PEKANBARU - Kepala Suku Sakai Bathin Batuoh, Datuk Raja Puyan melanjutkan gugatannya terhadap PT. Morini Wood Industry yang diklaim telah menguasai lahan Bathin Batuoh tanpa izin selama 25 tahun. Gugatan ini dilanjutkan setelah upaya mediasi kedua pihak yang difasilitasi Pengadilan Negeri (PN) Bengkalis itu, tidak menemukan kesepakatan.

Datuk Raja Puyan mengatakan, pihaknya tidak menemukan penyelesaian dari hasil mediasi bersama, sehingga proses sidang perdata akan tetap dilanjutkan sampai akhir. Ia berharap, dapat memenangkan gugatan dan mendapatkan kembali hak atas tanah ulayatnya.

"Kami melanjutkan persidangan sampai titik akhir perjuangan dan lahan kami dikembalikan kepada persukuan Bathin Batuoh, agar lahan tersebut dapat dipergunakan untuk kehidupan anak kemenakan kami yang hidup dalam garis kemiskinan," ujarnya, Minggu (2/5/2021).

Ditempat terpisah Penasehat Hukum Perkumpulan Bathin Solapan, Suwandi Jhon Prima menyampaikan, pihaknya akan tetap berusaha dalam upaya hukum untuk memperjuangkan gugatan perdata Perkumpulan Bathin Batuoh. Adapun tuntutan, sesuai dalam pokok perkara yang diajukan, yaitu mengembalikan keseluruhan lahan yang di kuasai tanpa izin kepada Suku Sakai Bathin Batuoh.

Disamping itu, Ketua DPD Barisan Relawan Jokowi Presiden BARA-JP Riau, Ganda Mora, yang turut mengawal proses gugatan ini, menjelaskan mendukung penuh proses perjuangan Suku Sakai khususnya Bathin Batuoh yang di perjuangkan oleh Kepala Suku Datuk Raja Puyan. Menurutnya, negara harus hadir terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat Sakai Bengkalis, dimana mereka justru hidup sengsara di lahan leluhur akibat telah dikuasai oleh pihak perusahaan selama puluhan tahun.

"Kita juga akan turut memperjuangkan program TORA untuk masyarakat Sakai, terutama di kawasan yang di kuasai oleh pihak perusahaan, dimana dalam UU Omnibuslaw atau cipta kerja juga dituangkan setiap perusahaan yang memiliki izin wajib memberikan lahan sebesar 20% untuk masyarakat tempatan. Terutama bagi perusahaan yang memiliki sertifikat ISPO, tidak boleh mengabaikan hak hak masyarakat tempatan," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Datuk Puyan didampingi pengacaranya, Swandi Jhon Prima, Dirmawan Sirait dan Gunawan menuntut sekitar 7,222, 54 hektar lahan ulayat yang mereka miliki berdasarkan piagam perjanjian (Besluit) Kerajaan Siak Sri Indrapura dengan Gouverlemen Hindia Nederland (Kerajaan Hindia Belanda) pada 28 Februari 1940 bersamaan hari 15 Muharam 1859 lalu.

"Pihak PT. Morini Wood Industry dalam pengelolaan dan penguasaan lahan itu tidak pernah mendapatkan izin dari Suku Bathin Batuoh. Dan selama itu mereka juga tidak pernah memberikan kompensasi kepada memanjakan kami," ujarnya, Rabu (7/4/2021).

Ia menjelaskan, hingga saat ini ada sekitar 400 kepala keluarga yang merupakan memanjakan Bathin Batuoh, hidup dalam kemiskinan. Hal ini dikarenakan area perladangan dan wilayah mata pencaharian mereka dikuasai oleh perusahaan tersebut.

"Oleh karena itulah, saya sebagai Kepala Suku Bathin Batuoh menggugat PT. Morini Wood Industry. Berdasarkan informasi, lebih kurang 4.000 hektar lebih HGU PT. Morini Wood Industry akan segera berakhir, sedangkan Lebih kurang 2.100 hektarnya diduga HGU-nya tidak prosedural sebab belum mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan hidup, dan atas lahan 2.100 hektar tersebut kita juga akan segera gugat di PTUN Pekanbaru atas HGU non prosedur tersebut, sedangkan lebih kurang 300 ha juga dikuasai diluar perizinan HGU," ungkapnya. ***