JAKARTA -- Sejumlah pertanyaan aneh alias janggal diajukan kepada para pegawai Komisi Pemberatantasan Korupsi (KPK) saat tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN) di KPK.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dianggap janggal karena tidak relevan untuk menguji wawasan kebangsaan seseorang. Salah satu pertanyaan janggal tersebut adalah tentang penggunaan jilbab.

Dikutip dari detikcom, TWK terhadap para pegawai KPK itu dilatarbelakangi Ketua KPK Firli Bahuri yang meneken Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai Menjadi ASN.

Pada 18 Maret hingga 9 April kemarin, sebanyak 1.351 pegawai KPK (dikurangi 2 orang tak ikut) kemudian menjalani tes wawasan kebangsaan itu demi menjadi ASN.

Selanjutnya, 75 orang tidak memenuhi syarat berdasarkan hasil tes wawasan kebangsaan itu. Dari 75 orang itu, terdapat para penyidik senior KPK, Novel Baswedan.

Belakangan terungkap, ternyata isi tes wawasan kebangsaan itu berupa pertanyaan yang aneh-aneh. Salah satu pertanyaan yang disorot adalah soal jilbab.

Pegawai perempuan KPK yang menjadi sumber informasi detikcom menyampaikan dirinya ditanyai perihal jilbab. Bila enggan melepas jilbab, pegawai perempuan itu dianggap lebih mementingkan diri sendiri.

''Aku ditanya bersedia nggak lepas jilbab. Pas jawab nggak bersedia, dibilang berarti lebih mementingkan pribadi daripada bangsa negara,'' ucap pegawai KPK itu, Jumat (7/5).

Pegawai perempuan KPK lainnya mengaku ditanya urusan pribadi. Dia pun heran dengan ragam pertanyaan itu.

''Ditanya kenapa belum punya anak,'' ucap pegawai KPK perempuan itu.

''Ditanya kenapa cerai,'' imbuh pegawai lainnya.

Perihal anehnya pertanyaan-pertanyaan untuk pegawai KPK itu sempat dimunculkan oleh mantan juru bicara KPK Febri Diansyah. Dia tak habis pikir hal ini ditanyakan dalam tes alih status pegawai KPK. Tanda tanya sebab musabab soal pertanyaan tes semacam itu sudah mulai muncul.

''Apakah pertanyaan ini pantas dan tepat diajukan pada pegawai KPK untuk mengukur wawasan kebangsaan?'' kata Febri dalam cuitannya di Twitter. Febri mengizinkan detikcom mengutip cuitannya.

''Kalaulah benar pertanyaan itu diajukan pewawancara pada pegawai KPK saat tes wawasan kebangsaan, sungguh saya kehabisan kata-kata dan bingung apa sebenarnya yang dituju dan apa makna wawasan kebangsaan. Semoga ada penjelasan yang lengkap dari KPK, BKN atau KemenPAN-RB tentang hal ini,'' imbuh Febri.

Ada pula pertanyaan lain yang cenderung mengarah ke persoalan privat perempuan, misalnya kenapa belum menikah, apakah masih ada hasrat, hingga soal apakah mau menjadi istri kedua.

Masyarakat protes. Gerak Perempuan dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (Kompaks) mengkritik tajam pertanyaan seksis dalam tes wawasan kebangsaan KPK. Mereka mempertanyakan urgensi pertanyaan-pertanyaan seperti itu.

''Melihat dari jenis tes dan pertanyaan yang diberikan dalam tes alih status pegawai KPK, kami mengkritisi dan mempertanyakan kepentingan dari pelaksanaan tata cara dan tujuan tes peralihan ini. Beberapa hal yang menjadi catatan adalah pemilihan model tes, pertanyaan yang diberikan, serta tata cara penilaian yang menjadi kriteria peralihan para pegawai KPK menjadi ASN,'' tulis Gerak Perempuan dan Kompaks dalam keterangannya.

Lebih dari itu, Gerak Perempuan dan Kompaks menilai ada muatan kekerasan terhadap perempuan dalam tes itu. Mereka menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera membatalkan proses peralihan ASN pegawai KPK yang memuat unsur pelecehan dalam tes tersebut. Mereka juga meminta Dewan Pengawas KPK memberi sanksi berat kepada Firli Bahuri dkk terkait tes tersebut.

Secara umum menanggapi materi tes wawasan kebangsaan yang mencengangkan itu, tak hanya soal jilbab, Ketua KPK Firli Bahuri mengaku tidak tahu materi pertanyaan dalam tes itu.

''Mohon maaf, itu bukan materi KPK, karena tadi sudah disampaikan yang menyiapkan materi siapa, penanggung jawabnya siapa, kan jelas tadi,'' ucap Firli.

KPK menyatakan tes wawasan kebangsaan ini digelar berkat kerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Tim penyusun soal dipimpin BKN. Terlibat pula Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI, Pusat Intelijen TNI AD, Dinas Psikologi TNI AD, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).***