PEKANBARU - Pencopotan secara mendadak atas usulan Menteri BUMN untuk menganti Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan ( PHR) RP Yundantoro oleh Deputy Perencanaan SKK Migas Jaffee Arizon Suardin alias Buyung menjadi tanya besar publik apa dasar pertimbangannya dan pergantian itu dianggap tidak wajar, bahkan pelantikan telah dilaksanakan secara mendadak pada Kamis (6/05/2021).

Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman menyebutkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2006 sangat jelas bahwa ESA (Energy Service Agremeent) tanggal 1 Oktober 1998 terindikasi cacat hukum, dengan demikian semua pejabat BP Migas maupun SKK Migas yang menjabat sejak temuan BPK dalam LHP tahun 2006 tersebut hingga saat ini, terbukti tidak menindak lanjuti rekomendasi BPK dalam LHP itu.

"Dan bahkan tidak berupaya memperbaiki isi ESA dan melaporkan ke penegak hukum mereka-mereka yang terindikasi terlibat dalam pembuatan ESA itu atau yang melanjutkannya. Dengan demikian, pejabat-pejabat SKK Migas periode setelahnya termasuk Jaffe Arizon Suardin ini, dapat diduga telah mengabaikan rekomendasi BPK selaku Lembaga Tinggi Negara setingkat Presiden, DPR, MA dan MK," kata Yusri Usman, Kamis (6/5/2021).

Menurut Yusri, SKK Migas seolah telah melegalkan sesuatu yang diduga illegal tanpa melalui putusan Pengadilan apakah Pengadilan Pidana atau Perdata. Seharusnya SKK Migas maupun Menteri BUMN mengetahui antinomi hukum, negara membentuk hukum tapi negara itu sendiri harus tunduk pada hukum yang dibuatnya itu.

"Secara hukum pengabaian rekomendasi LHP BPK tahun 2006 agar negara terhindar dari kerugian itu dapat dipandang sebagai kesengajaan melakukan pembiaran (delicta commisionis per omisionem comissa) atas berlangsungnya kegiatan PT CPI dan PT MCTN yang illegal itu dan bisa ditinjau dari UU Tipikor ex pasal 3 jo pasal 2," kata Yusri lagi.

Selanjutnya, kata Yusri, rencana pergantian dirut PT PHR ini terjadi disaat belum tuntasnya soal status siapa yang akan mengoperasikan pembangkit listrik North Duri Cogen milik MCTN pada saat alih kelola dari PT Chevron Pasific Indonesia ke Pertamina Hulu Rokan pada 9 Agustus 2021, maka usulan pergantian layak menjadi sorotan.

"Usulan pergantian itu terungkap dari surat Dirut Pertamina 30 April 2021 perihal pemberitahuan ditujukan kepada Kepala SKK Migas untuk bisa diproses administrasi atas usulan surat Menteri BUMN selaku Rapat Umum Pemegang Saham PT Pertamina (Persero)tanggal 23 April 2021," katanya.

Masih kata Yusri, jika melihat fomulering surat itu, status Menteri BUMN membuat surat itu ternyata bukan selaku Kuasa RUPS Pertamina, oleh karenanya secara UU Perseroan Terbatas (Persero) dan Anggaran Dasar Pertamina surat itu bisa menjadi masalah tersendiri.

"Selain itu, ternyata pula rekam jejak karir Jaffee di bidang ekplorasi dan produksi migas sangat minim, karena selama ini berkarir 7 tahun hanya sebagai engineer bidang keselamatan kerja (HSSE/ health Safety Security Environmental), ternyata kalah jauh dengan pejabat yang akan digantinya yang telah memiliki segudang pengalaman diberbagai lapangan eksplorasi dan produksi migas di berbagai lapangan," sebutnya lagi.

Sebab itu, sambung Yusri, adanya campur tangan langsung Menteri BUMN terhadap cucu Perusahaan Pertamina menjadi wajar menimbulkan tanda tanya besar, karena sudah telah terlalu jauh mencampuri wilayah wewenangnya Subholding PT Pertamina Hulu Energi.

"Akhirnya timbul pertanyaan Siapa yang diuntungkan (qui bono) dari agenda ini ? Tolonglah Bapak Presiden dan para Penegak Hukum terutama KPK untuk segera memperhatikan dan menindak lanjuti temuan dalam LHP BPK tahun 2006 tersebut. Semoga tidak sampai muncul persepsi negatif dari publik, bahwa telah terjadi pengabaian hukum terhadap cucu perusahaan Pertamina yang menjadi terkesan dikendalikan oleh yang bukan Subholding atau Holding Pertamina," tutupnya. (Rilis)