PEKANBARU - Namanya Bupati Meranti, Irwan Nasir, disebut-sebut melakukan dugaan gratifikasi penerimaan CPNS senilai Rp2 miliar lebih. Namun Irwan Nasir menyebutkan pelapor hanya cari pembelaan diri, karena sudah jadi tersangka.

Hal itu disampaikan oleh Irwan Nasir, melalui kuasa hukumnya, Bonny Nofriza, kepada GoRiau.com, Sabtu (5/12/2020) pagi.

Hal itu disampaikannya menanggapi pemberitaan GoRiau.com, dengan judul, "Dugaan Gratifikasi Penerimaan CPNS Hingga Rp 2 Miliar, Bupati Meranti Dilaporkan ke KPK dan Polres,".

"Terkait dugaan tindak pidana, yang dilakukan oleh Sani Alwi, kasusnya saat ini sedang diproses secara hukum di Polres Kepulauan Meranti. Adapun terkait pemberitaan, yang menyebar melalui media online maupun media cetak, dapat dipastikan itu semua merupakan pengakuan atau pembelaan dari Sani cs saja. Seperti pemberitaan sebelumnya, dimana Sani telah mengakui bahwa dia telah mengambil uang dari masyarakat secara lansung (iming-iming penerimaan CPNS)," ujar Bonny.

Bukan tanpa dasar, hal itu dikatakan Bonny berdasarkan bukti fakta yuridis, yang saat ini laporan pencemaran nama baik terhadap Bupati Kepulauan Meranti, sedang diproses hukum di Polres Kepulauan Meranti.

"Terakhir kita mendapatkan informasi perkembangan kasusnya sudah masuk tahap penyidikan, artinya Sani Alwi ini sudah ditetapkan menjadi tersangka. Selanjutnya pemberkasan dan akan dilimpahkan ke kejaksaan, yang berarti bahwa pencatutan nama Bupati Kepulauan Meranti dalam kasus tersebut merupakan pelanggaran hukum," lanjutnya.

Kemudian Bonny menyinggung terkait kronologis peristiwa, hal tersebut telah tertuang dalam Berita Aacara Pemeriksaan (BAP) oleh pihak kepolisian yang menerangkan peran masing-masing pelaku dugaan tindak pidana pencemaran nama baik tersebut.

"Pada kesimpulannya, klien kami, Bupati Kepulauan Meranti Drs Irwan Nasir M.Si, sangat dirugikan atas pencatutan nama dan perbuatan Sani cs tersebut. Kita dalam proses penegakan hukum selalu melihat aspek yuridis bukan berdasarkan opini semata" tutur Bonny.

Dilaporkan ke KPK

Terkait melaporkan Bupati ke KPK, dan LPSK, Bonny membeberkan, itu adalah demi kepentingan pembelaan dan pencitraan Sani Cs saja. Masing-masing lembaga tersebut mempunyai aturan baku tertulis dalam hal menyikapi persoalan yang mereka tangani. Sementara dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Sani Cs ini bukanlah ranah kewenangan dari lembaga-lembaga tersebut.

"Oleh sebab itu, karena kami melihat dari sisi aspek hukum, ini adalah hal mengalihkan isu dan pencitraan yang dibuat oleh Sani Cs. Karena hal tersebut tidak didukung oleh bukti bukti hukum dan fakta-fakta yuridis yang sebenarnya," tuturnya.

Terakhir kata Bonny, masyarakat sebagai korban tindak pidana, pada pemberitaan sebelum-nya disuruh untuk tenang dan diam oleh Sani Cs. Alangkah baiknya membuat laporan penipuan yang dilakukan oleh Sani CS.

"Kami menghimbau untuk segera melaporkan perihal korban dugaan tindak pidana penipuan yang saudara alami kepada aparat penegak hukum karena dengan demikian hukum bisa ditegakkan dan keadilan bagi saudara bisa dicapai. Jangan percaya lagi dengan bujuk rayu untuk terus tetap diam. Sekali lagi kami menghimbau kepada seluruh para korban dugaan tindak pidana penipuan, yang dilakukan oleh Sani cs untuk segera melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum untuk mendapatkan keadilan bagi para korban. Dengan demikian, biarkan nanti proses hukum yang akan menjawab secara terang benderang. Seluruh tudingan yang selama ini tidak benar yang diberitakan kepada klien kami Bupati Kepulauan Meranti," tutup Bonny.

Diberitakan sebelumnya, Bupati Kepulauan Meranti, Irwan Nasir, dilaporkan ke Polres Meranti, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan gratifikasi penerimaan CPNS di Kabupaten Meranti, tahun 2017-2020.

Irwan Nasir dilaporkan oleh seorang tokoh masyarakat di Kepulauan Meranti, bernama Sani Alwi. Sani menceritakan, melalui kuasa hukumnya, Abu Bakar Sidik, atau biasa disama ABS, bahwa Sany diminta oleh seorang bernama Mahmudin, yang diyakini adalah orang dekat Irwan Nasir.

Mahmudin menyuruh Sany untuk mencari masyarakat yang ingin mencalonkan diri sebagai calon Pegawai Negeri Sipil (PNS), merekrut tenaga honorer dan posisi strategis di lingkungan Pemerintah Kabupaten Meranti. Dengan menjanjikan, Mahmudin bisa membantu orang tersebut masuk sebagai PNS.

Namun, memasukkan orang sebagai PNS itu tidak dengan cuma-cuma, melainkan membayar sejumlah uang, dengan nominal yang bervariasi. Lalu untuk mengumpulkan orang-orang yang ingin jadi PNS itu, Sani dijanjikan akan diberikan tender proyek yang ada di Kabupaten Meranti.

Karena percaya dengan Mahmudin, yang memang sudah dikenal oleh Sani dekat dengan Bupati, dan saat menjanjikan itu membawa nama Bupati Meranti, ditambah kalau Sani tahu Mahmudin adalah tim sukses dari bupati selama 2 periode. Ia pun melakukan pekerjaan yang diminta oleh Mahmudin.

Sani pergi mencari orang untuk jadi PNS dengan membayar sejumlah uang, sampai akhirnya dananya terkumpul sebesar Rp 2.151.000.000, dan diserahkan kepada Mahmudin.

"Saat itu, Mahmudin mengatakan kepada klien kami bahwa dia disuruh oleh Bupati untuk mencari orang-orang untuk bisa masuk sebagai calon PNS," ujar Abu Bakar Sidik, didampingi rekannya, Ahmad Yusuf, di Pekanbaru, Jumat (4/12/2020).

Seiring berjalannya waktu, ternyata Mahmudin belum memenuhi janjinya, padahal uang sudah diterima. Sani mempertanyakan hal itu kepada Mahmudin, tapi Mahmudin malah menyerahkan sebuah surat dari Pemda Meranti, untuk meyakinkan kalau yang dikatakannya itu benar.

Kemudian, tiba-tiba Sani dikejutkan dengan adanya laporan di Mapolres Meranti, yang mengatakan kalau dia telah melakukan pencemaran nama baik Bupati Meranti, dan pemalsuan surat, terkait penerimaan CPNS di Kabupaten Meranti.

Tapi ternyata, setelah dilakukan pemeriksaan, salah satu tuduhan terkait surat palsu itu tidak terbukti, dan saat ini proses hukum yang berlanjut adalah laporan pencemaran nama baik Bupati Meranti.

Setelah itu, pihaknya kemudian membuat pengaduan, baik itu ke Polres Meranti maupun ke KPK atas dugaan tindak pidana gratifikasi.

"Kita sudah laporkan dugaan gratifikasi penerimaan CPNS ini. Dengan terlapor Mahmudin dan Bupati Meranti. Saat ini dalam proses penyidikan di Polres Meranti. Kita sebagai pelapor sudah diperiksa dan saat ini menunggu proses. Selain itu kita juga sudah membuat pengaduan di LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban). Mereka juga sudah datang beberapa waktu lalu," lanjut ABS.

Terakhir kata ABS, pihaknya meminta kepada masyarakat yang menjadi korban dalam perkara ini, untuk bersabar dan mendukung proses hukum yang tengah berjalan.

Terpisah, Kapolres Meranti, AKBP Eko Wimpiyanto saat dikonfirmasi, membenarkan kalau pihaknya tengah melakukan penyelidikan terkait kasus tersebut.

"Iya benar, mereka saling melaporkan. Awal perihalnya terkait masalah honorer. Saat ini sedang berproses," kata Wimpiyanto kepada GoRiau.com, Jumat (4/12/2020). ***