JAKARTA - Sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, kemarin (Jumat, 14/6) terbilang sepi massa aksi.

Justru aparat kepolisian mendominasi dibandingkan jumlah massa aksi yang hadir. Hal ini patut diapresiasi, selain menunjukkan kedewasaan politik kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan membawa sengketa Pilpres 2019 ke MK, juga adanya imbauan capres 02 Prabowo agar para pendukungnya tidak mendatangi MK terbukti lebih efektif.

"Kedewasaan politik ini patut dijadikan contoh dalam era demokrasi seperti sekarang ini, di mana para tokoh yang telah dipercaya mampu meredam para pendukungnya sehingga kondisi menjadi lebih kondusif," kata Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) Jajat Nurjaman kepada redaksi, Sabtu (15/6).

Pasalnya, jika mengacu kepada larangan Kapolri terhadap rencana aksi di MK, Jajat yakin tidak akan digubris. Apalagi dalam sebuah aksi menyampaikan pendapat tidak memerlukan izin resmi dari pihak kepolisian dan cukup dengan pemberitahuan.

"Dalam imbauannya Pak Prabowo selalu mengingatkan para pendukungnya untuk sami’na waa’tona atau taat kepada kepemimpinan. Saya kira ini sangat penting mengingat kondisi politik saat ini belum sepenuhnya kondusif," ujarnya.

Menurut dia, harapan kini ada di pundak para hakim konstitusi sejauh mana akan dapat menilai dugaan pelanggaran Pilpres 2019 ini secara pandangan hukum tanpa ada campur tangan politik atau tekanan dari pihak manapun.***