PEKANBARU - Dua anggota DPRD dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BPPD) Kota Dumai, diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (2/12/2020).

Dua anggota DPRD Kota Dumai itu ialah Yusman, Fraksi Nasional Demokrat Tahun 2014-2019 dan Haslinar, anggota DPRD kota Dumai 2019-2024. Lalu seorang PNS bernama Marjoko Santoso sebagai Kepala BPPD Kota Dumai, tahun 2014 - 2017.

Tiga orang tersebut diperiksa terkait dugaan korupsi pengurusan Dana Alokasi Khusus Kota Dumai, dalam APBNP tahun 2017 dan APBN 2018, pada saat mereka menjabat. Ketiganya diperiksa sebagai saksi, untuk tersangka Zulkifli AS.

''Hari ini kita lakukan pemanggilan dan pemeriksaan, sebagai saksi di Kantor KPK Jakarta. Mereka diperiksa untuk perkara suap terkait dengan pengurusan dana alokasi khusus Kota Dumai, dalam APBNP Tahun 2017 dan APBN 2018, dengan tersangka ZAS,'' ujar Jubir KPK, Ali Fikri kepada GoRiau.com, Rabu siang.

Sebelumnya, usai diperiksa sebagai tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung melakukan penahanan terhadap Walikota Dumai, Zulkifli Zulkifli Adnan Singkah.

Walikota Dumai dengan masa jabatan tahun 2016 - 2021 itu, ditahan dalam perkara dugaan suap terkait pengurusan dana alokasi khusus (DAK) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2017 dan APBN 2018 yang penyidikannya dilakukan sejak September 2019 lalu.

Zulkifli ditahan kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan tersangka Zulkifli selama 20 hari terhitung sejak tanggal 17 November 2020 sampai dengan 6 Desember 2020 di rutan Polres Metro Jakarta Timur.

"Hari ini kami akan menyampaikan informasi terkait dengan penahanan tersangka ZAS. Zulkifli ditahan kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan tersangka Zulkifli selama 20 hari terhitung sejak tanggal 17 November 2020 sampai dengan 6 Desember 2020 di rutan Polres Metro Jakarta Timur," terang Jubir KPK, Ali Fikri kepada GoRiau.com, Selasa petang.

Selanjutnya Ali menjelaskan, pada Maret 2017, ZAS bertemu dengan Yaya Purnomo di sebuah hotel di Jakarta. Dalam pertemuan itu, ZAS meminta bantuan untuk mengawal proses pengusulan DAK Pemerintah Kota Dumai. Dan pada pertemuan lain disanggupi oleh Yaya Purnomo dengan fee 2%.

Kemudian pada Mei 2017, Pemerintah Kota Dumai mengajukan pengurusan DAK kurang bayar Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp22 miliar. Dalam APBN Perubahan Tahun 2017, Kota Dumai mendapat tambahan anggaran sebesar Rp22,3 miliar.

Tambahan ini disebut sebagai penyelesaian DAK Fisik 2016 yang dianggarkan untuk kegiatan bidang pendidikan dan infrastruktur jalan. Masih pada bulan yang sama, Pemerintah Kota Dumai mengajukan usulan DAK untuk Tahun Anggaran 2018 kepada Kementerian Keuangan. Beberapa bidang yang diajukan antara lain RS rujukan, jalan, perumahan dan permukinam, air minum, sanitasi, dan pendidikan.

''Tersangka ZAS kembali bertemu dengan Yaya Purnomo membahas pengajuan DAK Kota Dumai tersebut yang kemudian disanggupi, untuk mengurus pengajuan DAK TA 2018 kota Dumai, yaitu untuk pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah dengan alokasi Rp20 miliar, dan pembangunan jalan sebesar Rp19 miliar,'' lanjut Ali.

Untuk memenuhi fee terkait dengan bantuan pengamanan usulan DAK Kota Dumai kepada Yaya Purnomo, ZAS memerintahkan untuk mengumpulkan uang dari pihak swasta yang menjadi rekanan proyek di Pemerintah Kota Dumai.

Penyerahan uang setara dengan Rp550juta dalam bentuk Dollar Amerika, Dollar Singapura dan Rupiah pada Yaya Purnomo dan kawan-kawan, dilakukan pada bulan November 2017 dan Januari 2018.

''Sedangkan untuk Perkara Kedua, Tersangkan ZAS diduga menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta dari pihak pengusaha yang mengerjakan proyek di Kota Dumai," papar Ali.

Penerimaan gratifikasi diduga terjadi dalam rentang waktu November 2017 dan Januari 2018. Gratifikasi ini tidak pernah dilaporkan ke Direktorat Gratifikasi KPK sebagaimana diatur di Pasal 12 C UU No 20 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Oleh karena itu, dalam dua Perkara tersebut, tersangka ZAS, disangkakan dengan dua pasal. Pada perkara pertama, Zulkifli disangkakan melanggar pasal 5 Ayat (1) hurufa atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan pada perkara kedua, Zulkifli disangkakan melanggar pasal 12 B atau Pasal 11 Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ***