KAMPAR - Mantan Bupati Kampar, Jefry Noer membantah telah menerima uang dari PT Wika. Ungkapan itu diutarakan dalam sidang lanjutan dugaan korupsi pembangunan Jembatan Waterfront City, Bangkinang, Kabupaten Kampar, Riau.

Dilansir dari tribunpekanbaru.com sidang lanjutan ini dilaksanakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Jumat (29/4/2021). Agenda sidang kali ini masih mendengarkan keterangam saksi.

Kini giliran mantan Bupati Kampar, Jefry Noer yang ikut memberikan kesaksiannya. Namun lantaran beralasan sedang sakit diabetes, Jefry Noer memilih bersaksi secara virtual lewat skema video conference.

Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai Lilin Herlina. Selain majelis hakim, di ruang sidang ada pula tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan tim penasehat hukum terdakwa.

Ada dua orang pesakitan dalam perkara ini. Mereka adalah Adnan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut dan Manajer Wilayah II/ Manajer Divisi Operasi I PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, I Ketut Suarbawa. Kedua terdakwa mengikuti jalannya persidangan sejak awal dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih.

Dalam kesaksiannya, Jefry Noer membantah menerima uang dari PT Wika terkait pekerjaan proyek pembangunan jembatan bermasalah itu. Meskipun berkali-kali hakim dan JPU KPK mencecarnya dengan berbagai pertanyaan soal penerimaan uang, ia selalu membantahnya.

Awalnya diungkapkan Jefry, jembatan itu masuk dalam salah satu proyek strategis yang dikerjakan di zamannya saat masih menjabat sebagai Bupati Kampar. Menurutnya, perencanaan pekerjaan proyek jembatan senilai Rp131 miliar ini pembahasan anggaran juga dilakukan di DPRD Kampar. Saat pembahasan di dewan, Eva Yuliana yang merupakan istri Jefry sekaligus Wakil Ketua DPRD ikut berperan.

"Istri saya menyampaikan kepada anggota dewan, kalau ini (jembatan) sangat dibutuhkan masyarakat dan harus ditindaklanjuti. Jadi bukan mempermudah untuk pengerjaan proyek. Jadi peran istri saya itu untuk menjelaskan," akunya.

Nota kesepakatan atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan DPRD Kampar dilakukan sekitar 2013-2014. Poin di MoU tersebut terkait penganggaran proyek yang disepakati sebesar Rp130 miliar dan Rp1 miliar untuk pengawasan.

Selain dari APBD Kampar, Pemkab Kampar juga meminta sharing dana ke Provinsi Riau. Dengan kesepakatan 60 persen Pemkab Kampar dan 40 persen provinsi. Namun dari anggaran yang diajukan, hanya terealisasi Rp17 miliar.

Terkait pengerjaan proyek, Jefry mengajukan adendum ke DPRD Kampar. Menurutnya adendum pertama tidak ditindaklanjuti, hingga dikirim adendum kedua. Dari MoU kedua, anggaran disepakati Rp122 miliar dan untuk pengawasan Rp900 juta.

"Kenapa anggarannya bisa berkurang?," tanya JPU. "Secara teknis saya tidak tahu, karena itu dinas terkait yang menjalankan. Saya hanya menandatangi saja," tutur Jefry.

Selama proses pembahasan di DPRD, Jefry mengakui adanya perdebatan. Apalagi ada anggapan kalau pengerjaan jembatan yang bersumber dari anggaran multiyears tidak akan selesai sampai masa jabatan Jefry sebagai Bupati Kampar habis.

"Di dewan pasti ada perdebatan karena fungsinya kontrol. Mungkin karena mereka menganggap waktu tidak bisa siap. Karena multiyears harus selesai sebelum masa jabatan saya selesai," jelas Jefry.

JPU lalu mempertanyakan anggaran terkait MoU untuk anggota DPRD Kampar. Jefry mengaku tidak mengetahui hal itu tapi dia tidak menampik kalau pernah mendapat laporan dari Indra Pomi yang merasa dikejar-kejar soal uang.

"Katanya saat itu Indra Pomi ada dimintai uang untuk DPRD. Kemudian saya bilang ke Indra bahwa tidak usah dilayani," kata Jefry.

JPU juga melontarkan pertanyaan kepada Jefry tentang adanya instruksi kepada Indra Pomi untuk mengawal PT Wika agar bisa memenangkan lelang. Namun ia tidak mengakuinya. "Tidak ada itu," ungkap sang mantan bupati.

JPU mengingatkan Jefry untuk jujur memberikan keterangan karena sudah disumpah. Karena menurut JPU, beberapa saksi sebelumnya mengungkap ada pemberian uang kepada Jefry. JPU kemudian menanyakan tentang Firjan Taufan kepada Jefry. "Apakah saksi kenal dengan Firjan Taufan?" tanya JPU.

Menurut Jefry, dia kenal Firjan yang merupakan marketing PT Wika saat meninjau pekerjaan proyek. Dari perkenalan itu, Firjan meminta nomor handphone Jefry. "Jadi dia minta nomor telepon. Ya saya kasih saja," kata Jefry.

Setelah itu, komunikasi dengan Firjan berlanjut. Beberapa kali Jefry dan Firjan saling kontak terkait perkembangan pekerjaan pembangunan jembatan. Jefry juga mengakui pernah bertemu Indra Pomi dan Firjan di daerah Kubang. Namun menurutnya pertemuan itu tidak disengaja karena ketika itu sedang menghadiri acara pelatihan di Kubang.

"Ketemu dengan Firjan sebanyak 4 sampai 5 kali," ucap Jefry. Jefry menyebutkan Firjan pernah datang ke rumahnya.

JPU pun bertanya, apakah saat itu Firjan ada mengantar sesuatu, dalam hal ini berupa uang. Jefry lagi-lagi membantah. Dia menyatakan Firjan datang hanya untuk menjelaskan terkait pekerjaan, apalagi dirinya selalu mendesak Indra Pomi untuk mempertanyakan terkait perkembangan proyek. Dia mewanti-wanti agar dilakukan dengan maksimal.

Tidak puas dengan jawaban Jefry, JPU kembali menegaskan adanya pemberian uang. "Pernah datang beri uang?," tanya JPU. Jefry menyebut Firjan pernah datang ke rumahnya sehabis Salat Magrib dan meyakinkan dirinya kalau pekerjaan akan selesai tepat waktu. "Saat itu bulan puasa, habis Magrib," ucap Jefry.

Dalam pembicaraan itu, kata dia, Firjan memang mengarahkan akan membantu dalam bentuk uang tapi Jefry mengaku tidak menanggapinya.

"Arah bicaranya mau membantu (kasih uang). Saya bilang tidak usah. Bagi saya yang penting jembatan selesai tepat waktu, dan itu hadiah luar biasa bagi saya," kata Jefry mengulangi ucapannya.

JPU mempertanyakan pemberian uang dari Indra Pomi kepada Jefry yang bersumber dari PT Wika. Sama seperti sebelumnya, Jefry membantah pernah menerima uang tersebut. "Tidak ada pak," ungkap Jefry. JPU lalu membacakan satu per satu aliran dana dari PT Wika kepada Jefry. Baik yang diberikan melalui Indra Pomi maupun oleh Firjan secara langsung di rumah Jefry di Pekanbaru.

"Pernah terima 25.000 Dollar Amerika dari Firjan Taufan?" kata JPU. Jefry pun menyatakan tidak pernah.

JPU kembali mempertanyakan penerimaan uang 50.000 Dolar Amerika Serikat, begitu juga uang yang diserahkan melalui Indra Pomi Rp100 juga. Atas uang itu, Jefry kembali membantah dan tegas mengatakan tidak pernah menerima.

"Apakah ada terima 35.000 Dolar Amerika Serikat yang diserahkan jelang Hari Raya Idul Fitri 2015 di kediaman di Pekanbaru," tanya JPU lagi.

Jefry menyatakan Indra Pomi datang ke rumahnya menawarkan uang Idul Fitri, tapi ditolak. "Saya bilang tidak usah. Jembatan selesai saja sudah hadiah besar buat saya," tuturnya.

JPU kembali mengingat saksi agar jujur karena menurut keterangan saksi Firjan maupun Indra Pomi ada memberikan uang. Juga ada catatan pengeluaran uang dari PT Wika untuk diberikan ke Jefry.

"Tidak ada pak. Itu kan pengakuan mereka (Firjan dan Indra Pomi) saja pak," kata Jefry kembali berkelit.

Pada kesempatan itu, JPU mengingatkan adanya ketemuan Jefry dengan Indra Pomi dan Firjan sebelum pelaksanaan lelang proyek pembangunan Jembatan Water Front City. Namun, Jefry mengakui lupa.

"Kalau tidak salah ada (pertemuan) Kalau tidak salah saya sama Firjan saja. Kalau tidak salah Indra Pomi tidak ada," kata Jefry.

Terkait berapa perusahaan yang ikut lelang, Jefry menyatakan tidak tahu. Kendati begitu, kata dia, Indra Pomi pernah melaporkan kalau pemenang lelang adalah PT Wika.

"Saya pertanyakan itu, kenapa Wika yang menang, kan ada wan prestasi. Saat itu Indra Pomi mengatakan itu tidak ada masalah, lalu Wika merupakan penawaran terendah," pungkas Jefry.***