JAKARTA - Untuk menjamin ketersediaan bahan baku produksi minyak goreng (migor), anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, minta Pemerintah tidak mencabut kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) crude palm oil (CPO).

Pemerintah tidak bisa hanya melakukan imbauan kepada pengusaha agar mau menyisihkan produksi CPO nya untuk keperluan produksi migor dalam negeri. Karena hal itu terbukti tidak efektif dan membuat harga migor jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan.

"Pendekatan negara, tidak cukup sekedar berupa imbauan moral, meminta komitmen pengusaha atau semacam gentlemen agreement terkait dengan penyediaan CPO sebagai bahan baku minyak goreng (migor) dalam negeri. Hal seperti itu adalah pendekatan kultural dalam masyarakat. Pendekatan Pemerintah mestinya lebih bersifat struktural berbasis regulasi," kata Mulyanto kepada GoNews.co, Rabu (27/7/2022), menanggapi rencana penghapusan kewajiban DMO (domestic market obligation)-DPO (domestic price obligation) CPO (minyak sawit mentah) untuk bahan baku migor domestik oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.

Mulyanto mengingatkan bahwa sebelumnya Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita juga pernah mendesak partisipasi produsen sawit untuk ikut dalam program subsidi migor curah berbasis BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) namun imbauan ini tidak efektif. Karena itu Pemerintah harus mencari alternatif lain yang dapat memaksa pengusaha mengikuti rencana kerja Pemerintah.

"Negara memiliki kontrak sosial dengan masyarakat karenanya pendekatan negara terutama bersifat binding (mengikat) dan compulsory (memaksa) bukan sekedar voluntary (sukarela)," tegas Pak Mul.

Terkait hal tersebut Mulyanto mengingatkan Pemerintah agar berhati-hati dengan rencana menghapus kebijakan DMO-DPO minyak sawit mentah dan menyerahkan ketersediaannya pada kesukarelaan komitmen produsen. Jangan sampai kebijakan ini menyebabkan lonjakan harga migor dan memicu inflasi. "Pemerintah harus mengambil kebijakan secara prudent, jangan gegabah, apalagi condong pada pengusaha migor, ketimbang masyarakat umum," jelasnya.

Menurut Mulyanto, komoditas migor ini termasuk bahan makanan pokok yang bersifat strategis, karena dibutuhkan oleh masyarakat luas. Karenanya, tidak boleh dibiarkan seratus persen dikendalikan oleh pasar. Pemerintah tidak cukup bekerja berbasis “imbauan”, tetapi harus “hadir” mengendalikan aspek ketersediaan dan harganya. Jangan sampai komoditas ini langka atau harganya tidak terjangkau masyarakat seperti sebelum-sebelumnya.

"Kita ini kan negara produsen migor terbesar di dunia, masak komoditas ini langka atau harganya selangit tidak terjangkau oleh masyarakat. Itu kan paradoks alias kontradiktif," singgungnya.

Untuk diketahui Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan berencana mencabut kebijakan DMO-DPO mengingat stok CPO domestik sudah lebih dari cukup. Menurutnya seretnya ekspor CPO menjadi biang keladi rendahnya harga TBS (tandan buah segar) di tingkat petani. Mendag akan menghapus asal pengusaha sawit berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan CPO dalam negeri.***