RABU, 4 Juni 2014. Anak-anak generasi kabupaten Pelalawan sebaiknya mencatat tanggal ini, sebagai rangkaian sejarah yang akan diukir di daerah ini: Merebut Blok Kampar! Pada tanggal itu, tokoh-tokoh masyarakat Pelalawan memulai rekaman sejarah perebutan Blok Kampar, sumber daya alam Pelalawan di Kecamatan Kerumutan berupa minyak yang telah dieksploitasi PT Medco selama 30 tahun, dengan mengunjungi kementrian ESDM dan Komisi VII DPRRI. Sebagai langkah awal, upaya yang dilakukan sudah cukup menggembirakan. Kita menantikan rekaman sejarah berikutnya, 10 Juni 2014, pertemuan tokoh masyarakat Pelalawan dengan Menteri ESDM di Jakarta.

Pelalawan, dengan sumber daya alam minyak dan gas bumi yang dimiliki merupakan sumberdaya alam strategis - komoditas vital tidak terbarukan (unrenewable) yang menguasai hajat hidup masyarakat serta mempunyai peran penting dalam perekonomian Provinsi Riau dan Kabupaten Pelalawan. Jika dibandingkan dengan kabupaten lain semisal Bengkalis, tentu minyak yang dimiliki Pelalawan jauh lebih kecil jumlahnya. Namun tentu saja sumber daya alam minyak ini harus digunakan sebaik-baiknya untuk kemakmuran masyarakat Pelalawan, dan masyarakat Kerumutan khususnya.

Dana Bagi Hasil Minyak Blok Kampar

Mekanisme pembagian /alokasi DBH minyak diatur berdasarkan PP No 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan. Di Pasal 28 disebutkan bahwa perhitungan realisasi DBH SDA dilakukan triwulan melalui mekanisme rekonsiliasi data antara pemerintah pusat dan daerah penghasil kecuali untuk DBH perikanan. Kemudian Pasal 29 berbunyi: penyaluran DBH SDA dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan Negara pada tahun anggaran berjalan. Penyaluran dilaksanakan secara triwulanan (periode April- Juli- Oktober- Desember).

Berdasarkan laporan Triwulan I 2014 lifting minyak dan gas yang dikeluarkan Kementrian ESDM, dari prognosa (target) lifting - produksi tahun 2014 sebesar 280.890 barel, pada triwulan pertama PT Medco yang beroperasi di Pelalawan melaporkan telah mencapai lifting sebesar 35,9 persen atau setara dengan 100.836 barel. Dengan kualitas minyak terbaik, 1 barel minyak Blok Kampar dapat bernilai 108 dolar AS. Sebuah nilai yang cukup besar. Namun demikian, dengan lifting di triwulan I ini Pelalawan hanya mendapatkan DBH berkisar di angka Rp 4 miliar dikarenakan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pasal 19 ayat 1: Penerimaan pertambangan minyak bumi dan gas bumi yang dibagikan ke daerah adalah penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan minyak bumi dan gas bumi dari wilayah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. Ayat 2: Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi 15,5 persen sebagai berikut:

- 3,1% dibagikan untuk propinsi yang bersangkutan;- 6,2% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan - 6,2% dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam propinsi

Walhasil, DBH sebesar itu diperparah dengan disinyalir minusnya kontribusi perusahaan pengekploitasi terhadap daerah penghasil, dalam hal ini Kabupaten Pelalawan dan Kecamatan Kerumutan sebagai daerah penghasil. Lihatlah berapa banyak pemberdayaan masyarakat (community development) yang diberikan perusahan yang melakukan eksploitasi. Lihatlah berapa banyak infrastruktur yang telah dibangun, jalan yang diaspal, penerangan, pendidikan maupun kesehatan masyarakat di lingkungan pengeboran minyak. Berapa banyak tenaga kerja lokal yang terserap berdasarkan Perda Pelalawan No 18 Tahun 2001 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Lokal. Pertanyaan-pertanyaan itu muncul manakala kita dihadapkan data dan realita kemiskinan yang masih menjadi momok Pelalawan: dimana di tahun 2012 persentase kemiskinan sebesar 11,1 persen, bahkan pada Maret 2013, jumlah penduduk miskin yang mengurus Jamkesda sebanyak 69.615 orang. Tulisan ini tentu saja tidak bermaksud menjustifikasi, melainkan sebagai bahan pemikiran bersama, bahwa betapa sumber daya alam yang kita miliki belum sepehuhnya dinikmati oleh masyarakat.

Tuntutan Sejarah

Pendiri bangsa ini telah membuat pondasi yang kuat dalam upaya pemerataan kesejahteran. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 2 mengatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan Bangsa yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Kemudian ayat 3 mengatakan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Namun kekayaan alam tersebut faktanya belum bisa dinikmati secara merata oleh masyarakat Pelalawan terutama masyarakat di sekitar wilayah pertambangan. Kemiskinan masih menusuk tulang rusuk sebagian masyarakat Pelalawan. Sedangkan, produksi Migas yang tak terbarukan (unrenewable) itu terus mengalami penurunan setiap tahun yang secara paralel menyebabkan menurunnya pendapatan daerah yang bersumber dari Dana Bagi Hasil Migas tersebut.

Oleh sebab itu, pengambil alihan Blok Kampar ini adalah bagian dari pengejawantahan dari tuntutan sejarah sekaligus menjadi rekaman sejarah bagi anak-anak kita belasan bahkan puluhan tahun kedepan. Bahwa pemangku amanah di kabupaten ini, bersama seluruh komponen masyarakat, telah berjuang keras menjawab tuntutan sejarah tersebut, sebagai pertanggungjawaban moral kepada Tuhan yang Maha Kuasa, dalam menunaikan amanah.

Profesionalisme BUMD

Pertanyaan kemudian yang muncul jika kita mampu mengambil alih pengelolaan blok kampar ini adalah tentang profesionalisme BUMD dalam pengelolaan sumber daya alam ini. Jangan sampai kepentingan pribadi mengalahkan kepentingan masyarakat. Penurunan produksi selalu menjadi ironi - anti klimak perjuangan di beberapa kabupaten yang telah berhasil merebut pengelolaan sumber daya alamnya sendiri.

Perusahaan yang ditunjuk untuk bekerjasama dengan BUMD mestilah hasil kajian dan analisa yang mendalam terhadap komitmen dan profesionalitas demi tercapainya tujuan yang diinginkan. Karena itu diperlukan satu sinergi antara pemerintah sebagai ekskutif dengan legislatif, dan seluruh pemangku kepentingan yang lain dalam rangka pengawasan kekayaan SDA Blok Kampar ini sehingga mampu memberikan dampak kesejahteraan. Bukankah yang kita inginkan kesejahteraan masyarakat diatas segala galanya? Bukankah sejarah yang ingin dibaca anak anak generasi ini kelak adalah sejarah tentang kejayaan dan kemakmuran Pelalawan? Agar kelak, anak Pelalawan membaca sejarahnya sebagai guru. Seperti ungkapan Romawi kuno: Historia Vitae Magistra: Sejarah adalah guru kehidupan…

H Abdullah adalah Pengurus Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Provinsi Riau dan Anggota Terpilih DPRD Kab Pelalawan dari PKS.