HARI demi hari Syarief dan Aisya melalui hidup mereka bersama, malam belajar bersama dan siangnya mengajar anak-anak bersama. Di sela-sela waktu Syarief mengajari Aisya kitab-kitab, terlebih-lebih tentang tata cara menuntut ilmu yang terdapat dalam kitab Ta’lim Muta’allim. Mereka terlihat sangat bahagia, layaknya adik dan kakak yang sering bercanda.

Magrib yang diberkati Ilahi, ayat Alquran terdengar sendu dari rumah Bu Aini. Itu lah salah satu kewajiban yang telah Bu Aini tetapkan bagi keluarganya di setiap selesai salat Magrib. Termasuk Aisya yang kini masih bersetatus sebagai anak Bu Aini, ia juga sedang melantunkan Ayat Alquran.

Selesai membaca Alquran, Aisya tidak menunggu lama, ia langsung menggendongkan kitabnya menuju tempat belajar. Dengan hati yang sangat bahagia bersama senyuman yang berbuah setitis cinta. Setiba di sana, ia melihat kawan-kawan masih sedikit, termasuk Rajul. Aisya berpikir ini adalah kesempatan untuk mengutarakan isi hatinya kepada Rajul. Maka ia langsung mendekati Rajul yang sedang berdiri santai sambil menghafal.

“Jul...!” seru Aisya, yang berdiri di belakangnya, dengan hati yang deg dekan. “Ia,” jawab Rajul sambil menoleh ke arah Aisya bersama kitab yang terbuka di tangannya. “Boleh kita bicara sebentar!” minta Aisya “Boleh!” jawab rajul sambil menutup kitab di tangannya. “Terimakasih, duduklah!” Mereka pun duduk dengan berdampingan. Hati  Rajul menjadi deg dekan, karena tidak biasanya Aisya mengajaknya bicara yang khusus berdua dengannya, apalagi wajah Aisya terlihat sangat serius.

***

Tak lama kemudian Syarief baru tiba di tempat belajarnya sendirian. Namun malam ini terasa berbeda, karena Aisya tidak duduk di tangga, maka ia pun masuk ke balainya, barulah ia dapati Aisya sedang duduk bersama Rajul di sudut balai. Hatinya ingin mendekati mereka, tapi rasanya tidak enak. Jarena pembicaraan mereka terlihat serius, dan rahasia. Maka Syarief terpaksa duduk sendirian, yang jauh kira-kira 7 meter dari mereka, lalu ia mengulang pelajarannya, dengan rasa cuek terhadap pembicaraan mereka.

Sedang asik ia belajar, tiba-tiba di hatinya berdetak perih, maka belajarnya pun jadi tidak fokus lagi, Syarief tau bahwa ini adalah cemburu, tapi kenapa saya cemburu ya? Mereka kan hanya teman, pikir Syarief. Lima belas menit kemudian Aisya belum juga pindah dari dekat Rajul, membuat cemburu di hati Syarief semakin naik, akhirnya ia menutup kitabnya, lalu ia susun dengan rapi.

“Aisya, titip kitab kakak bentar ya!” kata Syarief kepada Aisya. “Ia!” jawab Aisya singkat, lalu ia langsung kembali fokus kepada Rajul yang sedang berbicara. Syarief memalingkan langkah untuk turun, mencoba menenangkan hatinya yang cemburu, sambil hatinya merintih “Ya Tuhan... inikah yang dinamakan dengan cinta?”