PEMATANGSIANTAR -- Empat pria pegawai RSUD Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, yang memandikan jenazah pasien Muslimah, dijerat dengan KUHP Pasal 156 huruf a juncto Pasal 55 ayat 1 tentang Penistaan Agama.

Dikutip dari Kompas.com, kasus ini berawal dari penanganan jenazah Zakiah (50), pasien suspek Covid-19 yang meninggal dunia pada Ahad, 20 September 2020 di RSUD Djasamen Saragih.

Jenazah wanita asal Serbelawan, Kecamatan Dolok Batu Nanggar, Kabupaten Simalungun, itu dimandikan empat orang pria petugas forensik RSUD Djasamen Saragih.

Keempat orang pria tersebut berinisial DAAY, ESPS, RS, dan REP. Dua di antaranya berstatus sebagai perawat.

Dilaporkan ke Polisi

Prosedur penanganan jenazah Covid-19, khususnya umat Islam, telah disepakati sebelumnya oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Pematangsiantar, pihak RSUD Djasamen Saragih, dan Satgas Covid 19 Kota Pematangsiantar pada 24 Juni 2020 lalu.

Penanganan jenazah itu disebut tidak sesuai dengan syariat Islam fardu kifayah, karena jenazah wanita dimandikan oleh pria yang bukan muhrim di ruang instalasi jenazah forensik RSUD Djasamen Saragih,

Suami almarhum Zakiah, Fauzi Munthe, melaporkan kasus tersebut ke Polres Pematangsiantar.

Setelah menetapkan tersangka, penyidik polisi menyerahkan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Negeri Pematangsiantar.

Kasat Reskrim Polres Pematangsiantar AKP Edi Sukamto mengatakan, pihaknya menetapkan keempat tersangka melanggar Pasal 156 huruf a juncto Pasal 55 ayat 1 tentang Penistaan Agama dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.

Edi membenarkan perbuatan para tersangka memandikan jenazah wanita oleh empat pria bukan muhrim. Dalam penyelidikan, pihaknya juga memanggil pengurus MUI Pematangsiantar, Direktur RSUD Djasamen Saragih, dan mendatangkan saksi ahli.

''Itu keterangan saksi ahli dan keterangan MUI yang kita pegang. Sudah kita panggil MUI, bahwasanya MUI menerangkan perbuatan mengenai penistaan agama,'' kata Sukamto saat dihubungi lewat sambungan telepon, Jumat (19/2/2021).

Kasus ini telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Siantar setelah berkas dinyatakan lengkap oleh jaksa. Kasus tersebut akan segera dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan.

''Kita hanya mengajukan, jadi itu semua petunjuk jaksa. Ya sudah kita sampaikan,'' ucapnya.

Kasi Pidum Kejari Siantar, M Chadafi sebelumnya menyampaikan keempat tersangka tidak dilakukan penahanan di rumah tahanan negara.

Para tersangka ditetapkan sebagai tahanan kota terhitung pada Kamis 18 Februari 2020 hingga 20 hari ke depan. Penyidik polisi sebelumnya juga tidak melakukan penahanan terhadap tersangka.

Masih kata Chadafi, adapun pertimbangan tidak dilakukan penahan yakni keempat orang tersangka masih dibutuhkan sebagai petugas medis di ruang instalasi jenazah Forensik RSUD Djasamen Saragih.

Mengingat, para tersangka merupakan tenaga kerja khusus menangani jenazah di masa pandemi Covid-19.

''Kita khawatir kalau dilakukan penahanan di rumah tahanan akan mengganggu proses berjalannya kegiatan forensik. Di antara memandikan jenazah dan sebagainya. Kita gak mau gara-gara ini kegiatan itu terhenti apalagi sekarang kondisi pandemi,'' kata Chadafi di kantor Kejari Pematangsiantar.

Beri Pendampingan Hukum

Di tempat yang sama, pengurus dan puluhan anggota Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) turut hadir mendampingi para tersangka sebagai bentuk solidaritas.

PPNI juga memberikan pendampingan hukum kepada para tersangka selama proses hukum berjalan.

''Kami sebagai kuasa hukum PPNI siap memberikan bantuan hukum hingga proses persidangan,'' kata Pengacara dari Badan Bantuan Hukum PPNI, Muhammad Siban.

Ketua DPW PPNI Sumut, Mahsur Al Hazkiyani mengimbau perawat di Kota Pematangsiantar tetap bekerja profesional untuk membaktikan diri tanpa membeda bedakan suku agama, golongan dan jenis kelamin.

Ia menyebut ada 1.817 perawat di Kota Pematangsiantar dan 750 orang di Kabupaten Simalungun.

''Kami minta perawatan untuk tetap tenang jangan terprovokasi, tetap bekerja profesional dan tetap menjaga kerukunan umat beragama,'' pungkasnya.***