JAKARTA - Internet sudah menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditinggalkan dalam aktivitas sehari-hari. Menurut data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna Internet di Indonesia sudah menembus angka 171 juta tahun 2018, naik 10,2 persen dari tahun sebelumnya.

Namun, menurut Anggota Pansus RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Bobby Adhityo Rizaldi, meski melalui dunia siber banyak kepentingan yang nasional bisa dicapai – seperti aktivitas ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, sampai politik – aturan formil terkait jaminan penyelenggaraan keamanan dan ketahanan siber belum ada di Indonesia.

"Rancangan Undang Undang Keamanan dan Ketahanan Siber yang diinisiasi oleh DPR RI sangat komprehensif dan konstruktif. Melalui RUU ini multistakeholder diajak berperan aktif dalam menjaga pengguna siber untuk mencapai kepentingan nasional," ujar Bobby ketika berbicara dalam acara diskusi Forum Legislasi dengan tema 'Nasionalisme dibalik RUU KKS' di Media Center MPR/DPR RI, Selasa (24/09/2019).

"Konstruksi berpikir dari RUU ini memberikan gambaran pengelolaan siber mulai dari hulu sampai ke hilir. Hal ini berarti bahwa pengelolaan siber yang berlandaskan hukum khususnya keamanan siber demi kepentingan nasional akan bisa tercapai apabila RUU ini resmi diundangkan," kata Bobby, yang juga merupakan anggota Komisi I DPR RI Fraksi partai Golkar.

Diskusi yang diadakan di Senayan tersebut juga mengundang Pakar dan Akademisi dari Universitas Bhayangkara Dr. Awaluddin Marwan dan Andi Budimansyah, praktisi dunia siber yang juga merupakan Ketua Umum Federasi Teknologi Informasi Indonesia.

Ada enam poin penting yang diangkat dalam diskusi tersebut, terkait RUU KKS yang merepresentasikan nasionalisme untuk kepentingan bangsa.

Pertama, menurut Bobby RUU KKS tersebut mengedepankan multi-stakeholder, dalam hal ini peran pemerintah, swasta, akademisi dan masyarakat, untuk aktif dalam penyelenggaraan keamanan siber.

Lalu, masih menurut Bobby, aturan mengenai fungsi koordinasi mencerminkan bahwa RUU KKS hadir sebagai aturan kolektif para stakeholder.

"Dengan adanya fungsi koordinasi, maka penyelenggara keamanan siber harus melaksanakan fungsi tersebut untuk menjamin keamanan siber di indonesia demi tercapainya kepentingan nasional," ujarnya.

Ia menambahkan Indonesia sangat memerlukan tata kelola keamanan siber terkait ancaman siber, serangan siber, insiden siber maupun upaya mitigasi terhadap serangan siber dan ancaman siber.

"Keterpaduan antar multistakeholder dalam menjalankan tata kelola keamanan siber yang diatur di dalam rancangan undang-undang ini menjadikan aturan ini sangat bermanfaat untuk kepentingan nasional," kata Bobby.

Sementara itu, Dr. Awaluddin Marwan dari Universitas Bhayangkara mengomentari muatan tingkat komponen dalam negeri yang diatur dalam RUU KKS.

Menurutnya, hal itu sangat mencerminkan nasionalisme dan dukungan terhadap pelaku bisnis di bidang perangkat keamanan siber.

"Aturan ini akan berdampak baik pada industri perangkat keamanan siber yang saat ini sudah berjalan di indonesia. Hal ini akan memberikan semangat bagi para pelaku industri nasional untuk semakin giat membuat research and development center (pusat penelitian dan pengembangan) terkait dengan perangkat-perangkat keamanan siber yang akan digunakan oleh semua sektor," ujarnya.

Awaluddin juga mengatakan adanya pengaturan tentang standarisasi nasional yang membuat indonesia akan mempunyai standard sendiri tentang tingkat maturitas dan kepatuhan terhadap unsur-unsur keamanan siber.

"Hal ini tentunya menjadi sinyal positif bagi para stakeholder agar tidak terpaku pada standard internasional seperti ISO/IEC Standard, COBIT, NIST dan lainnya dalam menjamin tingkat kepatuhan dan maturitas keamanan siber," ujarnya.

"Dengan adanya standar nasional, maka hal ini juga akan semakin memudahkan para stakeholder untuk menjamin penyelengaraan keamanan siber nasional," tambah Awaluddin.

Para pembicara dalam diskusi Forum Legislasi, baik legislator Bobby Adhityo, Dr. Awaluddin dan praktisi industri Internet Andi Budimansyah berharap RUU KKS bisa diselesaikan DPR RI periode saat ini.***