JAKARTA - Pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Pertanahan diharapkan bisa selesai dalam beberpaa bulan ke depan.

Hal ini diungkapkan Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanahan Herman Khaeron pada diskusi "Tarik Ulur RUU Pertanahan" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa, (23/7/2019).

Pasalnya menurut Herman Khaerun, RUU Pertanahan tersebut sangat penting dan mendesak untuk disahkan. "Kalau memungkinkan DPR ingin agar RUU Pertanahan ini dapat diselesaikan sebelum akhir masa anggota DPR RI periode 2014-2019, yakni sebelum akhir September 2019," katanya.

Sejatinya, kata Dia, RUU Pertanahan ini sudah tujuh tahun dibahas di DPR RI, mulai dari periode 2009-2019 dan kemudian pada periode 2014-2019, tapi belum juga selesai.

Pada DPR RI periode 2014-2019, menurut dia, RUU Pertanahan, masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2015 dan sudah dibahas selama empat tahun oleh DPR RI bersama Pemerintah, tapi belum juga selesai.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini menjelaskan, bahwa RUU Pertanahan ini terdiri dari 15 bab dan substansinya ada di bab pertama hingga kelima, pembahasannya sudah diselesaikan.

"Kemudian, 10 bab lainnya adalah bab pendukung, isinya tentang reforma agraria, program pendaftaran tanah sistem lengkap (PTSL), sanksi administratif dan sanksi hukum, pembentukan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) di bidang pertahanan, dan aturan lainnya," katanya.

"Kalau sampai akhir masa tugas anggota DPR RI periode 2014-2019 pembahasan RUU Pertanahan ini belum selesai, maka pada DPR RI periode 2019-2024 harus diulang lagi dari awal dan didaftarkan lagi ke Prolegnas," katanya.

Karena itu, Herman berharap pemerintah dapat lebih akomodatif pada pembahasan RUU Pertanahan ini agar dapat selesai pada periode ini.

Politisi Partai Demokrat ini juga menyayangkan, ada pihak-pihak yang meminta agar pengesahan RUU Pertanahan menjadi UU untuk ditunda. "Sebagai anggota DPR, sangat kurang tepat kalau kemudian ada yang berpandangan untuk menghentikan, menunda dan lain sebagainya. Tetapi marilah kita menyempurnakan. Karena tidak ada tembok besi dan tidak ada pagar yang begitu kuat yang memagari, melindungi rancangan undang-undang ini," kata Herman.

Intinya, kata Dia, semua tidak terkunci. Terbuka lebar-lebar untuk smua komponen masyarakat untuk dapat memberikan masukan, pandangan dan pendapatnya.

Herman kemudian mengilustrasikan urgensinya apa undang-undang ini. "Saya sebagai anggota DPR, saya tinggal di Bekasi. Kenapa tinggal tinggal di Jakarta?. Karena saya tak cukup mampu bisa beli tanah di jakarta," papar Herman.

Dari ilustrasi tersebut jelas menunjukan, bahwa tanah ini menjadi barang sangat mahal. Tetapi kalau merujuk pada Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 itu jelas. “Kalau akses untuk tanahnya aja gak bisa, bagaimana masyarakat bisa makmur. Karena mungkin bagi kontraktor atau yang ngontak rumah, kan selalu dihadapkan kepada sesuatu yang ketidak pastian," terangnya.

“Oleh karena itu, kami berfikir bahwa kalau membaca secara mendalam UU No. 5/1960 tentang pokok-pokok agraria, tidak cukup mampu memberikan rasa keadilan dibidang pertanahan bagi masyarakat luas,' tandasnya.

Berdasarkan Surat Presiden Joko Widodo kata Herman, mengamanahkan kepada empat kementerian untuk membahas RUU Pertanahan ini, yakni Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).***