DUMAI - Sungguh merupakan hal yang aneh, juga nyata. Dimana masyarakat di Kecamatan Sungai Sembilan, Kota Dumai, Riau, sudah terbiasa hidup dengan namanya Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) hasil dari proses pembakaran batubara dan cangkang kelapa sawit, serta bleaching dari perusahaan Crued Palm Oil (CPO) yang beroperasi di Kota Dumai.

Dari pantauan GoRiau.com, hampir keseluruhan tanah milik masyarakat di Kecamatan Sungai Sembilan, tertutup dengan limbah B3, jenis fly ash dan bottom ash (hasil pembakaran batubara dengan cangkang sawit, berupa debu halus, red) ternyata banyak digunakan oleh masyarakat Kota Dumai untuk menimbun tanah.

Dalam sehari sebuah pabrik cpo di Kota Dumai, mampu menghasilkan 30 ton sampai 40 ton limbah jenis fly ash dan bottom ash. Kedua limbah B3 itu, digunakan untuk menimbun jalan dan pekarangan rumah, serta terlihat jelas dengan mata.

Juga ada limbah B3, jenis spent earth. Dimana jenis limbah ini merupakan hasil bleaching cpo dengan tanah liat. Bleaching tersebut untuk proses pemurnian minyak tumbuhan, seperti cpo. Dilakukan untuk menyerap kotoran, seperti ion logam, yang terdapat dalam cpo. Dimana hasil bleaching tersebut digunakan masyarakat Kota Dumai sebagai tanah timbun.

Spent earth dinyatakan sebagai limbah B3 karena volumenya. Dimana sebuah pabrik cpo dalam sehari mampu menghasilkan limbah B3 jenis spent earth, sebanyak 30 ton hingga 40 ton. Meskipun spent earth bisa digunakan oleh masyarakat, tapi spent earth masih mengandung minyak. Sewaktu panas, spent earth akan mengeluarkan minyak dan mempengaruhi lingkungan sekitar, serta meresap ke dalam air, seperti sumur bor akan berbau dan berminyak.

Spent earth, akan mempengaruhi tumbuhan, seperti rumput akan mati, serta mahluk hidup dalam tanah, seperti cacing, pun akan mati. Tentunya limbah B3 tersebut memiliki dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan mahluk hidup itu sendiri. Meskipun demikian hal tersebut nyata di depan mata.

Salah seorang warga bernama Samsul di Kecamatan Sungai Sembilan saat ditemui GoRiau.com, Rabu (13/4/2016) mengatakan, bahwa dirinya sudah hidup bertahun-tahun dengan limbah tersebut. Bahkan, dirinya membeli batako cetak yang bahannya terbuat dari limbah B3 jenis fly ash dan bottom ash.

"Kami sudah terbiasa dengan limbah. Batako cetak dari limbah ini lebih hemat, dibandingkan membeli batubata dari tanah liat. 1 batako cetak limbah seharga Rp2.600 perkeping. Perbandingannya untuk 1 batako cetak limbah, 5 batubata tanah liat. Jelas lebih hemat bahan jika menggunakan batako cetak dari limbah," ungkapnya disela-sela pembuatan sebuah warung.

Dirinya juga menggunakan limbah B3 jenis spent earth, untuk timbunan pondasi warung yang dikerjakannya. Dimana dirinya, mendapatkan limbah B3 jenis spent earth, sangatlah mudah. Tumbuhan yang terkena limbah ini pun mati, setelah mati limbah bleaching ini pun akan menyuburkan tanaman.

"Kalau limbah bleaching (spent earth, red) ini gampang dapatnya dan harganya pun murah. Kami (masyarakat) disini, tinggal meminta saja limbahnya ke perusahaan cpo yang ada disini. Kami pun hanya membayar ongkos antar sebesar Rp50.000, untuk 1 dump truk jenis colt diesel," jelasnya.

Saat ditanyai terkait dampak limbah B3 bagi tubuh dan lingkungan, dirinya pun tidak mengetahui. "Karena bagus, ya kita pakai saja. Sampai saat ini kita disini masih sehat-sehat saja. Buktinya tanah bleaching ini digunakan untuk menimbun pondasi rumah adek saya sejak 6 tahun lalu dan tidak terjadi apa-apa, serta semakin kuat dan kokoh bangunannya," urainya kepada GoRiau.com.

Keberadaan limbah B3 yang seharunya dihancur di tempat pembuangan sementara, justru digunakan oleh masyarakat di Kota Dumai.***