JAKARTA - Aliansi Maysarakat untuk Keadilan (AMUK) menemukan fakta terkait gas air mata (tear gas) yang digunakan polisi saat menghalau aksi mahasiswa pada Selasa (24/9) kemarin.

Gas air mata yang digunakan diduga mengandung zat kimia berbahaya karena sudah kedaluwarsa.

Aktivis AMUK, Irene Wardani, mengatakan ada dua selongsong gas air mata yang ditemukan di depan dan belakang Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, usai aksi demonstrasi. Temuan ini diterima dari para mahasiswa yang ikut berdemonstrasi pada Selasa.

"Dua selongsong itu diketahui sudah kadaluwarsa sejak tiga dan empat tahun lalu, yakni tepatnya expired pada 2015 dan 2016," ujar Irene kepada wartawan di Kantor LBH, Jakarta, Rabu (25/9).

Berdasarkan pengecekan lebih lanjut, gas air mata yang ditembakkan menganduh dua zat kimia berbahaya, yakni sianida dan gosgena. Dua zat ini, kata dia, digunakan oleh tengara Jerman pada masa Perang Dunia I.

Karena sudah kedaluwarsa, ada perubahan reaksi zat kimia tersebut ketika ditembakkan kepada massa. "Ada perubahan senyawa kimia yang ada dalam tear gas yang sudah expired itu. Ketika terkena tubuh, reaksinya akan bertahan dalam tubuh selama 48 jam," kata dia.

Bahkan, lanjut Irena, jika tubuh yang terkena gas air mata itu tidak cukup kuat, bisa berakibat kegagalan fungsi tubuh hingga menyebabkan kematian. Dia lantas mencontohkan efek paparan gas air mata yang dialami mahasiswa.

Salah satunya menyebabkan mahasiswa pingsan, pingsan berulang kali, mati rasa hingga dada yang terasa sesak dan terbakar. Ketika AMUK melakukan pengecekan ke beberapa mahasiswa, ia mengatakan, efek shock dari paparan gas air mata itu sangat berbeda.

"Bahkan ada yang pingsan, ketika dia bangun lalu tak sadarkan diri lagi. Sebagian ada yang pingsan sampai berkali-kali. Saat ditanya, bagaimana yang dirasakan, ada yang bilang seperti kesemutan, seluruh badan mati rasa, tidak bisa menggerakkan anggota badan, dan sebagainya," jelas Irene.

Bahkan, tim medis yang menangani para mahasiswa itu sempat menyarankan mahasiswa untuk menunggu mereka muntah terlebih dulu. "Sebab, ini adalah efek racun," kata dia.

"Saya sendiri sebenarnya beberapa kali juga sempat merasakan efek gas air mata seperti apa, tapi yang kemarin rasanya memang berbeda. Bahkan ada beberapa kawan kami yang sampai sekarang tidak bisa bernafas dengan Normal, " ujar Irene yang mengaku terjun langsung ke demonstrasi untuk memantau kondisi lapangan pada Selasa kemarin.***