RAMADAN telah berlalu dengan segala kenangannya, termasuk semarak dan bergairahnya ibadah di masjid. Terasa betul fungsi masjid sebagai tempat yang selalu tersedia sepanjang waktu untuk beribadah, meningkatkan kualitas umat menuju takwa.

Setelah Ramadan meninggalkan kita sepertinya ada penurunan gairah dan semangat untuk memakmurkan masjid kembali. Kita tahu ajaran Islam menyuruh umatnya agar bisa beramal atau beribadah seperti bulan Ramadan sepanjang tahun, tidak hanya selama Ramadan sedangkan sebelas bulan lainnya kembali ke ''habitat'' masing-masing.

Apabila satu tahun itu amal ibadah kita sama seperti bulan Ramadan, diyakini negeri kita berada dalam kondisi dipandu oleh Alquran. Untuk menggairahkan kembali setelah Ramadan, menurut Prof. Dr. Hidayat Nur Wahid harus diantisipasi problema kemasjidan sebagai berikut:

Pertama, problema di tubuh pengurus. Barangkali kurang musyawarah, bergaya perintah, keuangan tertutup dan pengurusnya itu-itu saja.

Kedua, problema jamaah. Yang namanya jamaah, tentu banyak orang dan akan banyak pula tingkah laku, watak dan sebagainya. Kadang-kadang menimbulkan gesekan sesama jamaah, bisa-bisa dengan pengurus.

Ketiga, problema kegiatan/program. Masjid jauh dari fungsi yang seharusnya, hanya fokus pada pembangunan fisik. Kegiatan hanya rutinitas. Hadis Baihaki; Masjid dibangun megah, tapi sepi aktifitas produktif dan menarik.

Keempat, problema ustad dan khatib. Ada ustad atau khatib, tidak netral, menonjolkan alirannya, kelompoknya. Ilmu pas-pasan, hanya pandai bahasa Arab, tapi digadang-gadang media atau atau teman-teman dekat pengurus, maka dia sering ditampilkan.

Kelima, problema pada imam. Sebagian imam masjid kurang memahami tentang keimaman. Terkesan suka ayat-ayat panjang, menunjukkan kehebatannya hafal Alquran. Dia lupa dengan kondisi makmumnya di belakang. Ada yang kurang sehat, orang tua, anak-anak dan orang yang segera bertugas.

Disamakannya dengan imam Masjidil Haram, padahal jelas kondisi dan situasinya berbeda. Di Makkah, orang betul-betul waktu, tenaga dan pikirannya hanya untuk beribadah. Jangan lupa hadis sohih (Bukhari) mengatakan: ''Jika imam salat dengan makmum, hendaklah ia meringankan, tapi jika ia salat sendiri, silahkan berpanjang-panjang sesuka hatinya.

Prof. Dr. Hidayat Nur Wahid menambahkan: Imam yang membuat makmum tak kusyuk/gelisah dalam salat, karena imam terlalu lama, dosanya ditanggung oleh imam.

Keenam, masjid dikuasai oleh aliran tertentu. Jangan lupa, masjid bukanlah untuk satu golongan dan hindari khusus jabatan ketua dari fungsionaris partai.

Demikian yang perlu kita antisipasi, yaitu problema-problema kemasjidan agar jamaah bergairah kembali setelah Ramadan. Kita bangun masjid seindah mungkin, setelah itu masjidlah lagi membangun peningkatan kualitas umatnya.***

Drs H Iqbal Ali, MM adalah dosen dan Dewan Pembina IKMR