PEKANBARU - Kabut asap tebal yang menyelimuti Kota Pekanbaru sejak beberapa minggu belakangan akhirnya memakan korban jiwa, Kamis (19/9/2019). Yang sangat memilukan, korbannya adalah bayi berusia empat hari, yang belum sempat diberi nama oleh orangtuanya, pasangan Evan Zendrato dan Lasmayani Zega.

Dikutip dari republika.co.id, pada Kamis, Lasmayani Zega tampak sangat lemah dalam rumah kayunya yang letaknya sekira setengah jam dari pusat Kota Pekanbaru. Ia sesenggukan dan sesekali berteriak histeris dalam bahasa ibunya.

Kain bergambar ia gunakan mengusap air matanya yang tak berhenti mengucur. Kain itu ia gunakan menggendong bayi pertamanya yang lahir empat hari lalu. Bayi laki-laki yang belum sempat diberi nama itu berpulang di tengah kepungan kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang terus meluas.

Kediaman Lasmayani Zega dan suaminya Evan Zendrato bukan mudah dijangkau. Jalan menuju rumah petak pasangan muda itu masih berupa tanah dan harus melintasi pabrik pengepulan sampah. Pabrik tempat biasanya Evan Zendrato mengepak sampah-sampah.

Tak jauh di belakang rumah itu, terdapat hutan dan kebun sawit yang luas. Saat Republika mengunjungi rumah itu pada Kamis (19/9), asap masih membubung dari hutan di belakang rumah Evan tersebut.

Kedukaan terasa betul di rumah tersebut. Evan Zendrato tak henti mengusap wajah bayinya yang sudah tiada. Ia juga menangis, namun berusaha menahan diri dari berteriak histeris sembari melakukan ritual keagamaan Kristiani untuk kematian sang anak yang terlalu cepat.

Evan Zendrato berkisah, anaknya lahir dalam keadaan normal dan sehat pada Senin (16/9). ''Anak dan istri saya normal waktu lahiran kemarin. Keduanya dinyatakan sehat oleh bidan,'' ujarnya. Bayinya lahir dengan berat 2,8 kilogram dan panjang 49 sentimeter.

Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru juga mencatat, bayi itu lahir spontan dan menangis dengan kencang, menandakan kesehatannya baik. Umur kehamilan juga sudah cukup untuk melahirkan dan kondisi bayi selama pemeriksaan kehamilan juga sehat.

Setelah lahir, keesokan harinya buah hati dan istrinya dibawa Evan pulang ke rumah. Namun, kebahagiaan pasangan itu tak lama. Masalah mulai muncul ketika kabut asap pekat melanda Kota Pekanbaru hingga level berbahaya.

Dia mengatakan, anaknya mulai batuk dan demam panas hingga mencapai 40 derajat celsius pada Selasa malam (17/9). Evan mengatakan, dirinya tidak bisa tidur pada malam itu karena anaknya terus menangis, sementara asap makin pekat.

Keesokan paginya, Evan menghubungi bidan untuk menangani bayinya. Bidan sempat memberikan obat penurun panas serta mengompres. Upaya itu membuahkan hasil, demam anaknya turun.

Akan tetapi, kondisi bayinya kembali memburuk sehari setelahnya. Bibir bayinya menghitam serta demam panas. Saat diukur suhu tubuh anaknya mencapai 41 derajat celsius. Selain itu, anaknya juga batuk dan pilek. Evan kembali memanggil bidan untuk memberikan penanganan medis.

Setelah diperiksa, bidan pun meminta agar bayi tersebut dirujuk ke Rumah Sakit Syafira, yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman. Jarak rumah korban ke rumah sakit sekitar 40 menit lamanya. Saat di perjalanan itulah bayi korban meninggal dunia. Meski telah meninggal, Ervan tetap membawa bayinya ke rumah sakit.

''Kami terus berjalan sampai RS Syafira ditangani dokter sana. Sekitar lima menit, ujungnya tak bisa diselamatkan,'' ujarnya.

''Dokter bilang anak saya terdampak virus akibat kabut asap,'' ujar Evan. Ia tak bersedia banyak berkomentar setelah itu. ''Capek saya…''.

Bukan karena ISPA

Dalam siaran pers yang dilansir kemarin, Dinas Kesehatan Pekanbaru mengklaim sang bayi bukan meninggal akibat kabut asap. Menurut Plt Kadis Kesehatan Kota Pekanbaru M Amin, bayi itu bukan meninggal karena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

''Namun, bisa diduga akibat penyumbatan saluran napas,'' kata M Amin, dalam siaran pers kemarin.

Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru juga mengamini kronologi sakit yang diderita sang bayi hingga bidan didatangkan. Namun, menurut pihak Diskes Kota Pekanbaru, bayi tersebut belum mendapat air susu ibu (ASI) sejak hari pertama kelahiran dan baru disusui pada hari kedua dan ketiga. Menurut Amin, selama bayi disusui tidak disendawakan karena belum pandai cara menyendawakan bayi.

Republika menyaksikan pemakaman sang bayi tanpa nama tersebut. Jenazah dimakamkan kemarin siang di TPU Binjai, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru. Areal pemakamannya di tengah-tengah kebun sawit.***