JAKARTA - Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Prof Dr Ria Lumintuarso, M.Si angkat bicara terkait pencalonan AA LaNyalla Mattalitti sebagai calon Ketua Umum PSSi periode 2023-2027 pada Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI yang rencananya digelar di Jakarta, 16 Februari 2022. Menurut Ria Lumintuarso, LaNyalla open minded dengan visi dan misi yang jelas, terarah dan terukur. 

"Patut kita apresiasi bahwa Pak LaNyalla ini sangat terbuka kepada semua pihak, visi dan misinya juga jelas dan terukur. Tujuannya adalah kemajuan sepakbola Indonesia," kata Prof Ria saat menyampaikan materi pada acara Strategic Role LaNyalla Vision di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (7/2/2023).

Menurut Prof Ria, saat ini ia melihat sepertinya PSSI berada di zona nyaman. Oleh karenanya, LaNyalla datang dengan membawa perubahan ke arah yang lebih baik. "Ketika kita ingin mengubah sesuatu, maka kita harus melihat kelemahan kita dulu. PSSI sepertinya berada di zona nyaman," kata Prof Ria.

Saat ini, Prof Ria melanjutkan, diperlukan manajemen yang efektif, berkapasitas dan profesional. Tujuannya, tentu untuk membawa sepakbola ini ke arah yang lebih baik lagi.

"Dukungan finansial dari pusat ke daerah sebagaimana disampaikan Pak LaNyalla dalam paparannya, tentu harus dijadikan pemacu untuk menciptakan industri sepakbola yang sehat, sekaligus prestasi gemilang," kata Prof Ria. 

Saat ini, ia melanjutkan, sport industry sudah bergulir cukup baik. Itu dibuktikan dengan tingginya nilai jual klub di mata investor. "Tapi nilai ungkit prestasi juga harus dibarengi. Ini yang menjadi strategi ke depan. Dukungan pusat ke daerah dalam hal finansial, itu sangat positif. Harus menjadi alat picu awal. Ada prestasi ada industri," terang Prof Ria. 

GoRiau Bersama Asprov PSSI. (Istimewa
Bersama Asprov PSSI. (Istimewa)

Tentu pendekatan yang harus dilakukan adalah event dan pembinaan. Keduanya harus berjalan beriringan. "Pembangunan sepakbola berbasis event itu berarti diperlukan independensi, terstruktur dan akuntabel. Sedangkan menjualnya diperlukan positioning, image dan identity," papar dia. 

Ditekankannya, untuk program pembinaan harus berjenjang dan jangka panjang. "Sistem kompetisi harus ditata dengan baik. Kita harus disiplin terhadap hal itu, sebagaimana telah dipaparkan oleh Pak LaNyalla," ujarnya.

Sementara Ketua Asprov PSSI Jabar, Tommy Apriantono dalam paparannya menjelaskan, harkat dan martabat bangsa diangkat oleh salah satunya olahraga.

"Prestasi olahraga di level internasional menjadi barometer sistem pembinaan keolahragaan. Sejak Sea Games 1991, prestasi sepakbola Indonesia fluktuatif," ujarnya. 

Tommy menyebut ada empat pilar pembinaan sepakbola yakni usia dini, kompetisi, pelatih dan timnas. "Pembinaan usia dini belum dikelola dengan benar baik pengenalan dan pemasalan. Filanesia belum dimassifkan. Tidak ada kompetisi yang berlangsung lama untuk usia remaja," tutur Tommy. 

Di sisi lain, dalam hal kepelatihan, Tommy menyebut sesungguhnya pelatih yang membuat pemain menjadi andal dalam mengolah si kulit bundar. Tapi pendidikan kepelatihan tidak diperhatikan dengan baik. Kalau Indonesia mau berprestasi, harus mengubah cara berlatihnya," papar Tommy.

Sedangkan Jeysing Muthiah (FIFA Development/Football Consultant) menegaskan, paparan yang disampaikan LaNyalla dalam visi dan misinya diyakini dapat mengembangkan sepakbola Indonesia di masa depan ke arah yang semakin baik dengan basis pembinaan yang tepat. ***