NAMA Ustadz Syahrul Aidi Maazat (SAM) tiba-tiba meroket dan menjadi tumpuan harapan bagi Provinsi Riau akhir-akhir ini. Bagaimana tidak, politisi muda Partai Keadilan Sejahtera (PKS) asal Kabupaten Kampar ini adalah Anggota DPR RI yang ditugaskan Fraksinya di Komisi V, salah satu Komisi Elite dari 11 Komisi di Senayan yang membidangi Infrastruktur, Transportasi, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika serta Pencarian dan Pertolongan.

Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap 12 orang Anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Riau lain, yang tentunya juga berjuang di Senayan untuk kemaslahatan Riau 5 tahun ke depan sesuai dengan bidang tugasnya, maka peran SAM di Komisi V akan memberi energi baru untuk Bumi Lancang Kuning, yang harus diakui sangat miskin terutama dari kecukupan penyediaan infrastruktur, sarana transportasi, serta minimnya Desa Mandiri. Disamping itu, barangkali juga menjadi nasib Provinsi Riau, sudah berbilang periode Wakil Rakyat Dapil Riau di DPR RI tidak pernah ditugaskan oleh Fraksinya di Komisi V, sehingga alokasi dana APBN dari tahun ke tahun untuk infrastuktur sangat minim, jauh dari yang dibutuhkan. Adapun Kementerian/Lembaga yang menjadi mitra Komisi V adalah: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, Kementerian Desa Pembangunan DaerahTertinggal dan Transmigrasi, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BASARNAS).

Sejak dilantik dan diambil sumpah pada tanggal 1 Oktober 2019, kiprah Ustadz SAM mulai dirasakan oleh masyarakat Riau. Ustadz yang penuh kelembutan ini ternyata bisa tegas dan garang memperjuangkan nasib Riau pada Rapat Kerja dengan Mitra Komisi V. Ustadz SAM juga sudah memfasilitasi pertemuan antara Pemerintah Provinsi Riau dengan Komisi V DPR RI, baik pada saat Komisi V mengadakan reses ke Provinsi Riau, maupun pertemuan Pemerintah Provinsi Riau dengan Komisi V di Gedung DPR RI Senayan, pada tanggal 9 Juli 2020 yang lalu dan terakhir pertemuan Ustadz SAM dengan Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Kabupaten/Kota se Provinsi Riau di Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau pada tanggal 21 Juli 2020.

Permasalahan Infrastruktur di Provinsi Riau

Tidak dapat dibantah bahwa Infrastruktur merupakan kunci keberhasilan bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Di sisi lain, Infrastruktur selalu menjadi permasalahan klasik dan utama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia dan juga Provinsi Riau. Kondisi geografis daerah merupakan salah satu faktor penyebab lambannya Pemerintah untuk menyediakan infrastruktur yang layak bagi masyarakat, dan kondisi ini diperparah lagi dengan “tergesernya alokasi dana” untuk pembangunan infrastruktur pada Tahun 2020, akibat Dampak Covid19. Pendanaan APBN dan sumber-sumber pendanaan lainnya tentunya sangat dibutuhkan bagi keberlanjutan pembangunan di Provinsi Riau dalam 5 tahun ke depan. Di samping mengejar pencapaian target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2019-2024, secara paralel Pemerintah Provinsi Riau juga sekaligus mengejar pencapian Visi dan Misi masyarakat Riau pada Tahun 2025 yang telah dituangkan di dalam Peraturan Daerah No.: 12 Tahun 2017 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Riau 2025-2025.

Potret infrastruktur jalan di Provinsi Riau saat ini sangat memprihatinkan. Indeks kemantapan jalan Provinsi Riau berada di posisi ke-19 se-Indonesia dan posisi ke-7 di Pulau Sumatera (Sumber : BPIW Kementerian PU, 2018). Dari 1.336,61 Km Jalan Nasional di Provinsi Riau, hanya 748,90 Km (56,03%) berada dalam kondisi Baik, apatah lagi jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten/Kota, yang jauh lebih memprihatinkan kondisinya. Belum lagi kondisi jembatan yang kondisinya juga banyak yang rusak dan membahayakan pengguna jalan. Untuk pelabuhan penyeberangan (Ro-Ro), dari 8 Pelabuhan Ro-Ro, hanya 6 pelabuhan yang berfungsi (dengan kondisi sedang hingga rusak berat). Selanjutnya, dari 3 pelabuhan utama di Provinsi Riau yang berfungsi sebagai Pintu Gerbang Utama Riau (Dumai, Buton dan Kuala Enok), hanya pelabuhan Dumai yang berfungsi, sementara Pelabuhan Buton belum berfungsi optimal akibat akses jalan Nasional menuju pelabuhan belum sepenuhnya memenuhi standar Jalan Nasional, serta belum beroperasinya Kawasan Industri Buton. Adapun Pelabuhan Kuala Enok, kendalanya juga pada jalan akses yang merupakan Jalan Nasional dan Kawasan Industri yang belum ada. Untuk pelabuhan pengumpul, pelabuhan pengumpan regional dan pelabuhan pengumpan lokal, meskipun sudah berfungsi, namun kondisi pelabuhan dan bangunan sisi daratnya juga sangat memprihatinkan.

Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II, yang notabene kondisinya berada di dalam Kota Pekanbaru, juga perlu mulai direncanakan untuk direlokasi untuk jangka panjang. Semangat untuk merelokasi Bandara ini lebih kepada faktor keselamatan operasi penerbangan dan masyarakat yang berada di sekitar Bandara. Kalau ditinjau dari aspek pelayanan dan business plan, maka sesuai dengan Master Plan yang disusun oleh Kementerian Perhubungan, ultimate akan dicapai pada Tahun 2035, di saat jumlah penumpang lebih dari 9 juta orang per tahun. Untuk mengoptimalkan operasional Bandara SSK II, maka atas usulan Pemerintah Provinsi Riau, pada Tahun 2017-2018 landasan pacu (runway) sudah diperpanjang oleh PT. Angkasa Pura dari 2.240 x 45 m2 menjadi 2.600 x 45 m2.

Permasalahan infrastruktur lain yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Riau adalah: terbatasnya akses air bersih dan air minum yang berasal dari air leding/perpipaan; masih rendahnya kualitas dan kuantitas Jaringan Irigasi untuk mendukung produktivitas lahan pertanian, rendahnya tingkat kepemilikan rumah layak huni bagi rumah tangga miskin, belum optimalnya penanganan kawasan dan rendahnya cakupan pelayanan infrastruktur sanitasi permukiman (limbah, sampah dan drianase). Sedangkan di Bidang Energi, rasio elektrifikasi yang belum 100% dan rendahnya persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap layanan sumber air minum baru (PDAM dan Non PDAM) serta abrasi pantai dan sungai.

Harapan Riau ke Ustadz SAM

Mencermati miskinnya Provinsi Riau untuk pemenuhan penyediaan infrastruktur, maka Pemerintah Provinsi Riau telah menyampaikan berbagai usulan pembangunan infrastruktur yang akan didanai melalui APBN Tahun 2021 – 2024. Beberapa usulan yang disampaikan ke Komisi V DPR RI antara lain: (1) Pembangunan dan Peningkatan Jalan/Jembatan pada ruas Jalan Nasional, terutama ruas Jalan Nasional Strategis dan Jalan Nasional menuju Pelabuhan Utama dan Kawasan Industri; (2) Pembangunan dan Pengembangan Pelabuhan Penyeberangan Ro-Ro penghubung antar pulau; (3) Pembangunan Pengaman Tebing Pantai dan Sungai; (4) Pengusulan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Jalan/Jembatan dan Irigasi; (5) Pengusulan Jalan Provinsi menjadi ruas Jalan Nasional; serta usulan lain seperti PDAM Regional, TPS Regional, Pembangunan Rumah Layak Huni, Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih, Penanganan Kawasan Kumuh Perkotaan dan Pedesaan, Infrastruktur Sanitasi, serta peningkatan Rasio Elektrifikasi, terutama di kawasan pedesaan. Tentunya tidak mudah bagi Ustadz SAM seorang diri untuk memperjuangkan pemenuhan kebutuhan infrastruktur melalui APBN di Provinsi Riau, ditengah Wabah Pandemi Covid19 ini.

Hampir seluruh Kementerian/Lembaga (K/L), termasuk K/L yang menjadi mitra Komisi V DPR RI melakukan rasionalisasi dalam rangka Refocussing Anggaran untuk penanganan Covid19, yang entah kapan berakhir. Untuk memperjuangkan alokasi APBN khususnya di Bidang Infrastruktur, Ustadz SAM perlu dibekali dengan data dan perencanaan teknis yang akurat, dana pendamping dari APBD untuk Feasibility Study (FS) dan Detail Engineering Design (DED), justifikasi usulan yang memenuhi readiness criteria APBN. Di samping itu, Perangkat Daerah juga perlu menindaklanjutinya dengan intensif ke Kementerian/Lembaga teknis terkait, sampai ke level perancang teknis di Kementerian/Lembaga, melakukan Koordinasi yang intensif dengan Kantor Sekretariat Presiden (KSP), Kementerian Keuangan dan Bappenas. Khusus untuk Relokasi Bandara SSK II, walaupun hal tersebut merupakan Program Jangka Panjang, hal terpenting menurut saya yang harus dilakukan adalah melakukan Relocation Study, bukan Feasibility Study, karena FS sudah pernah dilakukan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Riau. Berdasarkan lokasi terpilih, maka selanjutnya Pemerintah Kabupaten/Kota dimana Bandara tersebut akan dipindahkan, berkewajiban membebaskan lahan untuk Pembangunan Bandara Baru. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Adapun terkait dengan sumber pendanaan untuk infrastruktur, dengan terbatasnya alokasi anggaran di Kementerian/Lembaga terkait, maka perlu diupayakan berbagai Budget Scheme lain seperti Public Private Partnership (PPP), Pembiayaan Investasi Non Angggaran Pemerintah (PINA), Availibility Payment (AP) dan SUKUK. Banyak daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Indonesia dalam 4 tahun terakhir sangat tertarik dengan skema ini. Hal ini terjadi karena Pemerintah Daerah memahami bahwa keterbatasan anggaran APBD tak dapat lagi ditutup dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Akhirul Kalam, perjuangan Ustadz SAM juga perlu mendapat dukungan dari DPRD Riau, Tokoh Masyarakat, Lembaga Adat, Insan Pers, Persatuan Masyarakat Riau di Jakarta (PMRJ) dan Private Sector. Selamat Berkarya Ustadz SAM, InshaAllah kerja keras dan ikhlas untuk Riau akan mendapat Ridho dan Berkah dari Allah SWT. ***