JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher merespon Surat Edaran (SE) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait besaran batas maksimal tarif pemeriksaan rapid test. Menurut dia, harusnya pemerintah menggratiskan rapid test untuk masyarakat tidak mampu.

"Harus ada formulasi aturan agar masyarakat berpenghasilan rendah, rentan miskin dan tidak mampu dapat menjalani rapid test dengan biaya ditanggung pemerintah. Apalagi dengan konsep new normal yang terus digalakkan, kebutuhan masyarakat akan surat keterangan bebas Covid-19 sebagai syarat bepergian dengan transportasi umum tentu makin tinggi. Kasihan jika rakyat tidak bisa mobilitas karena biayanya mahal. Begitu juga para karyawan yang mau kembali bekerja," ujar Netty dalam keterangan persnya, yang diterima GoNews.co, Senin (13/7/2020).

Seperti diketahui, Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan mengeluarkan SE tentang penetapan batas maksimal tarif pemeriksaan rapid test yang berlaku mulai 6 Juli 2020. Adapun besaran tarif maksimal yang diberlakukan untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan rapid test atas permintaan sendiri sebesar Rp150.000.

Kebijakan ini pun sempat diwarnai kritik dari kalangan pengelola fasilitas Kesehatan, praktisi kesehatan dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) karena dianggap tidak memperhatikan harga alat tes di tingkat distributor dan komponen biaya lainnya yang timbul.

"Seharusnya dikomunikasikan dulu dengan semua pihak terkait, agar tidak menimbulkan gejolak dan kritik. Saat ini banyak rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang cash flow-nya kurang baik. Jangan sampai ada pihak yang merasa dirugikan, baik masyarakat maupun tenaga medis yang memberikan pelayanan," kata Netty.

Netty mengatakan, dirinya sependapat dengan masukan dari IDI yang meminta pemerintah mempertimbangkan komponen biaya lain yang harus dikeluarkan oleh fasilitas kesehatan dalam proses tes.

"Pemerintah seharusnya memberi subsidi atas kelebihan biaya yang dikeluarkan fasilitas kesehatan. Kemudian pemerintah juga harus menjamin tersedianya alat tes dengan harga terjangkau dan valid hasilnya untuk menekan biaya. Jika ada produksi dalam negeri yang bagus, kenapa harus gunakan yang import?" lanjut politisi dari dapil Cirebon-Indramayu ini.

Selain itu, Ia juga menyoroti minimnya peran pemerintah dalam memastikan kualitas penatalaksanaan rapid test di pusat-pusat pelayanan kesehatan.

"Upaya mengendalikan tarif rapid test harus diikuti dengan menggencarkan pengawasan agar alat tes benar-benar valid, akurat dan berkualitas. Pastikan akurasi alat test dan bahannya serta harus dilakukan oleh tenaga kesehatan," imbuhnya.

Terkait info maraknya penjualan alat rapid test melalui online, Politisi PKS ini mengingatkan pemerintah agar menertibkan penjualan secara bebas di lapak online.

"Perlu ditertibkan agar tidak merugikan masyarakat. Kita tidak tahu bagaimana standar akurasinya, dari mana sumbernya. Lebih baik masyarakat melakukan tes di fasilitas kesehatan resmi yang melayani permintaan rapid test," jelasnya.

Netty pun meminta pemerintah agar makin sigap melakukan upaya terobosan penanganan Covid-19, mengingat lonjakan kasus baru yang telah menembus rekor di atas 2000 per hari.

"Saya melihat masyarakat makin banyak mendatangi pusat keramaian, mengabaikan penggunaan masker, dan berperilaku seolah Indonesia sudah aman dari ancaman Covid-19. Saya berharap ini tidak jadi petaka" tandasnya.***