PEKANBARU - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melalui Gubernur Riau (Gubri), Syamsuar menetapkan status siaga darurat bencana kebakaran hutan dan lahan mulai hari ini, Selasa (11/2/2020). Status ini berlaku mulai tanggal 11 Februari dan berakhir 31 Oktober 2020.

Sebelumnya tiga daerah di Riau, yakni Kabupaten Siak, Kabupaten Bengkalis dan Kota Dumai menetapkan status siaga darurat bencana karhutla. Ditetapkannya status ini, sebagai upaya Pemprov Riau mengantisipasi meluasnya Karhutla di Bumi Lancang Kuning.

Diambilnya kebijakan status siaga darurat bencana karhutla sejak dini agar bantuan dari pemerintah pusat melalui Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB) cepat turun ke daerah kabupaten dan kota di Riau yang sudah melakukan upaya pemadaman lahan yang terbakar.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau, Edwar Sanger mengatakan kepada GoRiau.com, bahwa dari 1 Januari hingga 10 Februari 2020, luas lahan yang terbakar di Riau sudah mencapai 271,07 hektar (ha). Luas lahan terbakar paling luas hingga saat ini di Kabupatem Siak seluas 98,47 ha. Dilanjutkan Kabupaten Bengkalis seluas 60,90 ha.

''Kemudian Kabupaten Indragiri Hilir seluas 42,10 ha, Kota Dumai seluas 31,85 ha, Kabupaten Indragiri Hulu seluas 21,50 ha, Kabupaten Kepulauan Meranti seluas 5,5 ha, Kabupaten Pelalawan seluas 5 ha, Kota Pekanbaru seluas 3 ha, Kabupaten Kampar seluas 2,5 ha dan Kabupaten Rokan Hilir seluas 0,25 ha,'' kata Edwar.

Sementara itu untuk jumlah hotspot atau titik api di Riau hingga saat ini sebanyak 60 titik api dengan tingkat kepercayaan diatas 70 persen. Untuk titik api terbanyak di Kabupaten Bengkalis sebanyak 27 titik, Siak sebanyak 11 titik, Pelalawan 7 titik, Indragiri Hilir 6 titik, Dumai 5 titik, Kepulauan Meranti 4 titik.

Sekretaris Utama BNPB, Harmensyah mengatakan dalam pidatonya, bahwa Riau merupakan provinsi pertama di Indonesia yang menetapkan status siaga darurat bencana karhutla. Bahkan, BNPB sudah mengirim surat ke BPPT tertanggal 3 Februari 2020 untuk melakukan modifikasi cuaca agar segera melakukan penaburan garam khusus untuk Riau, bukan untuk yang lain.

''Pak Gubernur segera kirim surat ke BNPB, supaya heli segera kita kirim ke Riau untuk memadamkan api di lokasi yang tidak bisa dijangkau oleh satgas darat. Dukungan TNI dan Polri juga sudah diusulkan untuk dikirim ke Riau," kata Harmensyah.

Pemprov Riau, dikatakan Syamsuar, telah berusaha melakukan upaya dengan mengerahkan sumber daya yang dimiliki. Tidak sekedar memadamkan api, satgas penanggulangan bencana asap akibat karhutla seakan berlomba dengan para pembakar lahan. Sekaligus melakukan penindakan terhadap pelaku pembakar lahan, hingga pelaku pembalakan liar.

''Kita tidak menyerah dengan keadaan. pemerintah daerah dengan dukungan dan pendampingan BNPB melakukan segala upaya penanggulangan dengan tidak mengenal hari libur, seperti pengerahan Satgas Pemadaman Darat (TNI, Polri, Manggala Agni, BPBD Damkar), Satgas Pelayanan Kesehatan, Satgas Penegakan Hukum, Satgas Pemadaman melalui udara dengan menggunakan Water Bombing dan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC),'' ungkap Syamsuar dalam pidatonya.

Seperti yang diketahui bersama, sambung Syamsuar, bahwa bencana kebakaran hutan dan asap yang timbul di Provinsi Riau sudah terjadi secara berulang-ulang sejak tahun 1997. Yang menyebabkan kerugian berupa sekolah harus diliburkan, jadwal penerbangan pesawat yang harus ditunda bahkan dibatalkan, dan ribuan masyarakat Riau menderita penyakit Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA) akibat asap.

"Berdasarkan informasi perkiraan BMKG, musim kemarau periode pertama terjadi pada akhir Januari sampai dengan bulan Maret 2020 di sebagian wilayah Riau, terutama bagian Utara. Sedangkan musim kemarau periode kedua diperkirakan pada bulan Juni hingga September 2020," jelas Syamsuar.

Kegiatan ini dihadiri Sekretaris BNPB Dody Ruswandi, Wakil Gubernur Riau Edy Nasution, Sekdaprov Riau Yan Prana, Kapolda Riau, Danrem 031/Wirabima, Kajati Riau, Ketua DPRD Riau, Danlanud Roesmin Nurjadin, dan sejumlah kepala daerah se-Riau. (advertorial)