TIDAK dapat dipungkiri perubahan yang dihadirkan globalisasi telah melahirkan masa yang penuh tantangan. Pekerjaan yang semula menjadi pusat perhatian seolah memudar dan hilang dari peredaran. Berbagai kemampuan yang menjadi tolak ukur kualitas diri, kini tidak lagi diperhitungkan lantaran tergantikan dengan hadirnya teknologi mutakhir.

Tantangan di atas terkesan mereduksi gairah milenial untuk bergerak dalam ikhtiar memajukan kehidupan bangsa. Baik kalangan pelajar yang dituntut menimba ilmu maupun usia kerja yang seharusnya berkarir, tampaknya abai dengan tanggung jawabnya. Terlebih lagi kehadiran media sosial beserta game online yang digandrungi kaum milenial, telah memperdaya generasi muda untuk bermalas-malasan (rebahan).

Di tengah kesulitan yang sedang menerpa negeri di berbagai sektor, peran generasi muda amat diharapkan. Namun trand  rebahan yang kentara di  permukaan seolah menampik segala ekspektasi tinggi akan kiprah pemuda. Petuah orang tua, ajaran guru dan himbauan tokoh seolah tak membekas ibarat angin semilir. Bahkan segelintir anak muda terjerembab dalam gelapnya tindak kejahatan seperti judi online dan begal demi memuaskan hasrat narsismenya.

Sebagai kitab yang diturunkan sang Maha Pengasih (Allah SWT) kepada ciptaan terbaik di muka bumi (Nabi Muhammad SAW), Al-Qur’an tentu mengandung pesan istimewa untuk kaum rebahan agar bangkit dari kemalasan. Tuntunan Al-Qur,an amat dibutuhkan dalam mentransformasi karakter pemuda yang terjangkit budaya rebahan menuju milenial produktif layaknya Muhammad Al-Fatih, ShalahuddinAl-Ayyubi dan Sulaiman Al-Qanuni (As Sholabi, 2008).

Peluang dalam Kesulitan

Bertolak belakang dari pola  pikir segelintir generasi muda yang menjauhi kesulitan dalam bekerja, Al-Qur’an justru menyatakan bahwa kesulitan merupakan peluang untuk menggapai kesuksesan. Persoalan dan tantangan yang dihadapi kaum muslimin tidak boleh menyurutkan nyalinya dari ikhtiar positif. Sebaliknya, umat Islam harus tercambuk dan memiliki semangat ganda dalam menembus kerasnya tembok ujian. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam ayat berikut ini (QS Al-Insyirah: 5-6):

Artinya: Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, 6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

Al-Qurthubi menjelaskan keterkaitan ayat di atas dengan aspek perekonomian. Kata ‘usrun (kesulitan) dalam ayat di atas menjelaskan kesulitan yang berkaitan dengan ekonomi yaitu kemiskinan dan kefakiran. Sedangkan kata yusrun (kemudahan) dalam ayat di atas mengandung makna keleluasaan dan kesejahteraan (Al-Qurthubi, 2006).

Ayat di atas turun berkenaan dengan kaum musyrikin yang menghina kefakiran kaum muslimin. Ibnu Jarir At Thabari meriwayatkan dari Hasan Al Bashri bahwa tatkala kaum muslimin mengalami penghinaan tersebut Allah menurunkan ayat di atas. Kemudian Rasulullah memberi penjelasan dengan bersabda: “ ada kabar gembira, kalian akan mendapatkan kemudahan. Satu kesulitan tidak akan mengalahkan dua kemudahan” (At-Thabari, 2001).

Wahbah Zuhaili menjelaskan makna ucapan rasulullah SAW di atas. Ketika menyebut ‘usrun (kesulitan), Allah SWT menggunakan permulaan alif dan lam atau biasa disebut bentuk ma’rifah. Lafaz ma’rifah akan mengacu pada makna yang sama sekalipun disebut beberapa kali. Artinya sekalipun ‘usrun disebut dua kali, yang dimaksud hanyalah satu kesulitan.  Sedangkan ketika menyebut kata yusrun (kemudahan) Allah SWT menggunakan lafaz  nakirah  dengan tidak mencantumkan alif dan lam. Jika lafaz nakirah disebutkan berulang, maka makna yang dituju sebanyak pengulangan lafaz yang ada, yaitu dua kemudahan. Dengan demikian Allah SWT telah memberi jaminan kepada setiap muslim yang mengalami kesulitan bahwa ia akan mendapat ganjaran kemudahan dua kali lipat (Zuhaili, 2009).

Keterangan di atas menunjukkan bahwa kesulitan dan tantangan bukanlah sebuah kebuntuan. Melainkan ujian bagi manusia agar menjadi pribadi tangguh yang gemilang dan membawa manfaat bagi masyarakat. Tantangan yang muncul seiring perubahan zaman bukanlah alasan yang dapat dijadikan tameng bagi kaum rebahan. Sebaliknya, milenial harus semakin giat dan semangat dalam menongsong perubahan zaman berbekal kemampuan mumpuni dan karya bermanfaat.

Kiat Melawan Kemalasan

Leonardo da Vinci pernah menuturkan pesan inspiratif yang menggugah. Ia menyatakan bahwa sangat sulit menemukan orang yang sukses namun melazimkan sikap bermalas-malasan dalam hidupnya. Laksana air yang apabila tidak mengalir akan kehilangan kejernihannya dan dalam suhu rendah ia akan membeku, begitu pula halnya dengan pikiran manusia yang tidak diaktifkan. Ia akan kehilangan kejernihan sehingga sulit digunakan untuk memecahkan persoalan.

859 tahun sebelum kelahiran Da Vinci, Al-Qur’an telah mengingatkan umat Islam untuk meristensi sikap malas. Kaum muslimin diperintahkan mengisi setiap waktu yang dimilikinya dengan kegiatan bermakna. Bahkan ketika selesai dari satu pekerjaan, seorang muslim diperintahkan menyelesaikan kegiatan dan kesibukan lainnya. Sebagaimana yang diterangkan Allah SWT dalam ayat berikut ini (QS Al-Insyirah:7):  

Artinya: Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.

Ayat di atas secara jelas mengajarkan tentang langkah nyata menjauhi sikap malas. Yaitu melalui ikhtiar menyibukkan diri dengan perkara bermakna. Setiap waktu yang diberikan Allah SWT kepada manusia merupakan anugerah tak ternilai, sehingga harus diisi dengan perkaara bernilai guna. Ironisnya sebagian kaum muslimin terkesan abai dengan anugerah tersebut, sehingga terjerumus dalam kemalasan yang sulit diakhiri.

Kiat menghindari kemalasan diperjelas dalam sabda Rasulullah SAW yang cukup tegas. Umat Islam tidak hanya dilarang bermalas-malasan, tetapi menunda pekerjaan juga tidak diperkenankan bagi setiap muslim. Hal ini secara tegas disabdakan Nabi Muhammad SAW dalam salah satu haditsnya berikut ini:

Artinya: Dari Ibnu Umar radhiallohu ‘anhuma beliau berkata: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah memegang kedua pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir.” Ibnu Umar berkata: “Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati.” (Al-Bukhari, 2002)

Kesimpulan

Masa yang penuh tantangan tentu menuntut pribadi pejuang yang tidak kenal lelah dalam berjuang. Generasi muda harus mengambil peran signifikan dalam menyejahterakan bangsa dan meningkatkan marwah umat. Oleh sebab itu kaum milenial harus meninggalkan trand rebaahan dan mengisi waktu dengan kegiatan bermakna.  ***