PEKANBARU -- ''Innalillah wainnailaihirajiun. Bang Moralis sudah mendahului kita semua. Semoga Allah SWT mengampuni dosanya dan ditempatkan di surga yang terbaik''.

Kabar duka yang dikirimkan salah seorang teman itu masuk ke WhatsApp saya pada Ahad (25/10/2020) siang, pukul 12.31 WIB. 

Saya sempat merasa kurang percaya terhadap pesan tersebut. Bahkan sempat berharap pesan itu salah tulis atau hoaks. Saya kemudian mencoba mengonfirmasi ke sejumlah teman untuk memastikannya. Akhirnya, saya pun termenung, setelah meyakini bahwa kabar duka yang sangat mengejutkan itu adalah kenyataan. Sahabat saya, Mohammad Moralis sudah dipanggil Sang Khalik sekitar pukul 11.25 WIB.

Pemimpin Redaksi media online Riaumandiri.id itu menghembuskan napas terakhirnya pada usia 46 tahun di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Ahmad (RSUD AA). Dia wafat setelah beberapa hari berjuang melawan Covid-19.

Moral, begitu kami biasa memanggil pria asal Tanah Datar, Sumatera Barat itu, meninggalkan seorang istri dan seorang putra yang saat ini duduk di kelas II salah satu SMK di Pekanbaru.

Kepergian Moral membuat saya sangat kehilangan. Sebab, kami pernah bekerja dalam satu tim selama bertahun-tahun di surat kabar Riau Mandiri. Kami pernah sama-sama menjadi redaktur pelaksana di koran milik saudagar H Basrizal Koto alias Basko tersebut.

Setelah saya mundur dari Riau Mandiri dan mengadu peruntungan di berbagai media, kami tetap bersahabat baik dan sering berdiskusi tentang berbagai isu, terutama terkait jurnalistik dan pers.

Bagi saya, Moral merupakan teman diskusi yang mengasyikkan. Sikapnya kritis dan argumentatif. Meski gigih mempertahankan argumentasinya, namun Moral sangat terbuka menerima pendapat orang lain yang dinilainya logis dan rasional.

Sebagai seorang Muslim, Moral sangat religius. Dia sangat taat menjalankan ajaran agama Islam yang dianutnya, terutama melaksanakan shalat fardu lima waktu.

Saya ingat, saat kami menghadiri salah satu acara di Bandung, Jawa Barat, beberapa tahun lalu, Moral mengajak saya menjamak shalat fardu agar shalat wajib lima waktu itu tak ada yang ketinggalan. ''Kita kan lagi safar, bang. Kita jamak saja shalatnya,'' kira-kira begitulah kata Moral ketika itu.

Sebagai jurnalis, menurut saya, Moral memiliki kapasitas dan kredibilitas yang sangat baik. Dia juga dikenal sebagai pribadi yang pandai bergaul, peduli dan santun. Sehingga tidak mengherankan, sekitar seratus orang, umumnya jurnalis, ikut menshalatkan jenazahnya di pekarangan belakang RSUD AA, Ahad sore, sebelum diberangkatkan dengan ambulans menuju pemakaman.

Selamat jalan, Mohammad Moralis, kami akan terus mengenangmu. Semoga husnul khotimah. Aaminn.***