SELATPANJANG - Menurut Pakar Lingkungan Elviriadi, putusnya jalan lintas Pekanbaru - Sumbar akibat banjir dan longsor, mengisyaratkan bahwa Provinsi Riau darurat audit lingkungan.

Daya dukung lingkungan sudah tak sanggup lagi menopang kehidupan. Sehingga terjadi longsor dan banjir yang memutuskan akses Pekanbaru - Sumbar. Tidak hanya itu, banjir di Kepulauan Meranti bahkan memakan korban.

Elviriadi menilai, sejak 2018 sampai tahun-tahun mendatang bencana ekologis sudah sulit diantisipasi. "Kalau alam itu berwujud manusia, sudah terpekik menjerit karena tak tahan menanggung beban ulah kecerobohan manusia," ungkap Elviriadi saat berbincang-bincang dengan GoRiau, Rabu (3/1/2018).

Dosen UIN Suska Riau itu juga mengingatkan 11 desa yang berhampiran dengan PLTA Koto Panjang untuk siap siaga. Debit air  yang menyerbu waduk bisa sekonyong-konyong meninggi sehingga semua pintu (spilway) harus dibuka serentak.

"Pasalnya, kawasan tangkapan air baik di hulu maupun di kiri kanan waduk sangat menipis," ungkapnya.

Ditambahkan Elviriadi, daya serap reservoir hutan setipis itu paling tinggal 30 persen. Jadi, dengan demikian arus kencang dengan lumpur akan membuat daya tampung waduk PLTA bisa kacau.

Belum lagi fungsi rawa gambut di Riau sudah lumpuh layu oleh aktivitas dunia usaha. Fungsi lindung gambut untuk menyerap air ketika musim penghujan telah hilang. Makanya air langsung memenuhi sungai lalu meluap banjir

"Wajar Menteri Siti Nurbaya minta Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) kepada Gubernur Andi Rahman," kata Elviriadi.

Laki-laki bertubuh tambun itu juga mempertanyakan pengesahan RTRW yang sangat terburu-buru, tapi rakyat kecil mengungsi akibat banjir. Kalau pun katanya RTRW demi investasi, yang kaya tetap  mereka yang di kota penikmat kue infrastruktur. "Orang-orang kampung nasibnya tak berubah juga, malah jadi sasaran amukan alam yang murka," katanya lagi.

Selain itu, tambah pembina Gerakan Masa Depan Indonesia (GMDI) ini, soal limbah B3 juga tak kunjung tuntas di Riau. Ada industri raksasa yang membuang limbah ke kebun sawit masyarakat, ke sungai dan pemukiman masyarakat sakai.

Di Riau, akibat pembuangan limbah itu, 4 sungai besar airnya sudah melampaui ambang baku mutu. Malah Sungai Siak sudah positif tercemar virus Poliomielitis, Bakteri Escherichio coli, dan vibrio cholerae.

"Semua itu bisa menimbulkan penyakit menular seperti kolera, disentri dan polio. Nah, situasi ekologi yang sudah sedemikian akut inilah yang harus ditata ulang. Agar Riau menjadi provinsi yang layak huni di masa kini dan mendatang," pungkas pria tambun alumni UKM Malaysia itu di akhir bincang-bincang. ***