PEKANBARU - Tingginya angka putus sekolah di Riau membuat Komisi V DPRD Riau membidangi pendidikan berencana akan membuat Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang regulasi pendidikan di Riau.

Anggota komisi V, Kasir mengatakan, Pemerintah sudah menetapkan sistem wajib belajar 12 tahun, semua masyarakat Indonesia wajib mendapat pendidikan sampai tamat SMA. Namun, realitanya angka pendidikan di Riau baru mencapai 8,9 tahun. Artinya, jika di rata-ratakan anak-anak di Riau hanya mendapat pendidikan sampai kelas 3 SMP saja. Menurut Kasir, ada tiga alasan kenapa angka pendidikan di Riau sangat rendah. Yang pertama penataan sekolah negeri, penyebaran guru tidak merata, hingga infrastruktur yang tidak memadai. Terkait persoalan penataan sekolah negeri, dijelaskan Politisi Hanura ini, sekolah negeri tidak mampu menampung semua masyarakat berpenghasilan rendah di Riau. Sehingga, banyak anak-anak miskin yang tidak mendapatkan pendidikan. "Jadi semua SMA Negeri di Riau ini tidak mampu menampung semua siswa yang tamat SMP karena keterbatasan jumlah. Mau masuk ke swasta mereka tidak mampu membayar," ujar Kasir kepada GoRiau.com, Rabu, (8/7/2020). Saat ini, jelas Kasir, sudah ada sekitar 41 sekolah swasta yang tersebar di seluruh wilayah Riau. Jika sekolah negeri ditambah. Maka keberlangsungan sekolah swasta juga akan terancam. "Mereka (Swasta) ini kan butuh murid juga. Makanya, kita berharap anak-anak yang tidak masuk di Negeri dimasukkan saja ke swasta. Nanti kan ada Bosnas dan Bosda, tinggal bagaimana kita mengganggarkannya untuk anak-anak tidak mampu di sekolah swasta. Supaya mereka tetap bisa bersekolah dan sekolah swasta tetap bisa hidup," jelas Legislator asal Pekanbaru ini. Sekolah swasta, lanjut Kasir, tidak semua berkualitas buruk seperti yang dipersepsikan oleh banyak masyarakat. Banyak juga sekolah swasta yang kualitasnya diatas sekolah negeri. Hanya saja, minimnya gaji guru di sekolah swasta membuat para guru tidak fokus mengajar karena pikiran mereka terbebani untuk mencari penghasilan lain guna memenuhi kebutuhan hidup. Kasir berharap, nantinya di sekolah swasta ini bisa dilakukan sertifikasi. Seperti sistem sekolah negeri, ada standar mengajar para guru. Ketika mereka melewati standar, diberikan insentif. Syaratnya, keuangan sekolah harus sehat dan transparan dulu. "Kalau misalnya gaji cuma Rp.1,5 juta. Itu kan untuk ekonomi di rumah saja belum selesai, gimana mereka mau fokus ngajar. Kita mau mutu swasta dan negeri ini sama, jadi tidak berbondong-bondong lagi masuk ke negeri. Intinya, guru itu akan tenang mengajar ketika honornya jelas dan cukup," jelasnya. Persoalan kedua adalah menumpuknya guru-guru di wilayah perkotaan seperti Pekanbaru, sehingga daerah-daerah pinggiran kekurangan guru. Akibatnya, kualitas pendidikan di pinggiran tertinggal di banding wilayah perkotaan. Persoalan ketiga, sambungnya, adalah persoalan infrastruktur, dimana masih banyak kampung-kampung di pinggiran Riau yang tidak memiliki sekolah. "Kalau di kabupaten itu biasanya putus sekolah karena infrastruktur, misalnya sekolahnya jauh," tuturnya. Ketiga persoalan ini, kata Kasir, menjadi PR berat bagi Kepala Dinas Pendidikan yang baru, apalagi dia memiliki latar belakang pendidikan. Artinya, besar harapan Gubernur dan DPRD Riau padanya. "Nanti kita inventarisir bagaimana solusinya. Nanti kepala dinas nya akan kita tanyakan apa target dia untuk pendidikan, bagaimana angka putus sekolah ini bisa perkecil, dan lainnya," tutupnya. ***