BAGI sebagian perokok, merokok terasa nikmat setelah menyantap makanan pedas. Riau merupakan daerah yang sebagian besar masyarakatnya menggemari menu masakan yang pedas. Menu makanan di rumah dan di warung lebih banyak didominasi oleh masakan pedas. Namun tahukah Anda bahwa cabai dan rokok pada tahun 2020 lalu merupakan komoditas yang menyumbang inflasi paling signifikan di Riau?

Pada awal tahun ini Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau merilis angka inflasi. Secara bulanan inflasi Riau pada Bulan Desember 2020 sebesar 0,55 persen. Perlu diketahui bahwa inflasi Riau dihitung dari 3 kota yaitu Kota Pekanbaru, Kota Dumai dan Kota Tembilahan. Ketiga kota ini mengalami inflasi, dengan Kota Dumai mengalami inflasi paling tinggi sebesar 0,88 persen, disusul Kota Pekanbaru 0,51 persen, dan terakhir Kota Tembilahan 0,34 persen.

Dengan dirilisnya inflasi bulan Desember tahun 2020 maka dapat diketahui inflasi selama tahun kalender 2020. Inflasi selama Januari-Desember tahun 2020 untuk Provinsi Riau sebesar 2,42 persen. Yang menarik adalah, inflasi selama tahun 2020 di Provinsi Riau secara signifikan dipicu oleh komoditi cabai dan rokok.

Kenaikan harga komoditas cabai merah memberikan andil inflasi sebesar 0,57 persen, rokok kretek filter 0,14 persen dan rokok putih 0,11 persen. Bagaimana komoditas cabai dan rokok ini bisa memberikan andil yang cukup signifikan pada inflasi tahun 2020?

Inflasi adalah menghitung perubahan harga pada keranjang belanja masyarakat. Komoditas yang menjadi favorit dan banyak terdapat pada keranjang belanja masyarakat akan mempunyai andil yang besar pada pembentukan inflasi.

Perubahan harga pada komoditas tersebut akan mempengaruhi isi keranjang belanja. Selanjutnya perubahan harga komoditas ini akan mempunyai andil yang signifikan pada pembentukan inflasi. Berbeda misalnya pada barang yang jarang dikonsumsi masyarakat, misalkan kenaikan harga dasi. Dasi tidak terlalu dibutuhkan masyarakat dan tidak selalu dikonsumsi setiap hari sehingga walaupun harga dasi naik 200 persen tidak akan signifikan memengaruhi pembentukan inflasi.

Cabai

Cabai tidak lepas dari masyarakat Riau yang menyukai makanan pedas. Kalau kita ke pasar pada minggu pertama di awal tahun ini, cabai merah besar harganya sudah di atas Rp50 ribu per kilogram, sedangkan cabai rawit merah yang sebagian orang menyebutnya cabai mercon harganya hampir mendekati Rp100 ribu per kilogram.

Berhubung cabai ini sangat diminati dan cukup banyak di keranjang belanja masyarakat maka kenaikan harga cabai akan menyumbang inflasi yang cukup besar. Belum ada data rinci berapa konsumsi cabai per hari di Riau, namun dari hasil Susenas 2020 diperoleh informasi bahwa rata-rata pengeluaran perkapita sebulan untuk sayur-sayuran sekitar Rp63 ribu rupiah. Artinya setiap orang dalam satu bulan mengeluarkan Rp63 ribu untuk mengonsumsi sayur-sayuran. Komoditas sayuran yang dikonsumsi ini bermacam macam termasuk cabai di dalamnya.

Harga di pasar sangat ditentukan oleh dua faktor, yaitu permintaan (demand) dan penawaran (supply). Demand yang tinggi sedangkan supply berkurang akan menyebabkan kenaikan harga.

Bagaimana ketersediaan Cabai di Riau? Data yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Hortikultura menyebutkan bahwa produksi cabai besar di Riau tahun 2019 sebesar 17.513 ton, sedangkan cabai rawit 8.120 ton.

Wilayah penghasil cabai merah adalah Kabupaten Siak, Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar. Bila dibagi dengan jumlah hari dalam setahun maka tersedia 48 ton cabai besar dan 22 ton cabai rawit.

Masalahnya adalah bahwa produksi cabai ini tidak sama dalam tiap bulannya, sedangkan demand cenderung tetap atau bahkan naik. Maka tak heran bila harga komoditas cabai kadang tinggi kadang rendah, sangat tergantung pada ketersediaan barang.

Lalu bagaimana untuk memenuhi kekurangan cabai di pasar? Tentu saja dengan mendatangkan dari daerah lain, seperti dari Sumatera Barat yang produksi cabainya tahun 2019 bisa mencapai 140 ribu ton.

Pengendalian harga cabai dengan cara menurunkan konsumsi jelas sulit. Langkah yang paling tepat adalah dengan meningkatkan supply, baik dengan produksi sendiri atau mendatangkan dari daerah lain.

Sejak tahun 2015 produksi cabai besar dan cabai rawit di Riau mengalami peningkatan. Insentif untuk petani cabai perlu dilakukan untuk memancing minat petani dalam menanam cabai.

Budidaya cabai membutuhkan modal yang relative besar karena banyak tantangan, baik dari pengaruh cuaca maupun serangan hama. Tantangan lain adalah berkurangnya lahan pertanian yang beralih kepada komoditas kelapa sawit.

Di sisi lain, distribusi cabai jangan sampai terganggu. Arus barang dari luar daerah harus lancar tanpa banyak hambatan. Komoditas sayuran sangat rentan pada proses pembusukan, sehingga sesegera mungkin hasil panen sampai pada konsumen.

Sarana dan prasarana seperti jalan dan jembatan harus terjaga agar lalu lintas lancar sehingga tidak terjadi kekurangan stok.

Yang tak kalah penting adalah tentang tata niaga cabai sendiri. Jalur rantai distribusi yang panjang tentu membuat harga komoditas menjadi lebih mahal. Juga perlu diantisipasi terjadinya permainan harga. Dalam hal ini pihak terkait diharapkan dapat melakukan operasi pasar atau semacam sidak.

Rokok

Merokok menjadi kebutuhan dan gaya hidup sebagian masyarakat. Sebenarnya berapa jumlah perokok di Riau? Hasil Susenas 2020 menyebutkan bahwa hampir 22 persen penduduk usia 5 tahun ke atas merupakan merokok. Perokok ini didominasi oleh kaum lelaki.

Bila dipersentasekan terhadap penduduk lelaki maka sekitar 42 persen lelaki adalah perokok. Dengan kalimat lain dapat disampaikan bahwa apabila ada 10 orang lelaki berkumpul maka 4 orang diantaranya adalah perokok.

Lalu berapa rata-rata jumlah batang rokok yang dikonsumsi setiap minggu? Perokok di Riau rata-rata setiap minggu menghabiskan sekitar 112 batang rokok, atau hampir sebungkus per hari untuk rokok yang berisi 12 batang per bungkus.

Berhubung rokok cukup banyak yang mengonsumsi maka kenaikan harga pada rokok akan memberikan andil yang signifikan pada inflasi.

Di Provinsi Riau tidak ada pabrik rokok. Semua rokok yang beredar diperoleh dari luar daerah Riau. Untuk meningkatkan supply dengan memproduksi sendiri jelas tidak mungkin.

Lalu bagaimana kalau demand dikurangi? Rokok mempunyai sifat yang membuat orang kecanduan. Hal ini membuat sulit menurunkan permintaan. Beberapa waktu lalu beredar kabar bahwa pemerintah akan meningkatkan cukai rokok yang akan berimbas pada kenaikan harga rokok. Semoga cara ini dapat menekan jumlah permintaan rokok.

Namun, mengingat sifat rokok yang membuat ketagihan barangkali yang terjadi bukan demand yang turun namun pergeseran pada jenis dan merk rokok yang terjadi. Sebagian perokok kemungkinan akan beralih pada rokok yang lebih murah.

Cabai bagi masyarakat Riau sulit dikurangi apalagi ditinggalkan. Begitu pula rokok bagi penikmatnya. Kedua komoditas ini mempunyai keunikan, yaitu demand yang sulit diturunkan.

Menekan harga dengan menurunkan demand sepertinya sulit. Mungkin supply yang ditambah. Kalau supply cabai ditambah mungkin banyak yang setuju, namun bila supply rokok yang ditambah… sepertinya jangan dulu.***

Joko Prayitno, SSi MSE adalahStatistisi Madya pada BPS Provinsi Riau.