PEKANBARU - Penurunan harga jual ternak besar khususnya sapi dan kerbau pada periode September 2017 menyebabkan Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Riau ikut terseret turun. Diduga, penurunan harga ternak ini terjadi dikarenakan peternak ditakut-takuti dengan isu penyakit Jembrana.

Jembrana sendiri merupakan salah satu jenis penyakit sapi yang paling mematikan, karena sebagian besar sapi yang terserang penyakit Jembrana akhirnya akan mati.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau, Askardhiya Patrianov mengatakan, bahwa kasus sapi mati mendadak yang tidak mendapat penanganan kesehatan dari petugas belakangan ini sengaja dimanfaatkan oleh beberapa oknum pedagang untuk menakut-nakuti peternak. Padahal masalah ini sebenarnya sudah ditangani oleh petugas kesehatan hewan.

"Peternak sapi akhirnya merelakan ternaknya dibeli dengan harga murah (karena ditakut-takuti sapi mati mendadak, red). Itu kondisi real (nyata, red) di lapangan. Jadi penyebabnya bukan karena kondisi penyakit, tapi karena pengaruh propokasi pedagang. Kalau ini tidak ditangani, tentu akan berdampak terhadap aset sapi di Riau berkurang," ungkapnya kepada GoRiau.com di Pekanbaru, Minggu (22/10/2017).

Pria yang akrab disapa Patrianov ini menyebutkan, setidaknya ada sekitar 1.600 sapi yang mati terserang penyakit jembrana. Kemudian, sekitar 4.000 sapi diantaranya dijual dan dipotong. Akibatnya, harga sapi yang rata-rata Rp10 juta per ekor terpaksa dijual peternak dengan harga murah berkisar Rp3 juta.

"Masyarakat jelas rugi karena mudah terpengaruh rayuan pedagang. Mereka jadinya menjual ternak sapi secara paksa dengan harga rendah," tandasnya.

Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, Aden Gultom membenarkan, bahwa subsektor peternakan memang mengalami penurunan indeks terbesar hingga mencapai 0,89 persen. Ini disebabkan harga yang diterima (It) petani mengalami penurunan sebesar 0,88 persen, padahal harga yang harus dibayar (Ib) petani mengalami kenaikan sebesar 0,02 persen.

Lebih terperincinya, turunnya It petani di subsektor peternakan disebabkan oleh turunnya indeks harga pada kelompok ternak besar sebesar 1,29 persen, ternak kecil sebesar 1,27 persen, unggas sebesar 0,16 persen dan hasil ternak sebesar 0,24 persen.

"Ternak besar itu khususnya kelompok sapi potong, kambing, dan kerbau. Harga jualnya menurun. Sedangkan, indeks konsumsi rumah tangga petani yang mau mereka belanjakan naik sebesar 0,06 persen. Itu menyebabkan kenaikan harga cabai merah, telur ayam ras, beras, dan cabai rawit," urainya. ***