JAKARTA - Para Jenderal TNI-Polri yang tergabung dalam Front Kedaulatan Bangsa siap turun ke jalan bersama rakyat, untuk memperjuangkan kedaulatannya yang dicurangi di Pemilu Presiden 2019.

Ketua Front Kedaulatan Bangsa Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto bersama 107 Jenderal TNI-Polri Purnawirawan mengatakan, dengan terjun langsung pada 22 Mei 2019 bersama rakyat adalah wujud untuk menyelamatkan demokrasi yang sudah dicedera oleh penguasa.

"Membantu rakyat yang berjuang untuk kepentingan menegakkan kedaulatannya," kata Tyasno saat menggelar konferensi pers di Gran Mahakam, Jakarta", Senin (20/5/2019).

Tyasno memastikan, gerakan pihaknya tersebut bukan perintah Prabowo Subianto dan atas keinginan bersama para purnawirawan TNI-Polisi yang prihatin dengan kondisi politik Indonesia.

"Tidak ada dipimoin Pak Prabowo. Jadi perjuangan tersebut adalah perjuangan yang lahir dari nurani rakyat sendiri, karena dia telah diserang, karena dia telah disengsarakan. Untuk itu rakyat ingin mengembalikan kedaulatan bangsa dan NKRi itu adalah milik rakyat, kekuasaan tertinggi ada pada rakyat," tegasnya menjawab pertanyaan wartawan.

Dalam kesempatan yang sama, Komjen Pol (Purn) Sofyan Jacob menyatakan, fungsi TNI-Polri harus dikembalikan yakni sebagai alat negara. TNI-Polri yang sudah bekerja keras menjaga profesionalitasnya, jangan sampai dirusak oleh kepentingan pemerintah hingga dihadapkan dengan rakyat yang menyuarakan hak dan pendapatnya.

"Memang benar kembalikan Polri da TNIlr juga kepada fungsinya sebagai alat negara bukan alat pemerintah, apalagi itu sebagai alat penguasa. Seolah-olah TNI-Polri dijadikan tim sukses, nah ini yang harus kita kembalikan," kata Sofyan.

Apa yang diatakannya, ucap Sofyan, memiliki landasan. Contohnya, kata dia, dalam negara demokrasi menyatakan pendapat adalah hak. Namun rezim saat inu, menurutnya, menyuarakan perbedaan pendapat langsung dianggap makar.

"Demonstrasi kan satu yang wajar, kenapa sekarang disebut makar padahal makar kan bukan sesuatu yang mudah. Makar itu tujuannya menggulingkan pemerintah yabg sah, sedangkan kita dan rakyat ini berkumpul dan menyuarakan ketidakadilan dibilang makar," terangnya.

Sofyan pun memastikan gerakan masyarakat dalam proses Pilpres 2019 ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan makar, karena hanya bertujuan menyuarakan kedaulatan keadilannya yang telah dicurangi.

"Soal makar sebenarnya sama sekali tidak ada. Saya katakan UUD 45 Pasal 28 menjamin kebebasan berpendapat. boleh kita mengatakan itu curang boleh. kemudian menjamin kebebasan berkumpul boleh. kemudian salah kalau diterapkan orang berkumpul dikatakan makar. Mana ada kita menggunakan senjata," ungkap Sofyan.***