JAKARTA – Kabar duka datang dari keluarga besar Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta dan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Rektor IIQ yang juga guru besar UIN Jakarta Prof. Dr. Huzaemah Tahido Yanggo meninggal dunia pada Jumat pagi (23/7/2021) sekitar pukul 06.10 WIB di RSUD Serang, Banten pada usia 74 tahun.

Kepergian Prof Huzaemah menjadi duka bagi para kerabatnya. Tak terkecuali bagi Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid. Gus Jazil–sapaan akrab Jazilul Fawaid– mengaku sangat kehilangan atas wafatnya sang ulama perempuan teladan. "Kami menyampaikan duka cita yang mendalam atas wafatnya Rektor Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta, Guru Besar Bidang Fikih Perbandingan Madzhab yang aktif di bidang akademis dan sosial keagamaan, serta pernah menjadi ketua Komisi Fatwa MUI," ujar Gus Jazil.

Gus Jazil yang memiliki kedekatan hubungan dengan almarhumah mengatakan, Prof Huzaemah patut menjadi teladan bagi para ulama, lebih khusus ulama perempuan di Indonesia. "Hemat kami, Beliau patut menjadi teladan bagi ulama perempuan Indonesia. Beliau orang mulia, meninggal pada hari yang mulia, hari Jumat, 23 Juli 2021 bertepatan dengan bertepatan dengan 13 Dzulhijjah 1442 H," tutur Gus Jazil yang juga pernah mengenyam pendidikan Magister di IIQ Jakarta Jurusan Studi Ulumul Qur'an dan Ulumul Hadits.

"Secara pribadi, saya dekat sekali dengan beliau. Mengenal kebaikan dan kedalaman ilmunya, sejak beliau menjadi dosen pembimbing tesis saya pada Program Magister IIQ Jakarta, sekaligus menjadi penasehat Nusantara Mengaji," tutur Koordinator Nasional Nusantara Mengaji ini.

Prof Huzaemah lahir di Donggala, Sulawesi Tengah, 30 Desember 1946. Ia merupakan pakar fikih perbandingan mazhab asal Indonesia. Huzaemah adalah perempuan Indonesia pertama yang mendapatkan gelar doktor dari Universitas Al-Azhar, Mesir dan dengan predikat cum laude. Selain sebagai guru besar di UIN Syarif Hidayatullah dan rektor IIQ, Jakarta, Prof Huzaemah juga aktif menjadi anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI). Beliaun pernah menjadi anggota Komisi Fatwa MUI sejak 1987 dan anggota Dewan Syariah Nasional MUI sejak 1997 dan 2000.

Huzaemah juga pernah menjabat sebagai ketua bidang Fatwa MUI. Pada 2000, beliau diangkat menjadi Ketua MUI Pusat Bidang Pengajian dan Pengembangan Sosial. Beberapa buku yang ditulisnya antara lain adalah ”Pengantar Perbandingan Mazhab” (2003), 'Masail Fiqhiyah: Kajian Hukum Islam Kontemporer' (2005), dan 'Fikih Perempuan Kontemporer' (2010).

Secara khusus, Prof Huzaemah juga menyoroti peran perempuan di sektor publik yang harus dilakukan secara seimbang dengan tidak meninggalkan peran domestiknya. Menurut Huzaemah, Islam memberi ruang pada perempuan untuk ikut berkontribusi dalam menyejahterakan keluarga. Peran publik ini, dalam pandangannya, dapat dilakukan oleh perempuan selama dia bekerja sesuai kodrat keperempuanannya, tidak meninggalkan pekerjaan domestik, dan tetap memegang aturan agama. Karena pandangannya tersebut, Huzaemah disebut berdiri di atas dua kaki. Ia seorang perempuan modernis yang memegang nilai-nilai modern dan di saat yang sama adalah tradisionalis.

Berbagai penghargaan dia terima semasa hidupnya. Di antaranya Penghargaan “Kepemimpinan dan Manajemen Peningkatan Peranan Wanita” dari Menteri Negara Peranan Wanita RI (1999), Penghargaan Eramuslim Global Media atas kepedulian terhadap ilmu Syariah sebagai pakar fikih perempuan (2007), Satya Lencana Wira Karya dari Presiden RI atas jasa sebagaianggota Tim Penyempurnaan Tafsir al-Qur’an Departemen Agama RI (2007), Penghargaan Women Award atas dedikasi, inovasi dan prestasinya dalam mewujudkan hak-hak perempuan dan anak dari rektor UIN Jakarta (2015), dan Lencana Karya Satya 30 Tahun (2016). "Selamat jalan Ibu dalam damai dan ridha-Nya. Prestasi, dedikasi dan keteladanmu akan menjadi inspirasi bagi perempuan Indonesia. Insyallah husnul khotimah dan menjadi ahli surga," pungkas Gus Jazil.***