang Merah Putih di Kantor Riau Syu Tju Kan yang sedang dikawal tentara Jepang.

Barangkali Tentara Jepang yang mengawal ketiduran, atau tidak melihat akibat malam yang sangat gelap, aksi tersebut tidak diketahui mereka. Pada tiang bendera itupun ditulis kalimat yang berbunyi "AWAS SIAPA YANG MENURUNKAN MAUT", di bawah kalimat itu juga ditulis "SERIKAT HANTU KUBUR".

Kemudian, pada posisi paling atas dibuat gambar tengkorak dan kalimat-kalimat yang ditulis Albanik. Dan ternyata upaya Mansyurdin tidak sia-sia. Para tentara Jepang tidak mau lagi menurunkn bendera itu.

Maka, berkibarlah terus Sang Merah Putih di Kantor Syu Tjo Kan yang akhirnya dinamakan Kantor Residen RI Riau. Sang Merah Putih yang dinaikkan oleh Mansyurdin dan rekan-rekannya pada tengah malam buta itu, merupakan pemberian Toha Hanafi kepada "Serikat Hantu Kubur".

Kapten Mansyurdin, Bermawi dan Bongsu Ditangkap dan Diancam Hukuman Tembak oleh Sekutu.

Tepat pada tanggal 25 September 1945 atas permintaan Sekutu pada Residen Riau, maka Mansyurdin, Bermawi, dan Bongsu dibawa ke Markas Sekutu dengan alasan untuk melakukan perundingan.

Kepergian Mansyurdin dkk, didampingi  oleh Residen Malik, Ketua KNI (Komite Nasional Indonesia) RD Jusuf, Agus Ramadan, dan Saiman Djamian sebagai Juru Bahasa.

Ternyata, kedatangan mereka sudah ditunggu oleh seorang Kolonel  Jepang, yaitu Kepala Staf  tentara Jepang seluruh Riau, serta tentara Jepang dari wilayah lainnya.

Setelah terjadi tanya jawab tentang keamanan di Riau, Jepang memutuskan untuk menahan Mansyurdin beserta Bermawi dan Bongsu.

Akan tetapi Residen Malik beserta delegasi tidak menerima keputusan itu. Akhirnya, Kolonel Jepang tersebut mengambil jalan tengah, dimana Mansyurdin dan dua rekannya diserahkan kepada Kompetei (Polisi Militer Jepang) kala itu.

Kepada para delegasi, Kolonel Jepang membisikkan, bahwa Mansyurdin dan 2 rekannya akan dihukum tembak oleh Sekutu dengan tuduhan mengacau keamanan dan lubang kuburan sudah disediakan.

Dan Jepang berjanji lagi kepada delegasi, bahwa Mansyurdin beserta 2 rekannya tersebut akan diselamatkan sebisa mungkin.

Kapten Mansyurdin, Bermawi dan Bongsu Diadili Jepang di Pekanbaru

Sehari setelah penangkapan, yakni pada tanggal 26 September 1945, Sekutu memerintahkan Pengadilan Jepang untuk mengadili Mansyurdin dan 2 rekannya, yakni Bermawi dan Bongsu.

Situasi di dalam dan luar Pengadilan sangat tegang, Kompetei mengawal dengan senjata berat di sekeliling Pengadilan, saat rakyat ramai berdatangan.

Saat itu, Mansyurdin dan 2 rekannya didampingi oleh Residen Malik, Ketua KNI Rd. Jusuf, Arifin Achmad (Mantan Gubernur Riau), Toha Hanafi, Dalian Sagala, Agus Ramadan, dan lain-lain.

Pengadilan saat itu menuduh Mansyurdin dkk sebagai pengacau keamanan, pembunuh, perampok, dan berbagai tudingan lainnya.

Saat itu, pengadilan memutuskan, mengadili Mansyurdin dkk selama 8 tahun penjara. Namun pada akhirnya, setelah memperoleh pembelaan dari teman-temannya, hukuman diturunkan menjadi 4 tahun penjara dan dikirim ke Bukit Tinggi dengan pengawalan ketat dari Kompetei (Polisi Militer Jepang).

Dalam perjalanan menuju ke Bukit Tinggi, Mansyurdin dan 2 rekannya diiringi terus oleh Residen Malik, Ketua KNI Rd Jusuf, Agus Ramadan, dan lain-lain. Mereka dimasukkan kedalam penjara di Jalan Paseban.

Sehari setelah penangkapan, yakni pada tanggal 26 September 1945, Sekutu memerintahkan Pengadilan Jepang untuk mengadili Mansyurdin dan 2 rekannya, yakni Bermawi dan Bongsu.

Baca Juga: Sekutu Ancam Hukuman Tembak, Kapten Mansyurdin Diadili Jepang dan Dijebloskan ke Penjara di Bukittinggi (bagian-4)

Situasi di dalam dan luar Pengadilan sangat tegang, Kompetei mengawal dengan senjata berat di sekeliling Pengadilan, saat rakyat ramai sudah ramai berkumpul di luar Pengadilan.

Di dalam pengadilan, Mansyurdin dan 2 rekannya didampingi oleh Residen Malik, Ketua KNI Rd. Jusuf, Arifin Achmad (Mantan Gubernur Riau), Toha Hanafi, Dalian Sagala, Agus Ramadan, dan lain-lain.

Pengadilan saat itu menuduh Mansyurdin dkk sebagai pengacau keamanan, pembunuh, perampok, dan berbagai tudingan lainnya.

Pengadilan Jepang memutuskan untuk menahan Mansyurdin dkk selama 8 tahun penjara. Namun pada akhirnya, setelah memperoleh pembelaan dari teman-temannya, hukuman diturunkan menjadi 4 tahun penjara dan dikirim ke Bukit Tinggi dengan pengawalan ketat dari Kompetei (Polisi Militer Jepang).

Dalam perjalanan menuju ke Bukit Tinggi, Mansyurdin dan 2 rekannya diiringi terus oleh Residen Malik, Ketua KNI Rd Jusuf, Dalian Sagala, Agus Ramadan, dan lain-lain. Mereka dimasukkan kedalam penjara di Jalan Paseban Bukittinggi.

Setelah Kapten Mansyurdin Dkk ditahan tentara Jepang, di Bukittinggi, Residen Malik lalu menghubungi Pemimpin-pemimpin setempat, seperti Dr. Djamil, St. Moh. Djosen, Dahlan Djambek, Mr. Zainal Zeinur.

Atas desakan pemimpin-pemimpin setempat kepada Jepang, akhirnya Mansyurdin dan 2 rekannya dibebaskan. Namun bukan berarti bebas begitu saja, Jepang tetap meminta syarat, agar kapten mansyurdin tidak lagi kembali ke Riau.

Mountbatten Hotel diserbu, Tentara Sekutu Angkat Kaki dari Pekanbaru

Meskipun telah dibebaskan dengan syarat oleh Tentara Jepang, namun Mansyurdin bersama Bermawi dan Bongsu tetap kembali ke Pekanbaru secara diam-diam.

Setibanya Kapten Mansyurdin Dkk di Pekanbaru, lalu diadakan pertemuan dengan beberapa pemuka masyarakat serta para pemuda. Atas saran dari Hasan Basri, maka para pemuda dan masyarakat dikumpulkan untuk menyerang Mountbatten Hotel yang merupakan Markas Tentara Sekutu.

Dalam penyerangan tersebut Mansyurdin bersama Bermawi, Toha Hanafi, Umar Usman, dan Tugimin dengan pasukan polisi yang bersenjata lengkap, serta ratusan pemuda bagi-bagi tugas.

Tugimin dan pasukan Kepolisiannya serta Umar Usman naik ke tingkat atas, sedangkan Mansyurdin dan sebagian yang lain menghadapi Jepang pada tingkat bawah.

Setelah dilakukan penyerbuan, Sekutu tidak dapat berbuat apa-apa, bahkan 1 peluru pun tidak ada yang yang meletus dari senjata mereka.

Akhirnya Sekutu berjanji akan meninggalkan Pekanbaru dalam beberapa hari ke depan, dan untuk penyelesaian pemberangkatan Jepang, diserahkan kepada Pemerintah RI, yang disanggupi oleh Umar Usman.

Dalam penyerbuan ke Hotel Mountbatten ini, banyak juga dokumen Sekutu yang jatuh ke tangan Mansyurdin dan kawan-kawan, salah satu diantaranya adalah dokumen tentang rencana sekutu yang hendak memisahkan Pulau Sumatera, yakni memutuskan hubungan antara Utara dengan Selatan, dan memblokir hubungan dengan Singapore. Sekutu juga berencana akan menduduki Pekanbaru, Bukit Tinggi, dan Padang, serta Kepulauan Riau. Akhirnya, rencana Sekutu tidak dapat terlaksana, dan bahkan terpaksa angkat kaki dari Pekanbaru. 

Mansyurdin Diangkat Sebagai Wakil Komandan Barisan Kemanan Rakyat (BKR)

Setelah pengibaran bendera merah putih di Pekanbaru, Aparat Pemerintahan, Barisan Keamanan Rakyat (BKR), Organisasi Pemuda, dan lain-lain mulai disusun, dan disebarkan ke seluruh Riau.

Saat itu Abd.Malik diangkat sebagai Residen Riau pada tanggal 14 September 1945, sementara Hasan Basri diangkat sebagai Komandan Barisan Keamanan Rakyat (BKR), dan Mansyurdin diangkat sebagai Wakil Komandan Barisan Keamanan Rakyat (BKR).

Baca Juga: Kapten Mansyurdin Dibebaskan Jepang, Asal Tak Kembali ke Riau

Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang telah dibentuk Hasan Basri, diubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan TRI (Tentara Republik Indonesia).

Saat itu, Hasan Basri menjabat sebagai Komandan TRI dengan Pangkat Letnan Kolonel.

Baca Juga: Kapten Mansyurdin Dipenjara di Bukittingi

Sedangkan Mansyurdin, yang saat itu bersama rekan-rekanya membentuk 'Serikat Hantu Kubur' diberi amanah guna membentuk 'Polisi Tentara' seluruh Riau dengan Pangkat Kapten.

Sementara itu, 'Serikat Hantu Kubur' bentukan Kapten Mansyurdin akhirnya resmi dibubarkan setelah dibentuk Polisi Tentara Seluruh Riau.

Baca Juga: Kapten Mansyurdin Diangkat sebagai Wakil Komandan BKR

Pemerintah RI Daerah Riau Resmi Pulangkan Jepang dengan Damai dari Kota Pekanbaru

Memulangkan para Tentara Jepang ke negaranya, Pemerintah RI Daerah Riau tidak perlu berdarah-darah atau menghilangkan nyawa masyarakat Riau.

Dalam menghadapi Jepang, Pemerintah RI Daerah Riau saat itu, memiliki taktik tersendiri. Dimana pemerintah dan masyarakat tidak menunjukkan sikap permusuhan.

Baca Juga: Kapten Mansyurdin Bentuk Serikat Hantu Kubur

Bahkan sebaliknya, Pemerintah RI Daerah Riau membentuk sebuah wadah yang diberi nama 'Badan Penghubung Indonesia Jepang'. yang saat itu diketuai oleh Wakil Residen Riau BA Muchtar.

Dengan adanya Badan Penghubung Indonesia Jepang itu, Jepang pun mau memberikan peralatan termasuk senjata kepada para pemuda di Riau.

Baca Juga: Kapten Mansyurdin, Komandan Polisi Milter Pertama di Riau

Meskipun saat itu tentara Sekutu memerintahkan Jepang untuk menghancurkan alat perlengkapan seperti senjata, motor, dan lain-lain agar tidak jatuh ke tangan Indonesia, namun Jepang ternyata mencari jalan lain untuk membantu Indonesia dengan cara sembunyi-sembunyi.

Saat itu, Jepang hanya merusak alat perlengkapan yang dianggap tidak penting, dan yang dapat diperbaiki kembali.

Baca Juga: Kapten Mansyurdin, Pengibar Bendera Merah Putih Pertama di Riau

Dan sebagian dari perlengkapan itu memang benar-benar dihancurkan, guna pertanggungjawaban Jepang kepada Sekutu.

Akhirnya Pemerintah RI Daerah Riau memberangkatan Jepang secara bertahap dengan aman dan tenteram meninggalkan 'bumi lancang kuning'.

Riau yang mendapat kepercayaan dari Sekutu, dalam acara pemberangkatan Jepang ke negaranya berjalan aman, damai dan tanpa ada insiden yang berarti.

Setelah Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang dibentuk Hasan Basri, diubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan TRI (Tentara Republik Indonesia). Mansyurdin, yang saat itu bersama rekan-rekanya membentuk 'Serikat Hantu Kubur' diberi amanah guna membentuk 'Polisi Tentara' seluruh Riau dengan Pangkat Kapten.

Baca Juga: Kapten Mansyurdin Diangkat sebagai Wakil Komandan BKR

Sementara itu, 'Serikat Hantu Kubur' bentukan Kapten Mansyurdin akhirnya resmi dibubarkan setelah dibentuk Polisi Tentara Seluruh Riau.

Setelah Polisi Tentara Seluruh Riau terbentuk. Kapten Mansyurdin dan kawan-kawan pun membantu Pemerintah Republik Indonesia Daerah Riau, dalam proses pemulangan para tentara Jepang ke negeri asalnya.

Proses pemulangan berjalan damai dan lancar serta tanpa peperangan.

Baca Juga: Kapten Mansyurdin Bentuk Serikat Hantu Kubur

Namun setelah Jepang kembali ke negerinya. Tentara Belanda saat itu kembali melakukan penjajahan atau yang disebut dengan Agresi II ke Indonesia.

Agresi Belanda II juga terjadi di Provinsi Riau. Pada peristiwa itu, Kapten Mansyurdin juga turut berjuang membela tanah air.

Kapten Mansyurdin bergerilya masuk hutan bersama dengan Pemerintah RI sampai Penyerahan Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dan menjelang PRRI akan diproklamirkan oleh Komplotan Hussein/Dahlan Djambek/Simbolon, Kapten Mansyurdin diminta bantuan oleh Pemerintah Pusat melalui Letnan Kolonel ABD. Halim (ALENG) yang sengaja datang dari Jakarta, untuk berangkat ke Pekanbaru guna memberikan kesadaran kepada putra-putra Riau dan masyarakat setempat, agar jangan menyeleweng dari cita-cita Proklamasi Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.

Baca Juga: Kapten Mansyurdin, Komandan Polisi Milter Pertama di Riau

Tugas tersebut dilaksanakan Mansyurdin dengan sebaik-baiknya, dan saat itu, terbukti puta-putra Riau tidak ikut campur dalam penyelewengan, kecuali beberapa orang saja.

Selanjutnya, beberapa waktu sebelum APRI mendarat, Kapten Mansyurdin sempat akan ditangkap oleh PRRI.

Tetapi Kapten Mansyurdin dapat meloloskan diri ke Jakarta untuk bergabung dengan Saudara Letnan Kolonel ABD. Halim (ALENG).

Baca Juga: Kapten Mansyurdin, Pengibar Bendera Merah Putih Pertama di Riau

Setelah kondisi Pemerintahan dan masyarakat aman, Kapten Mansyurdin pun Mengundurkan diri dari Tentara Rebuplik Indonesia (TRI) dan pindah ke Medan Sumatera Utara, berkumpul dengan keluarga tepatnya pada tanggal 17 Desember 1958.

Itulah 8 bagian kisah Kapten Mansyurdin, yang berhasil dihimpun GoNews.co bertepatan dengan peringatan HUT RI ke 73.

Kisah ini diceritakan kembali oleh Hj Murida Mansyurdin pada 17 Mei 2017 di Pekanbaru, Riau.

Adapun sumber referensinya adalah:

1. Buku Sejarah Riau

Oleh: Tim Penyusun dan Penulisan Sejarah Riau UNRI. Editor: Drs. Muchtar Lutfi, Drs. Suwardi MS, Drs. Anwar Syair, Drs. Umar Amin. Pelindung/Penasehat : Arifin Achmad. Percetakan Riau – Pekanbaru 1977

2. Catatan Perjuangan.

Kapten PT. (CPM) Mansyurdin Menjelang dan Sesudah Proklamasi Kemerdekaan RI – Di Pekanbaru Anggota Veteran Gol. A NPV. 17511/F Komandan PT (CPM) Pertama di Provinsi Riau. Ditulis pada Tahun 1958.***