SEBELUM tidur, saya membuka salah satu grup WhatsApp (WAG), saya baca ada ucapan belasungkawa wafatnya Prof Tabrani Rab. Saya tidak percaya, karena sebelumnya pernah beredar ucapan belasungkawa yang sama, ternyata hoaks.

Saya pun berharap informasi itu tidak benar. Secara refleks saya mendoakan Bang Thab, begitu saya biasa menyapanya, tetap sehat.

GoRiau Tabrani Rab (2 dari kiri) saat
Tabrani Rab (2 dari kiri) saat aksi Riau melawan asap, Selasa (20/10/2015). (Zuhdy Febrianto/ riauonline.co.id)

Ketika bangun di kala Subuh, saya langsung membuka hape dan membaca beberapa WAG, serta mencari berita di media. Ternyata benar, tadi malam (Ahad malam, red), Bang Tabrani Rab telah berpulang.

Innalillahi wainnalillahi rajiun, Al Fatihah, saya pun merasakan kesedihan yang mendalam sampai meneteskan air mata. Bang Thab orang yang sangat berpengaruh pada sikap kritis saya.

Saya pun merunut perjalanan hubungan saya dengan Bang Thab. Saya sendiri sebenarnya sudah lupa saat kapan pertama kali berjumpa dengan Bang Thab, yang teringat banyak sekali kebaikan yang diberikannya kepada kami mahasiswa yang aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), terutama sekali bantuan pengobatan gratis bagi kami-kami yang jauh dari orang tua, bantuan tempat training dan pelatihan, mengenalkan kami dengan suku Sakai di Sialang Rimbun, dan yang paling menonjolkan adalah sikap kritisnya yang menjadi sumber inspirasi dan dorongan bagi kami untuk bersikap serupa.

Bagi saya sendiri, pelajaran yang sangat penting yang saya dapat adalah sikap egaliter (setara) di hadapan semua manusia, tidak peduli jabatannya apa. Saya yang berasal dari kampung udik di hulu sungai selalu dilibatkan dalam berbagai pertemuan yang di situ hadir semua orang berpangkat, orang kaya dan orang hebat lainnya. Saya pun yang semula mau masuk ruangan saja takut, namun atas jasa beliau, pada saat mahasiswa saya sudah tidak ragu duduk di samping gubernur (waktu itu Gubernur Riau Soeripto).

Beliau pun tidak segan-segan meminta pendapat kepada kami, termasuk saya.

Kedekatan saya dengan Bang Thab, pertama kali ketika saya diterima sebagai anggota HMI Cabang Pekanbaru, setiap training-training HMI selalu melibatkan beliau sebagai pembicara, penyandang dana dan penyedia tempat acara.

Kemudian, melalui Subarkah, mahasiswa Sosiologi Fisipol Unri, sedany saya kuliah di Ilmu Pemerintahan Fisipol Unri. Subarkah ini sebagai wartawan di koran Kampus Bahana Mahasiswa. Subarkah inilah yang selalu mengajak saya ke rumah Bang Thab, kebetulan tidak jauh dari kampus di Gobah, mengundang Bang Thab untuk diskusi.

Pada tahun 1992, menjelang pemilihan umum (Pemilu), pada masa tenang saya dan kawan-kawan mahasiswa melakukan kampanye golongan putih (golput), yaitu mengajak masyarakat untuk tidak memilih. Saat itu Bang Thab diundang Subarkah untuk berpidato di kampus, dan ternyata beliau ikut berpidato di halaman kampus tersebut. Ini momen yang paling mendekatkan saya kepada beliau.

Bang Thab selalu mengundang saya setiap dia perlu teman karena dia kedatangan tamu dari berbagai pihak, termasuk dari luar negeri. Saya pernah merasa sangat terhormat ketika Bang Thab meminta saya menjadi pembicara di hari ulang tahunnya di Arya Duta yang dihadiri oleh banyak pejabat serta atase Singapura dan Malaysia.

Begitu juga, dalam satu rubriknya di media massa dia dengan sangat jelas menuliskan, jika Riau Merdeka terealisasi, maka dia akan mengangkat saya sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan. Saya tidak mengerti alasannya karena ia tidak pernah bicara secara khusus tentang Riau Merdeka kepada saya.

Saya mendengar gerakan Riau Merdeka yang beliau perjuangkan hanya melalui forum-forum dan tulisan saja. Mungkin dia membaca skripsi saya yang sudah diterbitkan di jurnal Ilmu Politik AIPI yang menulis tentang Konsolidasi Tentara di Riau 1958-1962.

Saya merasa sangat kehilangan atas kepergian beliau, meskipun bukunya sudah banyak, namun belum ada tokoh-tokoh pergerakan yang ada di Riau meneruskan perjuangan untuk kemanusiaan yang tidak henti-hentinya beliau gelorakan.

Bahkan pada pertemuan terakhir saya dengan beliau di rumahnya di Jalan Pelajar (KH Ahmad Dahlan), beliau masih mengingatkan saya. ''Ayo Rawa, jangan pernah ragu bersikap kritis untuk kemanusian dan kemakmuran dimanapun kamu berada''.

Insya-Allah saya akan istiqomah dalam bertindak kritis, sayang saya belum bisa berbuat lebih banyak karena secara ekonomi masih terbatas.

Al Fatihah Bang. Istirahatlah yang tenang di Surga. Insya-Allah akan banyak pemuda dan pemudi Riau terilhami atas perjuangan yang telah Bang Tabrani lakukan.***

Pekanbaru, 15 Agustus 2022.