MENYIMAK dan mencermati pidato Gubernur Riau pada Sidang Paripurna Istimewa HUT Riau Ke 63, disebutkan angka pertumbuhan ekonomi Riau triwulan II tahun 2020 minus 3,2 %. Angka pertumbuhan ekonomi tersebut adalah terendah dalam sejarah Riau sejak pembentukan Provinsi Riau 60 tahun lalu. Penurunan angka pertumbuhan ekonomi tersebut sebagai akibat dari terjadinya penurunan ekspor komoditi utama Riau (Pulp and Paper, CPO dan komoditi perkebunan lainnya) termasuk turunnya produksi dan harga Migas, demikian juga dari sisi faktor investasi.

Dari data sebagaimana yang di ungkap pada pidato tersebut, patut di ingat dan kita sadari bahwa perekonomian Riau 'sangat bergantung' dengan aktivitas dunia usaha atau sektor ril ekonomi. Hal ini perlu untuk kita pahami agar kita dan terutama pengelola negeri ini tidak salah dalam merumuskan kebijakan perencanaan pembangunan Riau secara holistik dan komprehensif, sehingga dapat menjawab dan memberikan solusi nyata permasalahan yang sedang dihadapi maupun tantangan masa depan pembangunan Riau. Jangan sampai anekdot 'negeri auto pilot' menjadi predikat yang selalu disematkan rakyat, ketika pemerintah sebagai peneraju negeri tidak dapat menyelaraskan gerak langkah bersama rakyat (dunia usaha) dalam membangun negeri Riau.

Idealnya, kehadiran pemerintah dalam proses pembangunan berperan sebagai fasilitator dan menjadi akselerator .pembangunan perekonomian Riau. Dana APBD/APBN yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah menjadi trigger (stimululus) untuk akselerasi perekonomian. Tersebab itu, alokasi belanja pembangunan dalam APBD sudah sepatutnya proporsinya lebih besar secara signifikan dibanding belanja rutin (belanja pegawai). Dari catatan perbandingan proporsi penggunaan dana APBD Riau selama ini, alokasi belanja pembangunan ini terkadang masih tidak signifikan, bahkan selisihnya terkadang sangat kecil dibandingkan dengan belanja pegawai. Belum lagi jika kita menyelami kedalam dan mengurai alokasi anggaran tersebut ke sektor-sektor pembangunan, misalnya proporsi untuk sektor infrastruktur, sektor pendidikan, sektor kesehatan apatah lagi sektor ekonomi rakyat (UMKM).

Tak dapat pula dipungkiri, hampir setiap tahun anggaran, alokasi sektor infrastruktur pada APBD Riau selalu tinggi, juga patut diapresiasi untuk sektor pendidikan bahkan alokasinya melewati prosentase mandatori perundang-undangan bahkan perlu diacungi jempol melalui program Bosda, Gubri telah pula menjalankan kebijakan Pendidikan gratis untuk tingkat SLTA. Namun, patut juga dipertanyakan apakah besarnya alokasi anggaran tersebut sudah tepat sasaran dan menjawab permasalahan Riau. Bahkan lebih ironis lagi, justru dengan alokasi anggaran pada sektor strategis ini menyebabkan banyak pejabat di Riau tersandung kasus hukum (korupsi).

Belum lagi jika kita mencermati program dan kegiatan pembangunan yang disusun dalam APBD, hampir tidak ada inovasi dan kreasi yang paradigma nya “out of the box”. Program dan kegiatan pembangunan APBD Riau setiap tahun terkesan pengulangan dan copy paste, bahkan penulis pernah menemukan program dan kegiatan yang sama persis pada OPD yang berbeda, selain itu terdapat program dan kegiatan pembangunan yang double budget (sudah dianggarkan APBN dianggarkan lagi oleh APBD) tetapi bukan pula sharing budget. Sudah saat ini, ada terobosan dan lompatan dalam merumuskan kebijakan dan perencanaan pembangunan Riau. Jangan ada lagi mind set menyusun program dan kegiatan pembangunan Riau hanya untuk menghabiskan anggaran (cost centre), tetapi haruslah berpikir strategis bahwa setiap rupiah yang dianggarkan harus mampu memberikan value added. Pola perencanaan pembangunan tidak hanya berhenti sebatas di out-put atau out-come, tetapi sudah harus jelas impact serta benefit dan seterusnya. Sudah tidak eranya nya membangun sarana prasarana pemerintahan yang membebani (cost centre) APBD tetapi sudah harus dengan pola profit centre, baik untuk membangun maupun untuk pemeliharaan/perawatannya. Cukuplah pengalaman mengajarkan kepada kita, betapa kemegahan instruktur PON yang dibangun dengan trilyunan rupiah APBD Riau hampir menjadi bangunan usang dan tak bermanfaat pasca penyelenggaraan PON sampai dengan hari ini.

Kembali pada persoalan angka pertumbuhan ekonomi tadi, pemerintah peneraju negeri (Gubernur, Bupati, Walikota bersama jajajaran organisasi perangkat daerah), sekali lagi haruslah menyelaraskan perencanaan pembangunan seiring dengan dinamika dunia usaha di Riau, jangan merumuskan kebijakan dan program pembangunan hanya dari perspektif pemerintah. Patut di ingat, Riau yang maju dan berkembang saat ini tak bisa dipungkiri tersebab aktivitas industri migas dan agro-industri (kehutanan dan perkebunan). Mari kita bayangkan bagaimana Riau jika tidak ada operasi perusahaan Migas di Riau, atau apakah Perawang dan Pangkalan Kerinci akan seperti ini jika perusaahan industri kehutanan dan perkebunan tidak beroperasi di daerah ini.

Tersebab itu, saat nya kebijakan dan program pembangunan Riau berorientasi pada sektor ril perekonomian Riau. Saat nya dirumuskan dan ditetapkan Grand Desain Perekonomian Riau (termasuk memposisikan perekonomian rakyat) sebagai derivasi dari Visi Riau untuk menjadi pusat perekonomian, diiringi dengan Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan SDM Riau untuk menjawab kebutuhan sumber daya manusia yang berkompeten dan profesional, serta Road Map Infrastruktur dan Master Plan pendukung lainnya. Khusus terhadap upaya pengembangan Sumber Daya Manusia, kebijakan dan program beasiswa dibuat sedemikian rupa, agar tepat guna dan tepat sasaran. Beasiswa semestinya diarahkan untuk mempersiapkan SDM Riau yang siap “bersaing, bersanding dan bertanding” sebagaimana tuntutan era saat ini maupun masa depan. Alokasi beasiswa hendaklah dibuat secara proporsional untuk bantuan masyarakat pra sejahtera, peningkatan kompetensi dan penyiapan usahawan (entrepreneur) Melayu. Patut juga untuk tidak diabaikan, bahwa kesemua rekayasa kebijakan dan program tersebut patutlah memiliki dan di isi dengan ruh dan warna Melayu sebagai konsekwensi dari Visi Riau sebagai Pusat Kebudayaan Melayu. Untuk itu semua, peneraju negeri patut pula dengan sepenuh hati mengajak dan melibatkan semua komponen masyarakat, Bersatu dan Berpadu membangun Riau, tidak karena terpaksa atau sebatas basa-basi dan lips service semata. Semoga Allah SWT meridhoi dan memberkahi.

Tentang Penulis: Muhammad Herwan, saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Sekjen Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR), Wakil Sekretaris Dewan Pendidikan Provinsi Riau dan juga Perumus Naskah Awal Visi Riau 2020. ***