PEKANBARU - Anggota Komisi V DPRD Provinsi Riau, Ade Hartati Rahmat mengaku kecewa dengan penanganan kasus Covid-19 di Riau oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau yang menurutnya masih jauh dari harapan.

Anggota Fraksi PAN ini mengatakan, padahal Pemprov sudah melakukan realokasi anggaran sebesar Rp 474 Milyar, namun anggaran sebanyak itu tak berarti apa-apa dalam rentang waktu Maret - September 2020 dan nyawa masyarakat melayang satu persatu.

Belakangan, Pemerintah Pusat kembali menambah anggaran operasional penanganan Covid-19 sekitar hampir Rp 4 milyar, sehingga total anggaran Covid-19 di Pemprov Riau adalah Rp.477 Milyar.

"Sudah 7 bulan berjalan baru digunakan tidak lebih dari 50 persen, dan masih menyisakan anggaran hampir Rp.200 milyar. Andai kata Pemprov Riau memiliki proyeksi kebutuhan yang benar, maka kasus penyebaran Covid-19 tidak mungkin seperti saat ini," ungkap Ade Hartati, Sabtu, (19/9/2020).

Artinya, Ade meragukan langkah antisipasi yang sudah disusun oleh Pemprov Riau. Buktinya, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan beberapa bulan lalu masih banyak terjadi kendala di lapangan. 

Selain itu, kata Ade, Pemprov juga tidak punya proyeksi kedepan yang harusnya bisa menjadi dasar Pemprov Riau dalam menekan penyebaran Covid-19 hingga penyebarannya terputus.

Padahal, diungkapkan Ade, dalam realokasi anggaran senilai Rp.474 M itu, terdiri dari bantuan untuk 6 Kabupaten/Kota yang melakukan PSBB beberapa bulan yang lalu.

Pertama untuk pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) Rp.54 M terdiri dari masker, Alat Pelindung Diri (APD) dan extra puding atau vitamin dan makan bergizi. Kemudian Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Desa, masing-masing perdesa Rp.100 juta total Rp.159 Milyar, Bankeu Kelurahan Rp.28 M, masing-masing Rp 100 juta per kelurahan. Bankeu Kecamatan Rp.16 M, masing-masing Rp.100 juta per kecamatan, dan bantuan Rp.191 M untuk keluarga terdampak.

Lebih jauh, Ade juga menyayangkan penanganan pasien Covid-19 yang telah di lakukan Pemprov Riau. Sebab, mertua dari adiknya sendiri meninggal dunia pada Kamis (17/9/2020) silam dan didiagnosa sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP) Covid-19.

"Almarhumah tidak mendapatkan fasilitas kesehatan Covid-19 dari sore kemarin (Rabu/16/9/2020). Almarhumah hanya ditempatkan di IGD yang dikhususkan bagi pasien dengan diagnosa Covid-19. Barulah, siangnya si pasien mendapatkan ruang isolasi tanpa fasilitas yang seharusnya diperuntukan bagi pasien Covid-19," tuturnya.

Pemerintah, lanjutnya, berdalih ruang isolasi dan fasilitasnya penuh, sementara anggaran BTT masih sangat besar, andai dibelikan alat tersebut mungkin nyawa bisa tertolong.

Ditegaskan Ade, dirinya mendesak Pemprov Riau agar mempersiapkan secara baik seluruh hal yang dibutuhkan di tengah pendemi ini. Apalagi, pada Kamis kemarin, ada 9 orang meninggal di Pekanbaru dengan diagnosa Covid-19.

"Masihkah kita hanya menjadi pendengar dan penonton yang baik?. Dalam arti kata Riau tidur nyenyak dalam menghadapi pendemi," tutup Ade.***