TELUKKUANTAN - Karnadi, Kepala Desa Siberakun Kecamatan Benai, Kuantan Singingi (Kuansing), Riau dituntut penjara 4 tahun. Ia didakwa membakar alat berat ekskavator yang berada di PT Duta Palma Nusantara (DPN).

Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kuansing dalam persidangan yang digelar pada 15 September 2020.

Selain Karnadi, empat warganya yakni Hardianto (51), Yahya Haumi (36), Zalhendri (40) dan Dariusman (37) juga dituntut hukuman yang sama.

"Karena kerugian yang dialami korban cukup besar, dimana yang dirusak oleh para terdakwa alat berat," ujar Samsul Sitinjak, SH selaku Kasi Pidum Kejari Kuansing, Rabu (16/9/2020) malam. Jawaban itu disampaikan Samsul ketika ditanya pertimbangan tuntutan 4 tahun penjara.

Sementara itu, Irfan, SH selaku kuasa hukum Karnadi Cs dari kantor Mujahid Law Office menilai tuntutan tersebut tidak mencerminkan rasa keadilan dan tidak seauai fakta persidangan.

"Fakta persidangan harus menjadi dasar untuk menentukan tuntutan. Jika alasan JPU menuntut terdakwa Karnadi dkk dengan hukuman 4 tahun penjara karena besarnya kerugian korban, maka JPU telah salah menganalisa fakta yang terungkap dalam persidangan," ujar Irfan.

Dalam persidangan, lanjut Irfan, JPU menghadirkan Basmin, koordinator lapangan PT Surya Agung Jaya. Dalam kesaksiannya, Basmin menyatakan kerugian yang dialami perusahaannya sebesar Rp950 juta.

"Hal itu sangat tidak masuk akal. Terlebih, saksi tersebut tidak paham mesin dan bagian alat berat. Karena itu, kami pertanyakan kapasitasnya dalam menghitung kerugian," ujar Irfan.

Kuasa hukum terdakwa juga pernah mempertanyakan surat-menyurat alat berat tersebut. Namun, saksi Basmin tidak mampu menunjukkannya.

Dalam persidangan, lanjut Irfan, terungkap fakta bahwa masyarakat tidak punya niat untuk membakar alat berat tersebut. Mereka hanya meminta agar perusahaan menimbun parit gajah sehingga jalan tidak putus.

"Masyarakat hanya berusaha mencari operator alat berat, tapi tak jumpa. Jadi, tak ada niat warga untuk melakukan pengrusakan," ujar Irfan.

"Tuntutan ini tidak mencerminkan rasa keadilan bagi pejuang tanah ulayat Kenegerian Siberakun. Hukum itu harus menjadi panglima, maja sejatinya seluruh bangsa, khususnya penegak hukum harus mencerminkan itu," tutup Irfan.***