JAKARTA - Draf Rancangan Undang-undang atau RUU Ketahanan Keluarga hendak mengatur soal kewajiban suami dan istri dalam perkawinan. Draf itu menyatakan bahwa suami bertugas sebagai kepala keluarga, sedangkan istri mengurus rumah tangga. Rancangan beleid ini juga ingin mewajibkan bahwa suami istri harus saling mencintai.

Dua poin ketentuan ini tertuang pada Pasal 24 hingga Pasal 25. Pada Pasal 24 ayat (1) tertulis bahwa dalam penyelenggaraan ketahanan keluarga, setiap suami istri yang terikat perkawinan sah memiliki kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga dan membina harmonisasi keluarga. "Setiap suami istri yang terikat dalam perkawinan yang sah wajib saling mencintai, menghormati, menjaga kehormatan, setia, serta memberi bantuan lahir dan batin yang satu kepada yang lain," demikian tertulis dalam Pasal 24 ayat (2).

Dalam ayat (3), disebutkan bahwa setiap suami istri yang terikat dalam perkawinan yang sah memiliki kedudukan dan hak seimbang dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat sesuai norma agama, etika sosial, dan peraturan perundang-undangan.

Kewajiban suami tertuang dalam Pasal 25 ayat (2). Ada empat kewajiban suami, yakni (a) sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kesejahteraan keluarga, memberikan keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan bertanggung jawab atas legalitas kependudukan keluarga.

Kemudian (b), melindungi keluarga dari diskriminasi, kekejaman, kejahatan, penganiayaan, eksploitasi, penyimpangan seksual, dan penelantaran, (c) melindungi dan keluarga dari perjudian, pornografi, pergaulan dan seks bebas, serta penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, serta (d) melakukan musyawarah dengan seluruh anggota keluarga dalam menangani permasalahan keluarga.

Adapun kewajiban istri menurut RUU Ketahanan Keluarga yakni (a) mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya, (b) menjaga keutuhan keluarga, serta (c) memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.***