JAKARTA - Ketua Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas menyatakan pihaknya bakal mendatangi kepolisian untuk mencari tahu alasan penghentian kasus yang menjerat Habib Rizieq Shihab oleh Polda Jawa Barat.

Polda Jabar menghentikan kasus penodaan Pancasila dengan tersangka Rizieq Shihab lantaran menyimpulkan perbuatan pemimpin Front Pembela Islam (FPI) itu bukan termasuk tindak pidana.

"Kami akan tanyakan ke kepolisian alasan penghentian kasus yang sebenarnya," ujar Yaqut seperti dilansir CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Jumat (4/5).

Dia berharap penghentian kasus Rizieq tidak disebabkan oleh intervensi dari pihak luar. Jika kasus Rizieq dihentikan karena intervensi atau tekanan, Yaqut menilai hal itu jadi contoh buruk penegakan hukum di Indonesia.

"Saya berharap penghentian itu bukan karena intervensi atau tekanan dari siapa pun. Karena jika itu yang menjadi sebab penghentian, akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia," ucap Yaqut.

Menurutnya, intervensi dalam penegakan hukum hanya akan membuat masyarakat tidak percaya dengan aparat penegak hukum. Jika terbukti ada intervensi, Yaqut menyatakan, Ansor akan mengambil sikap.

"Tentu akan membuat Ansor dan masyarakat distrust kepada aparat penegak hukum, kehilangan harapan atas penegakan hukum," katanya.

Polda Jabar telah menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) sekitar Februari atau Maret lalu.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Umar Surya Fana menerangkan alasan pihaknya menerbitkan SP3 karena menyimpulkan tidak ada tindak pidana dalam kasus yang menjerat Rizieq.

"Hasil penyidikan menyimpulkan bukan merupakan tindak pidana," ujarnya.

Pekan lalu, sebelum Polda Jabar membenarkan penghentian kasus itu, Ketua GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas menyatakan tidak rela jika Presiden Joko Widodo menghentikan kasus Rizieq Shihab.

Yaqut mengutarakan hal tersebut setelah Jokowi bertemu dengan sejumlah petinggi Persaudaraan Alumni 212 dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama.

"Enggak (rela) lah. Biar pengadilan yang memutuskan. Presiden tak usah intervensi," kata Yaqut melalui pesan singkat, Sabtu (28/4/2018).***