JAKARTA - Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia bertutur kepada BBC News Indonesia mengenai perlakuan yang dia terima saat bekerja di kapal ikan berbendera China.

Dia dan teman WNI lainnya mengaku mengalami apa yang dia sebut "perbudakan" selama enam bulan di atas kapal.

"Teman saya meninggal karena disiksa lalu disimpan sebulan di tempat pendingin ikan dan dibuang ke laut. Sementara, kami berempat tidak tahan dipukul, disiksa, akhirnya kami selamat dengan melompat dari kapal, 12 jam terombang-ambing di laut," ujarnya dikutip dari kompas.com, Rabu (27/5/2020).

ABK ini mengungkap dirinya disalurkan oleh perusahaan MTB yang berlokasi di Tegal, Jawa Tengah.

MTB adalah perusahaan yang sama yang menyalurkan Herdianto, ABK Indonesia yang meninggal dan dilarung di laut Somalia oleh kapal berbendera China bernama Luqing Yuan Yu 623.

Kepolisian Daerah Jawa Tengah menyatakan pada Selasa (19/5/2020), telah menetapkan MH dan S dari agen MTB sebagai tersangka. Keduanya berasal dari Tegal.

Lansiran ini juga menyebut, seorang ABK asal Indonesia yang bekerja di sebuah kapal ikan milik perusahaan China telah meninggal dunia di Pakistan, pada Jumat (22/5/2020) lalu.

Mendiang diketahui diberangkatkan oleh perusahaan Indonesia yang dua pimpinannya telah ditetapkan Polda Jateng sebagai tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang.

Informasi ini dikemukakan Kementerian Luar Negeri Indonesia berdasarkan keterangan dari Konsulat Jenderal RI di Karachi, Pakistan.

Cerita bermula ketika Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mendapat pengaduan dari dua ABK Indonesia berisinial Ha dan EA pada 14 Mei 2020.

Kedua awak kapal tersebut berasal dari kapal ikan milik perusahaan China, Xianggang Xinhai Shipping Co. Ltd.

Saat bekerja di kapal ikan tersebut, Ha mengalami sakit hernia dan ES mengalami kecelakaan kerja.

Keduanya dipindahkan ke kapal Chad 3 milik perusahaan Pakistan di sekitar perairan Somalia. Dokter sudah memeriksa kondisi keduanya di atas kapal.

Saat tiba di Pelabuhan Karachi, KJRI Karachi telah menghubungi kedua awak kapal WNI tersebut.

KJRI lantas berkoordinasi dengan otoritas setempat agar keduanya dapat turun ke darat melalui mekanisme visa on arrival mengingat Pakistan saat ini masih dalam status lockdown.

Akan tetapi, pada Jumat (22/5/2020), kondisi ES mengkhawatirkan dan Pejabat Fungsi Konsuler KJRI Karachi berkoordinasi dengan otoritas setempat untuk segera menjemput dan membawa yang bersangkutan ke rumah sakit setempat.

Namun sekitar pukul 22.00 waktu setempat, ES dinyatakan meninggal dunia di RS Zaenuddin Karachi.

Kemenlu RI telah menghubungi keluarga ES di Indonesia dan menyampaikan bela sungkawa serta penjelasaan dan rencana lanjut sehubungan proses pemulangan jenazah.

Kemenlu menyatakan akan bekerjasama dengan BP2MI, Polri, serta Kementerian/Lembaga terkait dalam menangani pemulangan jenazah ES sesuai permintaan keluarga, pemenuhan hak-hak ketenagakerjaan almarhum dan penyelidikan lebih lanjut kasus ini.

Menangapi berita itu, Jurubicara Koalisi Lawan Corona (KLC), Nukila Evanty menyatakan, pihaknya mendesak agar dilakukan investigasi independen oleh satuan yang terdiri dari Kemenlu, Kepolisian, BP2MI atau Kemenaker, Komnas HAM atau NGO Internasional bidang Pekerja Migran dan HAM dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

"Disamping itu, mendesak diumumkannya hasil proses investigasi sampai gugatan hukum di pengadilan," kata Nukila dalam pernyataan pers, Selasa (26/5/2020) kemarin.

Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), kata Nukila, seharusnya juga lebih proaktif untuk memperbaiki potret kondisi hidup dan bekerja para ABK/nelayan di atas kapal perikanan jarak jauh tersebut (Distant Water Fishing).

"KLC menyesalkan tragedi berulang ini terjadi. Ini menunjukkan lemahnya perlindungan pemerintah Indonesia terhadap pekerja migran/nelayan di sektor kelautan dan perikanan," kata dia.

KLC, kata Nukila, juga mendesak pemerintah untuk mengarusutamakan Konvensi ILO No. 188 tahun 2007 Mengenai Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan kepada pemilik kapal.

"Dan mendesak diperbaikinya sistem penempatan tenaga kerja termasuk rekruitmen, kontrak kerja yang menguntungkan ABK di laut dan menjamin hak-hak asasi ABK," kata Nukila.

Pemerintah, kata Nukila, "harus mendesak otoritas Cina agar mengusut dugaan perbudakan tersebut, sembari melakukan pelbagai macam pembenahan di dalam negeri,".***