JAKARTA – Ada perkebunan kelapa sawit ilegal di Riau yang disegel oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), namun telah diterbitkan sertifikatnya oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Fakta tersebut ditemukan rombongan Komisi IV DPR saat melakukan kunjungan kerja bersama Ditjen Gakkum KLHK untuk menyegel perkebunan sawit ilegal di Riau.

Dikutip dari merdeka.com, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mempertanyakan dasar BPN menerbitkan sertifikat untuk perkebunan kelapa sawit ilegal tersebut.

''Pertanyaannya adalah dasar ATR/BPN mengeluarkan sertifikat dari mana? Ini kan ada dua lembaga negara, ATR/BPN dan KLHK,'' ujar Dedi saat rapat kerja bersama KLHK di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (28/3/2022).

''Satu ilegal (menurut KLHK), satu lagi (ATR/BPN) mengatakan sudah mengeluarkan sertifikat,'' sambungnya.

Mantan Bupati Purwakarta itu menilai, dalam proses keluarnya sertifikat oleh ATR/BPN tersebut ada prosedur yang dilanggar. Sebab perkebunan tersebut telah jelas melanggar aturan hingga akhirnya disegel oleh KLHK.

Disarankan Dedi, KLHK harus berani tegas membuat laporan ke Mabes Polri terkait proses sertifikat perkebunan sawit ilegal tersebut.

''Itu bertentangan dengan undang-undang sehingga kepala BPN yang mengeluarkan sertifikat bisa dipidana. Saya khawatir ini terjadi di berbagai tempat, bukan hanya satu sertifikat, bisa jadi ratusan atau ribuan sertifikat yang melibatkan jutaan hektare tanah, dan negara dirugikan,'' ucapnya.

Dedi juga mendapat informasi adanya persiapan para korporasi berubah menjadi koperasi. Hal tersebut dikarenakan sesuai UU Cipta Kerja masyarakat boleh menggarap perkebunan rakyat yang luasnya tidak lebih dari 5 hektare.

''Jadi korporasi yang menanam kebun sawit ilegal itu berubah jadi koperasi. Kebun sawit itu kemudian dibagi-bagi 5 hektare sehingga mereka terbebas dari denda dan pembayaran PNBP. Itu harus cermat. Untuk itu harus menggandeng Menteri Koperasi, supaya bisa terdata," kata Dedi.

Dedi meminta KLHK terbuka kepada publik mengumumkan siapa pelaku atau korporasi yang menyebabkan kerugian negara akibat menjamurnya perkebunan sawit ilegal. Sehingga hal tersebut bisa menjadi perhatian publik.

''KLHK mengumumkan secara terbuka berapa kerugian negara atas sawit ilegal yang sudah berlangsung berpuluh tahun agar jadi perhatian publik. Negara kan punya jaringan di kepolisian ada Bhabinkamtibmas dan di TNI ada Babinsa, agar tidak terlihat KLHK kerja sendiri atau bahkan di lapangan malah berhadapan dengan oknum. Kalau perlu Panglima TNI dan Kapolri turun tangan karena ini masalah negara,'' ujar Dedi.***