PEKANBARU - Memori kasasi yang diajukan PT Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Lubuk Bendahara Palma Industri (LBPI) di Kabupaten Rokan Hulu Riau, ditolak Mahakamah Agung. Akibatnya, pabrik perusahaan itu terancam disita oleh penggugatnya, Rudi Waldemar Cs.

Karena itu, pihak perusahaan melakukan upaya hukum lain untuk mempertahankan perusahaan mereka. PT LBPI akan menggugat balik Rudi Waldemar Cs beserta notaris yang membuat perjanjian dan mantan Direktur PT LBPI, Sukardi.

Pengacara PT LBPI, Dandie Sharmiza mengatakan, ada 4 orang yang digugatnya ke Pengadilan Negeri Pekanbaru. Pertama, Sukardi mantan Direktur PT LBPI. Kedua, Rudi Waldemar yang sebelumnya menggugat PT LBPI. Ketiga, Abdul Gani temannya Rudi, serta keempat Asep Sudrajat seorang notaris yang membuat perjanjian antara Rudi dengan Sukardi.

“Berdasarkan ketentuan hukum dan pendapat ahli hukum, tergugat I (Sukardi) telah lalai menjalankan tugasnya sebagai direktur. Dia (Sukardi) telah bertindak melampaui batas kewenangannya tanpa persetujuan dewan komisaris PT LBPI,” kata Dandie kepada Goriau.com, Rabu (9/10).

Menurut Dandie, apa yang diputuskan Mahkamah Agung terhadap perjanjian antara Rudi dengan Sukardi merupakan urusan pribadi mereka. Sebab, kata Dandie, Sukardi dan Rudi tidak melibatkan pemegang saham atau dewan komisaris PT LBPI.

“Jadi tergugat I (Sukardi) dan tergugat II (Rudi) membuat perjanjian tanpa sepengetahuan PT LBPI meskipun Sukardi direkturnya. Dia (Sukardi) tidak ada melibatkan PT LBPI dalam perjanjian mereka berdua,” kata Dandie.

Atas hal itu, Dandie menyebutkan apa yang digugat Rudi merupakan tanggung jawab Sukardi secara pribadi, bukan dengan PT LBPI. Karena sebelumnya Rudi menyampaikan akan menyita segala aset milik PT LBPI setelah memori kasasi ditolak hakim MA turun.

Sementara itu, terhadap notaris bernama Asep, Dandie menilai pembuatan akta perjanjian itu yang dilakukan Sukardi merupakan bukan mewakili PT LBPI.

“Sudah sangat jelas dan terang, perjanjian yang dilakukan antara Rudi, Abdul gani dan Sukardi yang dibuat di hadapan notaris Asep mengandung unsur perbuatan melawan hukum. Sehingga akta perjanjian nomor 77 tertanggal 25 Agustus 2015 mengandung cacat hukum dan harus batal demi hukum,” ucap Dandie.

Sebelumnya, PT LBPI akan disita karena kasasi yang diajukannya ditolak hakim Mahkamah Agung. Perusahaan itu digugat personal oleh Rudi Waldemar Cs melalui pengacara Benno Suveltra.

"Ketika berkas sudah turun kita ajukan sita eksekusi ke Pengadilan Negeri Rokan Hulu. Penyitaan terhadap atas aset-aset tergugat terutama Pabrik Kelapa Sawit milik PT LBPI di ‎Kecamatan Lubuk Bendahara, Rohul," ujar Benno di Pekanbaru.

Penolakan kasasi oleh hakim agung yang diajukan PT LBPI tertuang dalam nomor register 2203 K/PDT/2019. Itu juga diumumkan melalui website Mahamah Agung RI, tertanggal 3 September 2019.

"Pada putusan di PN Rohul, hakim memutuskan bahwa PT LBPI wajib membayar Rp 22,3 Miliar. Selain itu, mereka juga harus membayar denda Rp 33 juta perhari sejak perjanjian awal 17 November 2015 dengan klien saya hingga dibayar lunas," kata Benno.

Menurut Be‎nno, jumlah kewajiban PT LBPI kepada Rudy Cs terus bertambah sebanyak Rp 33 juta perhari hingga dibayar lunas. Bahkan, kata Benno, saat kontra memori kasasi ‎yang diajukannya kewajiban itu sudah bertambah hingga Rp 43 Miliar lebih.

"Dan jika mereka tidak sanggup membayar kewajiban yang sudah diputuskan hakim agung, maka kita akan melakukan penyitaan aset-aset PT LBPI, terutama PKS miliknya," jelas Benno.

Benno menjelaskan, perjanjian Rudy dengan PT LBPI berawal dari kerja sama pembelian Tandan Buah Sawit (TBS) kepada para petani di sekitaran perusahaan. ‎Seiring berjalannya waktu, pihak PT LBPI tidak melakukan pembayaran terhadap Rudi.

"Padahal klien saya (Rudy) sudah membayar cash kepada ‎petani selama 2 tahun. Maka di tahun 2017, klien kita menggugat perusahaan itu untuk membayarnya. Karena dalam perjanjian notaris tertulis denda keterlambatan dari kewajiban yang harus dibayar terus berjalan sebesar 1 persen per hari, maka akan terus bertambah mereka membayar lunas," tegas Benno. (gs1)