JAKARTA - Telur ayam infertil, yang di kalangan peternak disebut telur HE (hatched eggs), masih banyak dijual di pasar. Padahal, Kementerian Pertanian (Kementan) sudah melarangnya.

Dikutip dari Kompas.com, telur ayam infertil umumnya berasal dari perusahaan-perusahaan pembibitan (breeding) ayam broiler atau ayam pedaging. Telur yang tidak menetas atau sengaja tak ditetaskan, seharusnya tak dijual sebagai telur konsumsi di pasar.

Telur HE bisa juga berasal dari telur fertil namun tak ditetaskan perusahaan breeding. Alasannya antara lain suplai anakan ayam DOC (day old chick) yang sudah terlalu banyak, sehingga biaya menetaskan telur lebih mahal dari harga jual DOC. 

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, I Ketut Diarmita menjelaskan, sebenarnya telur HE layak konsumsi. Namun telur infertil lebih cepat membusuk karena berasal dari ayam betina yang sudah dibuahi pejantan.

''Terkait telur HE sebenarnya pada aturan yang ada adalah integrator (perusahaan breeding) tidak boleh memperjualbelikan telur itu. Walaupun sebenarnya telur tersebut layak dikonsumsi,'' jelas Ketut kepada Kompas.com, Rabu (6/5/2020).

Karena cepat membusuk, membuat telur HE tak bisa diperdagangkan di pasar, mengingat distribusi telur yang bisa sampai berhari-hari hingga ke tangan konsumen. Idealnya, telur HE harus segera dikonsumsi tak lebih dari seminggu setelah keluar dari perusahaan pembibitan atau integrator.

''Terkait telur HE mungkin saja oleh integrator breeding niatnya telor HE di musnahkan atau dibagikan ke orang atau masyarakat miskin sebagai CSR, tapi oleh oknum tertentu mungkin saja di perjual belikan,'' ujar dia.

Pertimbangan lain, menurut Ketut, peredaran telur HE ke pasar akan mengganggu harga telur negeri yang diproduksi peternak ayam layer. Ini karena harga telur infertil jauh lebih murah dibanding telur ayam ras.

''Karena telur tersebut akan mengganggu telur peternak layer,'' tutur Ketut.

Diatur Permentan

Sebagai informasi, larangan menjual telur HE diatur dalam Permentan Nomor 32/Permentan/PK.230/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.

Dalam Bab III pasal 13 disebutkan, pelaku usaha integrasi, pembibit GPS, pembibit PS, pelaku usaha mandiri dan koperasi dilarang memperjualbelikan telur tertunas dan infertil sebagai telur konsumsi.

Ia menegaskan, Kementan tak segan untuk menindak perusahaan breeding yang melanggar aturan peredaran telur HE. Namun, untuk menindak, perlu ada bukti yang mendukung lantaran penjual telur HE adalah oknum perusahaan.

''Tapi oleh oknum tertentu mungkin saja diperjual belikan, ini kan membutuhkan pembuktian. Kami pasti menurunkan PPNS jika ada laporan tertulis dari masyarakat, atau pihak yang merasa dirugikan, kejadiannya di mana, bukti buktinya apa dan seterusnya. Selanjutnya PPNS akan koordinasi dengan Korwas (Koordinator Pengawas) di mana kejadian itu terjadi,'' tukas Ketut.

Sementara itu, Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) Blitar Jatim, Rofiyasifun, mengungkapkan lantaran berasal dari telur yang tak terpakai atau produk buangan breeding, harga telur ayam infertil ini sangat murah. Harganya hanya berada di kisaran Rp7.000/kg, jauh di bawah harga telur ayam ras yang umumnya dijual di pasar di atas Rp20.000/kg.

''Murah, karena telur ini harus segera cepat dijual, karena dia akan cepat busuk dalam seminggu. Makanya dijual sangat murah. Dari sisi kualitas juga kurang. Telur HE harusnya dimusnahkan atau untuk CSR perusahaan,'' kata Rofiyasifun.

Di sebuah komunitas peternak ayam petelur Facebook, seorang agen telur menjual telur HE dengan harga sangat murah, yakni Rp200 per butirnya. Jika rata-rata telur setiap kilogramnya berisi 20 butir, artinya harga telur HE cuma Rp4.000 per kilogram. ***