KAMPAR - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) langsung merespon pernyataan dari Anggota DPR RI, Syahrul Aidi Maazat terkait lahan warga yang masuk dalam Hutan Produksi Konversi (HPK).

Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) langsung melakukan dialog 70 warga Desa Kualu Nenas yang terkena pembangunan jalan tol, namun berstatus HPK.

Saat kunjungan pada Senin (21/6/6/2021) tersebut, Wamen ATR/BPN didampingi oleh Syahrul Aidi selaku anggota Komisi V DPR RI, Gubri Syamsuar, Bupati Kampar, Catur Sugeng beserta pejabat daerah lainnya.

Dalam sambutannya, Syahrul Aidi mengucapkan terima kasih BPN cepat tanggap merespon keresahan warga yang diperjuangkan di Komisi V saat itu. Dia berharap dengan kunjungan ini, ada langkah dan solusi konkrit atas persoalan yang ada.

"Namun itu, yang menjadi perhatian kita saat ini, usai mencuatnya kasus tanah warga terkena jalan tol tapi berstatus HPK, mencuat lagi ke permukaan kasus tanah warga lainnya di berbagai wilayah di Riau. Artinya, kejadiannya bukan terjadi disini saja. Namun banyak daerah lainnya," tegas Syahrul Aidi.

Dia melanjutkan, pencomotan lahan warga jadi HPK karena ada lahan lain yang dijadikan Hutan Produksi Lainnya (HPL) pada tahun 2018 seakan menegaskan adanya permainan mafia tanah di Riau. Dia juga meminta kasus ini juga diselesaikan oleh Kementerian ATR/BPN. Apalagi untuk lahan yang telah dikuasi masyarakat untuk pemukiman dan bercocok tanam.

Sementara itu, Wakil Menteri ATR/BPN, Surya Tjandra SH LL menegaskan, pembebasan lahan warga ini merupakan tanggung jawab pemerintah, dari Kementrian ATR, BPN dan Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup akan terus menjalin komunikasi.

"Tiga institusi tersebut harus segera bertemu melakukan pertemuan agar target yang direncanakan pada bulan Desember 2021 Tol Pekanbaru - Bangkinang bisa diresmikan. Dari pihak PT Hutama Karya menyampaikan sisa pembangunan ini diperkirakan akan memakan waktu lima bulan, artinya sebulan ke depan semuanya sudah selesai," terangnya.

Sebelumnya, Anggota DPR RI Dapil Riau 2, Syahrul Aidi Maazat mengungkapkan adanya dugaan 'permainan mafia lahan' dalam penetapan Peraturan Daerah (Perda) Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2018. Hal ini akhirnya menjadikan masyarakat sebagai korbannya.

Hal tersebut dia sampaikan kepada Kementerian PUPR, dimana dia menyebut bahwa masyarakat di Kabupaten Kampar terzolimi oleh perubahan status lahan mereka dari Hutan Penggunaan Lain (HPL) menjadi Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK).

"Saya mendengar ada mafia yang bermain ketika penetapan RTRW itu, dimana kebun perusahaan dan lahan pejabat dikeluarkan dari HPK dijadikan HPl. Untuk mengganti itu, dicaploklah lahan masyarakat," kata mantan anggota DPRD Kampar ini, Selasa (25/5/2022).

Masyarakat, lanjutnya, tidak mengetahui perubahan tersebut. Tapi mereka punya surat-surat yang menguatkan posisi mereka, baik Sertifikat Hak Milik (SHM), Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR), dan lainnya.

Dengan perubahan tanpa sepengetahuan masyarakat tersebut, pemerintah tidak bisa membayarkan ganti rugi kepada masyarakat. Apalagi, Badan Pertanahan Nasional (BPN) berkonsultasi dengan kejaksaan untuk meminta legitimasi.

"Orang hukum pasti membaca berdasarkan hukum saja. Saya mewakili masyarakat ingin menyampaikan ini, tolong berkoordinasi dengan LHK mengenai status lahan, jangan pendekatan hukum, pendekatan historis juga," terangnya. ***