JAKARTA - Seorang prajurit TNI AD dari kesatuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) pernah berkonsultasi kepada almarhum KH Maemun Zubair alias Mbah Moen. Prajurit itu curhat, sering kelewatan shalat Zuhur karena waktu latihan yang panjang.

Konsultasi prajurit Kopassus dengan Mbah Moen itu diceritakan ulama Nahdlatul Ulama (NU) KH Ahmad Baha'uddin Nursalim alias Gus Baha saat Ngaji Bareng Gus Baha bertema Meneguhkan Islam Rahmatan Lil'alamin di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jawa Timur (Jatim), Selasa (14/7), yang juga disiarkan langsung lewat channel Youtube UMM.

''Mbah Moen saya ini Kopassus, kadang saya latihan itu sampai waktu Zuhur habis, saya harus bagaimana? Jawabannya Mbah Moen unik, seng penting ojo ngosor shalat. Engko ojo niat Jamak. Atok qodok (yang penting jangan meng-qhasar. Nanti jangan niat men-jamak shalat. Mending shalat qadha),'' kata Gus Baha yang duduk didampingi Rektor UMM Fauzan dan Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Malang Abdul Haris, seperti dikutip dari Republika.co.id.

Menurut Gus Baha, cerita itu masih terkait dengan ijtihad yang dilakukan sabahat Nabi Muhammad SAW.

Sehubungan dengan personel Kopassus itu, menurut dia, orangnya memang alim sehingga takut kelewat shalat, namun harus tetap profesional menjadi prajurit TNI. Sehingga sang prajurit baret merah tersebut berkonsultasi lagi kepada Gus Baha.

''Singkat cerita orang ini diskusi sama saya, orang ini alim pernah mondok. Kenapa qhasar ndak boleh? Karena qashar ini ekstrem, mengubah bentuk shalat dari empat menjadi dua. Maka alasannya harus jelas. Orang yang latihan di Kopassus itu kan asrama di situ, berarti dia ndak musafir, karena asrama di situ, sudah mukim. kalau dia qhasar mengubah bentuk shalat, dari empat menjadi dua, mengubah shalat itu ekstrem, tapi kalau dia qhada itu hanya mengakhirkan waktu shalat dari waktunya,'' jelas Gus Baha.

Kemudian, Gus Baha pun bertanya kepada hadirin yang didominasi dosen UMM, lebih baik memilih shalat yang mana jika kondisinya seperti itu? ''Kira-kira kamu jadi malaikat ekstrem mana, mengubah apa sama menunda? Ekstrem mengubah karena empat menjadi dua,'' ucap Gus Baha.

Dia melanjutkan, sebaiknya prajurit Kopassus itu tidak melakukan shalat jamak taqdim, melainkan lebih baik menunaikan jamak takhir. ''Ini bagi pengkaji fikih itu penting kalau takhir itu salah-salah dikit tidak apa-apa, mirip Zuhur di-qadha. Kalau jamak taqdim itu Ashar kok waktu Zuhur, ekstrem mana? Ekstrem taqdim karena melakukan sesuatu belum waktunya. Jadi itu memang tadi kajian fikih tadi unik,'' sambung Gus Baha.***